"Wow! Aku sudah menduga Maria akan mengundang kita berdua." Nicolas terlihat senang tak terkira.
"Nanti saat acara wedding-nya, aku jemput Kamu, ya!" ucap Nicolas menawarkan.
"Nggak perlu Niko. Acaranya kan di gereja dekat rumahmu. So, aku ke kampus aja dulu agar bareng teman-teman." Nadia terus berusaha membuat jarak dengan Nicolas yang memiliki nama panggilan Niko.
"Kok bareng teman-teman. Aku ingin kita datang berdua." Nicolas memohon kepada Nadia.
"Niko ... aku bingung menjelaskannya padamu," ucap Nadia sambil tertunduk membisu. Suasana hening seketika.
"Apa yang ingin Kamu jelaskan, Nadia?" Nicolas penasaran.
"Aku nggak mau ada hubungan spesial di antara kita ...." Nadia mengucapkan dengan terbata-bata. Ia memalingkan wajahnya sambil menunduk. Tangannya meraih sapu tangan kemudian mengarahkan ke pipinya yang mulai basah dengan air matanya. Ia tidak menampik menyukai Nicolas tapi ia berusaha menghalau rasa itu agar tidak lebih dalam dan akan menyakitinya.
"Nadia, ...." Nicolas tak mampu meneruskan perkataannya. Ia pun mulai mengalihkan pandangannya ke dinding kosong yang menjadi saksi tetesan air mata yang juga membasahi pipinya.
"Kupikir sudah jelas, Niko," ucap Nadia di saat suasana terasa begitu hening.
"Mengapa hubungan kita jadi seperti ini? Aku mencintaimu Nadia." Nicolas berusaha bangkit dari kesedihannya dan mengutarakan isi hatinya.
"Niko, ... kita adalah teman. Aku tidak ingin mendengar kamu mengucapkan cinta padaku. Jangan kau teruskan. Kita beda agama. Atas nama Tuhan kita tak mungkin menikah." Nadia memberanikan diri menyampaikan apa yang menjadi penghalang percintaan mereka.