Prihatin. Itulah kata yang patut kita ucapkan atas kondisi kelangkaan pemimpin yang komunikatif di Indonesia saat ini. Memang, banyak pemimpin yang muncul. Tapi, yang mampu berkomunikasi dengan publik sangatlah minim. Bahkan, sebagian besar cenderung menutup diri dari rakyat atau membuat sekat yang tebal terhadap masyarakat.
Oleh karena itu, kita harus berupaya agar pemimpin sekaligus komunikator itu segera muncul. Salah satu caranya adalah kita belajar tentang pemimpin yang ideal, khususnya dalam hal berkomunikasi.
Dengan skill itu, pemimpin yang kita dambakan itu akan mampu pula mengomunikasikan semua program yang akan dia jalankan demi kesejahteraan rakyat. Atau bahkan, siapa tahu salah satu dari kita bisa jadi pemimpin yang komunikatif tersebut.
Empat kriteria
Paling tidak, ada empat kriteria pemimpin yang komunikatif. Tolok ukur pertama adalah jujur. Kalau dalam istilah orang Jawa, pemimpin itu adalah orang yang bisa digugu dan ditiru orang banyak sebab segala ucapan dan tindakannya sinkron dengan hati nuraninya. Apa pun yang dilakukannya, maka itulah kata hatinya. Bukan mendua atau berstandar ganda. Tidak pula lain di bibir lain di hati.
Kriteria ini menjadi penting sekali, apalagi untuk saat ini. Karena, yang banyak berkembang di ranah publik adalah curiga. Itu semua sebagai akibat dari ketidakjujuran pemimpin di masa lalu.
Misalnya, sang pemimpin dengan suara lantang berseru, "Mari kita biasakan hidup sederhana." Kalimat itu selalu diucapkan di berbagai tempat dan kesempatan bertemu dengan rakyatnya.
Tapi, bagaimana pelaksanaan hidup sederhana itu dalam keluarga pemimpin itu sendiri? Ternyata sangat jauh dengan nasihat yang dia dengung-dengungkan tadi.
Buktinya, dia membiarkan anak cucunya menghambur-hamburkan uang di arena balap mobil, olah raga menembak dengan peralatan yang harganya ratusan juta, dan lain-lain. Itu semua sama sekali tidak mengakar di masyarakat. Bahkan, sang pemimpin sendiri dengan pongahnya mengadakan syukuran ulang tahun dengan perayaan yang gemerlap, gebyar, dan mubazir.
Tentu saja, rakyat yang dipimpinnya hanya tersenyum sinis melihat kontrasnya kata dan perbuatan pemimpinnya itu. Lama-lama rakyat tidak menaruh hormat lagi. Bahkan, akhirnya timbul rasa benci pada sang pemimpin. Kalau sudah demikian, maka tunggu saja kehancuran sang pemimpin.
Kriteria kedua adalah cerdas. Artinya, seorang pemimpin dituntut memiliki pemikiran yang brilian, pandangan yang luas, dan cakrawala pengetahuan yang komprehensif. Pemimpin boleh saja berasal dari lokal, tapi harus berwawasan global. Pemikirannya tidak hanya sebatas demi kepentingan sesaat dan kelompoknya, tapi demi kepentingan jangka panjang dan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Dengan kecerdasannya, maka pemimpin bisa memberikan keputusan yang cepat dan tepat karena pikiran dan hatinya menyatu pada kebenaran.
Dia pun mampu berimprovisasi dalam aktivitas kepemimpinannya. Sehingga, bawahannya tidak merasa diperintah. Dia akan disegani dan dihormati karena telah mampu menggunakan akal cerdasnya demi kepentingan orang banyak. Inner power yang begitu dahsyat itulah yang mengantarkan seorang pemimpin pada kesuksesannya dalam memimpin.
Pakem ketiga adalah dapat dipercaya. Artinya, mampu mengemban amanat rakyat dan tidak berkhianat. Kewajiban yang diembannya bukan dirasakan sebagai beban, tapi merupakan tantangan yang menggairahkan.
Mengapa bisa begitu? Karena dia mampu menggunakan wewenang dengan baik dan benar untuk melaksanakan kewajiban tersebut. Hatinya ikhlas ketika menjalankan tugas apa pun yang harus diselesaikannya. Baginya, sekujur badan baru boleh istirahat jika semua kewajiban telah dirampungkannya dengan baik.
Pemimpin yang amanah pantang menyerah dalam menunaikan tugas walau seberat gunung sekali pun. Maka, jangan heran jika kesuksesan pemimpin salah satunya adalah karena sifat amanahnya tersebut.
Terakhir, pemimpin yang baik harus transparan. Artinya, dia mau menyampaikan segala informasi kepada rakyatnya. Dengan begitu, rakyat menjadi gamblang dan jernih dalam menyikapinya.
Rakyat tidak merasa dibodohi atau dibohongi akibat pemimpin yang pelit informasi. Jika sikap positif rakyat sudah muncul, maka sangat mudah bagi pemimpin mengerahkan seluruh potensi orang-orang yang dipimpinnya untuk bahu membahu dalam menuju cita-cita bersama.
Keempat kriteria pakem itu layak untuk direnungkan saat ini. Apapun status kita saat ini harus sudi memikirkan lahirnya pemimpin sekaligus komunikator yang andal.
Nah, selamat berpikir dan berenung panjang sebelum menentukan pilihan dalam Pilkada serentak maupun pilpres 2024 nanti. Atau bahkan, Anda sendiri yang mulai sekarang harus berlatih untuk berkomunikasi yang efektif dan kelak jadi pemimpin yang memenuhi keempat kriteria tadi. Siapa tahu? Selamat berlatih. Semoga berhasil jadi pemimpin yang mengantarkan Indonesia ke gerbang kemakmuran yang berkeadilan. Amin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H