Mohon tunggu...
Muhammad Saiful Haq
Muhammad Saiful Haq Mohon Tunggu... -

Selagi daunmu hijau, berbuahlah. Jangan biarkan mengering dengan cepat, lalu gugur begitu saja.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bahasa Gaul Bukan Ancaman Bahasa Indonesia

21 November 2013   21:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:50 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa cara paling menarik dalam berkomunikasi? Menurut saya adalah berdialog. Dialog cara paling efektif untuk mengtransfer pemikiran, permasalahan, solusi atau apa-apapun unek-unek pada orang lain. Dan tentunya media yang terbaik dalam berdialog menggunakan bahasa. Bahasa adalah sistem komunikasi untuk mengirimkan (transmitted) pikiran-pikiran dengan perantaraan suara atau simbol (Solso, 2008).

Bahasa menurut saya memiliki magis tersendiri dimana dalam kehidupan kita sehari-hari memberikan banyak image /peran dalam segala aspek. Saat kampanye politik tak kadang kita menaruh simpati pada seorang calon pejabat atau mungkin juga calon koruptor karena cara bertutur katanya. Atau bagaimana seorang pemuka agama (diluar faktor religuis) mampu membuat jamaatnya menangis tersedu karena bahasa yang digunakan begitu menyentuh hati dan masih banyak lagi contoh yang lainnya.

Di negara ini, bahasa banyak sekali mengikuti suku-suku bangsa yang juga banyak. Masing-masing suku menciptakan bahasanya sendiri. Sebagai apa? Eksistensi. Bahkan tak hanya budaya yang memiliki bahasa sendiri, setiap generasi malah memilik bahasanya sendiri lazimnya disebut bahasa gaul.

Di mulai pada tahun 1980-an ada bapak dari bahasa gaul Indonesia yaitu bahasa prokem. Bahasa prokem ini berkembang di Indonesia lebih dominan dipengaruhi oleh bahasa Betawi yang mengalami penyimpangan/ pengubahsuaian pemakaian kata oleh kaum remaja Indonesia yang menetap di Jakarta. Awalnya bahasa ini bahasa rahasia preman tapi remaja Jakarta senang menggunakannya dan akahirnya meluas karena televisi.

Masuk pada tahun 1990-an lahirlah bahasa Binan. Bahasa ini berkembang pesat dan meluas di seantero nusantara, dan kemudian dipakai sebagai bahasa gaul. Setiap komunitas waria atau gay senantiasa menciptakan dan mengembangkan bahasa Binan ini, konon para waria atau banci inilah yang paling rajin berkreasi menciptakan istilah-istilah baru yang kemudian memperkaya bahasa gaul ini.

Beda zaman beda bahasa. Generasi 2000-an kemudian membuat bahasanya sendiri, awalnya tak ada yang mencolok. Sampai memasuki akhir 2009, masyarakat semakin melek teknologi. Ponsel sudah menjadi kebutuhan pokok, begitu pula internet. Di awal tahun 2010-an, interaksi sosial juga lebih sering digunakan anak muda. Facebook dan twitter adalah ‘barang’ wajib bagi mereka agar tidak dicap ketinggalan zaman. Jadi, karena hubungan sosial terjadi dalam ruang lingkup maya, ragam teks pun dibuat sampai akhirnya muncullah teks dan konsep bahasa alay (anak lebay), ketika kata-kata dicampur aduk antara angka dan huruf.

Mengapa ada perbedaan di setiap zaman bahasa setiap generasi? Selain karena eksistensi, juga ada faktor lain yang disebutkan oleh Noam Chomsky, dalam bukunya Aspect of the Theory of Syntax (1965):


  • Bahasa merupakan satu produk kebudayaan yang kreatif manusiawi
  • Bahasa bukan merupakan rekaman tingkah laku luar yang berupa bunyi yang dapat didengar, melainkan bahasa merupakan satu proses mentalistik yang kelak kemudian dilahirkan dalam bentuk luar bunyi bahasa yang didengar atau kelak dimanifestasikan dalam bentuk tulisan.
  • Bahasa merupakan satu proses produktif, sehingga metode analisis bahasa harus bersifat deduktif.
  • Formalisasi matematis dapat juga dikenakan pada formalisasi sistem produktif bahasa.
  • Analisis bahasa tidak dapat dilepaskan dari hakikat bahasa yang utuh yakni bunyi dan ma

Jika melihat dari apa yang pernah saya tuliskan, bahwa tulisan itu hasil dari sepakatan. Saya rasa sah-sah saja jika adanya perubahan-perubahan bahasa. Semua memainkan perannya, bahasa-bahasa baru tidak akan mempengaruhi tata bahasa dari bahasa lainnya. Begitupun bahasa gaul tak akan pernah mengganggu bahasa nasional. Bahasa gaul memainkan perannya dalam pergaulan sehari-sehari yang bersifat non-formal manusia, sedangkan bahasa nasional tetap memainkan perannya dalam bidang formal. Penggunaan bahasa gaul menunjukkan bahwa bahasa memang bersifat universal, unik, dan produktif. Toh ini hal manusiawi bukan?.

Semoga bermanfaat.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun