Mohon tunggu...
Saifuddin Aman
Saifuddin Aman Mohon Tunggu... Editor - Saifuddin Aman, lahir di Demak Jateng 4/11/1962. Bekerja sebagai direktur Utama Penerbit Ruhama Tangerang Banten. Banyak menulis buku-buku agama dan motivasi. Pemerhati sosial, budaya dan pendidikan. Dan sekarang memberikan pelatihan BASHIRAH TEKNOLOGI PEMBERDAYAAN DIRI, yaitu sebuah teknik masuk ke dunia metafisik, healing, akses menuju harapan, kekuatan diri dan peningkatan spiritualtas.

Saifuddin Aman, lahir di Demak Jateng 4/11/1962. Bekerja sebagai direktur Utama Penerbit Ruhama Tangerang Banten. Banyak menulis buku-buku agama dan motivasi. Pemerhati sosial, budaya dan pendidikan. Dan sekarang memberikan pelatihan BASHIRAH TEKNOLOGI PEMBERDAYAAN DIRI, yaitu sebuah teknik masuk ke dunia metafisik, healing, akses menuju harapan, kekuatan diri dan peningkatan spiritualtas.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Waspadai Jargon Kembali ke Qur'an Hadis

2 Maret 2020   14:03 Diperbarui: 2 Maret 2020   14:28 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita sangat senang melihat genenrasi milenial dan anak-anak muda punya ghirah (gairah)  semangat beragama Islam. Ghirah ini kemudian diformalisasikan dan diekspresikan dengan semboyan HIJRAH.

Hijrah arti sesungguhnya adalah pindah. Kalau merujuk pada hijrah Rasulullah SAW, hijrah berarti pindah dari kesempitan di Makkah menuju kebebasan dan kelonggaran di Madinah, pindah dari ketertutupan pikiran di Makkah menuju kecerdasan dan keterbukaan pikiran di Madinah, pindah dari tradisi Jahiliyah di Makkah menuju budaya hadharah kemajuan di Madinah, pindah dari permusuhan di Makkah menuju persaudaraan di Madinah, pindah dari persekusi di Makkah menuju penghormatan di Madinah, pindah dari kekafiran di Makkah menuju keimanan di Madinah.

Tapi hijrah yang dilakukan sebagian kaum millenial dan anak muda saat ini beda dengan semangat hijrah Rasulullah SAW. Yang terjadi justru sebaliknya. Mereka justru hijrah dari kemajuan kembali kepada keterbelakangan. Mereka hijrah dari budaya hadharah kemajuan  kembali ke tradisi jaman jahiliyah. 

Mereka hijrah dari keterbukaan pikiran kembali kepada kesempitan berpikir. Mereka hijrah dari kepintaran kembali kepada kebodohan. Mereka hijrah dari persaudaraan menuju pada pertengkaran. Mereka hijrah dari memantapkan keimanan orang Islam menuju kepada mengkafirkan orang Islam.

Kenapa bisa begitu?

Karena mereka ikut pengajian Wahabi dan tertipu dengan jargon ajakannya yang berbunyi KEMBALI KEPADA AL-QUR'AN DAN AL-HADITS.

Sekilas jargon tersebut sangat benar dan memang seharusnya seperti itu. Tetapi jargon tersebut digunakan oleh Wahabi untuk mencuci otak umat Islam yang mengikuti pengajiannya. Jargon tersebut digunakan oleh Wahabi untuk menciptakan faham radikalisme atas nama agama. Jargon tersebut digunakan oleh Wahabi untuk memecah belah bangsa dan menciptakan permusuhan. Jargon tersebut digunakan oleh Wahabi untuk mengkafirkan, memusyrikkan dan membid'ahkan umat Islam yang tidak mengikuti faham Wahabi.

Menurut Wahabi, kembali kepada Al-Qur'an ialah hanya membaca terjemah tekstual dan hanya itu satu-satunya kebenaran. Menurut Wahabi, Al-Qur'an tidak boleh difahami dengan melihat kontekstual, tidak boleh ada tafsir, tidak boleh ada takwil, tidak perlu Ijma', tidak perlu Kiyas, tidak perlu penjelasan ulama, tidak perlu Ilmu Fikih, tidak perlu Ilmu Usul Fikih, dan ilmu-ilmu lain. Bagi Wahabi harus ada dalil Qur'an secara tekstual/terjemah.

Menurut Wahabi, kembali kepada Al-Hadits ialah mengembalikan seluruh persoalan kehidupan, baik secara pribadi, berbngsa, bernegara, dalam bidang produk dan jasa, pikiran dan penemuan, kepada hadist Rasulullah yang satu, ialah:

Sesungguhnya sebenar-benar ucapan adalah Kitab Allah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad, seburuk-buruk perkara adalah yang baru diadakan, semua yang baru diadakan adalah bid'ah, semua bid'ah adalah kesesatan, dan semua kesesatan masuk  ke dalam neraka.

Semua yang ada di hadapan kita semua ini adalah barang baru, ciptaan baru yang tidak ada di zaman Rasulullah. Misal, sekarang ini kita tidak bisa lepas dari jasa bank, dan bank tidak ada di zaman Rasulullah. Para ulama Wahabi di Arab menerima gaji, dan ditransfer lewat bank. Kita tidak bisa hindari transaksi secara online, dan onoline tidak ada di zaman Rasulullah.

Ketika dunia memikirkan bagaimana peradaban dibangun dengan penuh kebersamaan. Wahabi malah mengajak kembali kepada jaman jahiliah dan membangkitkan semangat perang antar suku dan politik identias. 

Saat dunia sudah meproduk minuman yang lezat, mereka mencelanya sebagai bid'ah yang sesat karena tidak ada di zaman Rasul. Maka mereka menganjurkan minum kencing onta. Saat dunia sudah menikmati indahnya berpakaian celana panjang, mereka malah memotong celananya. Saat dunia menikmati kendaraan berteknoloi canggih, mereka mengajak kembali naik onta. Inilah sesungguhnya kesesatan  yang nyata di tengah cahaya terang benderang.

Padahal Hukum Islam itu dinamis dan progresif, memotivasi manusia untuk menciptakan kebaikan-kebaikan yang tidak ada di zaman Rasulullah. Bukankah Rasulullah juga bersabda:

Barangsiapa yang menciptakan kebaikan, maka dia mendapatkan pahalanya dan pahala  dari orang yang mengamalkan/mengunakannya.

Saifuddin Aman, Jakarta, 2 Maret 2020.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun