"Wah, kamu anak yang hebat," puji mama kepada Sisi.
"Mungkin Dodo sangat lapar, biarlah cacing itu untuknya," lanjut mama sambil memeluk Sisi.
Sisi dan mamanya asyik melanjutkan mencari cacing. Sisi telah mengikhlaskan cacing pertamanya untuk Dodo. Mama memuji Sisi yang berbesar hati. Mereka terlihat mengais tanah dengan cekernya.
Tiba-tiba, Dodo datang. "Mama ..., Sisi ... maafkan aku," pinta Dodo sambil menunjukkan wajah sedihnya. Dodo memohon dengan menundukkan kepalanya.
"Mengapa meminta maaf? Bukankah, kamu sengaja merebut cacing adikmu?" tanya mama.
"Iya, Ma. Aku bersalah," lanjut Dodo. Terlihat matanya basah, tak mampu menahan linangan air mata. Ia sangat menyesal telah bersalah. Ia juga sedih karena cacingnya jatuh kembali dan tak mampu diraihnya. Ia belum sempat memakan cacing itu.
"Mengapa tubuhmu kotor?" selidik mama. Dodo bukan hanya menyesal telah berbuat salah. Dia juga sedih karena tak sempat memakan cacing itu. Ia bahkan bernasib sial karena jatuh di tanah basah sehingga tubuhnya kotor.
Sambil terisak, Dodo menjelaskan, "Aku terjatuh di tanah basah. Spontan, aku berteriak sehingga cacing lepas dari mulutku. Naas, cacing itu terjatuh ke dalam lubang pipa yang kecil dan dalam."
"Jadikan pelajaran bagimu agar tidak merebut rezeki ayam lain termasuk adikmu," nasihat mama, "Ayo, kita cari makan untuk bersama," lanjut mama.
"Aku dapat cacing lagi. Ayo, kita makan bersama," ajak Sisi. Mereka makan cacing bersama. Mama sangat senang menyaksikan anaknya rukun.
"Kalau aku dapat makanan, akan kubagi untuk kita bertiga," kata Dodo.