Mohon tunggu...
Saifoel Hakim
Saifoel Hakim Mohon Tunggu... Penulis - Freelancer

Orang biasa yang hidup biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Ken Angrok - 20

8 Agustus 2023   06:27 Diperbarui: 8 Agustus 2023   06:32 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di Rumah Keluarga Saharja

Ken Angrok terbangun dari tidurnya saat dia mendengar pintu kamarnya diketuk-ketuk. Kamar penginapan ini tidak memiliki jendela sehingga Ken Angrok tidak tahu jam berapa sekarang. Tok! tok! tok!, "Ken... Ken Suryo..." terdengar suara memanggilnya dari balik pintu. Ken Angrok mengambil HP-nya dan melihat jam di sana, "Wah..., sudah siang! sudah jam 10 lebih...," pikir Ken Angrok sambil bangun lalu melangkah ke pintu untuk membukanya. "Seperti suara Tirta..." pikirnya lagi.

Ketika pintu di buka, Tirta langsung masuk sambil berkata, "Banru bangun Ken?"

"Lah, kon ga sekolah ta? (kamu nggak sekolah?)" kata Ken Angrok balik bertanya.

"Iya, biar memar-memarku ini hilang dulu," kata Tirta sambil duduk di satu-satunya bangku di kamar itu. Matanya berkeliling memandang seluruh kamar penginapan yang sederhana sekali itu. "Kamu bisa tidur di kamar seperti ini?" katanya pada Ken Angrok heran.

"Aku itu sudah terbiasa tidur di mana saja, asal merem sudah ndak kerasa," jawab Ken Angrok sambil duduk dipinggiran tempat tidur.

"Gimana Ken? Kamu jadikan tinggal ditempatku?"

Ken Angrok berdiri lalu mengambil rokoknya di atas meja dekat kursi Tirta, lalu katanya "Piye ya? Apa nanti ndak apa-apa aku tinggal di sana? Ndak ngeropotin bapak-ibu mu?"

"Gimana sih kamu ini, kemarinkan sudah dengar sendiri apa kata Bapak sama Ibuku. Aku ini ke sini karena ditelpon Bapak suruh cepet jemput kamu. Bapakku kuatir kamu pergi ndak bilang-bilang."

Ken Angrok menghisap dalam-dalam rokoknya, lalu menghembuskannya dengan pelan, "Ya sudah, aku akan coba tinggal di tempatmu. Mudah-mudahan aku bisa betah menetap di Kapundungan ini."

"Nah... gitu dong," kata Tirta senang mendengar perkataan Ken Angrok, "Sudah ga usah mandi dulu, nanti mandi di rumah saja!" lanjut Tirta.

Ken Angrok lalu membereskan barang-barangnya yang memang tidak banyak itu. Mereka berdua keluar dari penginapan lalu berboncengan dengan motor Tirta.

***

Ayah Tirta bernama Saharja. Dia adalah orang yang sangat terpandang di Kecamatan Kapundungan. Saharja satu-satunya orang yang memiliki dan mengelola perkebunan tembakau yang cukup luas di Pinggiran kota. Perusahaan Daha Corporation di samping sebagai produsen gula terbesar di Jawa Timur, memiliki juga pabrik rokok di daerah Kediri. 30% tembakau dari pabrik itu dipasok oleh Saharja, ayah Tirta. Penduduk di Kapundungan hampir semuanya mengenal Saharja. Mereka biasa menyebut atau memanggilnya Tuan Saharja. Sebutan 'Tuan' ini ternyata sudah turun temurun digunakan penduduk untuk menyapa keluarga inti dari Saharja.

Kakek Buyut Saharja adalah orang Belanda yang tinggal di Kapundungan dan beristri penduduk sekitar. Kakek Buyut Saharja inilah yang membuka dan menjadi pemilik perkebunan yang memperkerjakan hampir seluruh penduduk Kapundungan watu itu. Kabarnya, Kakek Buyut Saharja yang asli Belanda itu sangat merakyat dan menjadi pelindung warga Kapundungan dari kesewenangan Pemerintahan Belanda pada masa penjajahan.

Tirtaya adalah nama istri Saharja atau ibu dari Tirta. Usianya jauh di bawah suaminya, bahkan masih lebih muda sedikit di banding Genuk Buntu atau Ken Endok. Sepak terjang Tirtaya dalam dunia bisnis juga tidak kalah dengan suaminya, dia pemilik rumah makan besar yang berada di pinggir jalan raya jalur utama lalu-lintas dari Jawa Timur ke Jawa Tengah. Selain itu, dia juga pemilik Salon Kecantikan yang ada di Kapundungan. Salon Kecantikan di Kapundungan hanya ada tiga, semuanya milik Tirtaya.

Tirta adalah anak satu-satunya dari keluarga Saharja dan Tirtaya. Secara akademis, Tirta memang tidak begitu pandai. Orang tuanya sangat memanjakannya karena dia satu-satunya pewaris bisnis keluarga Saharja. Bakat yang menonjol dari Tirta justru sebagai pengusaha, mungkin karena keturunan dari orang tuanya sebagai pengusaha sukses walaupun hanya pada tingkat lokal.

Ken Angrok hari ini akan mulai menjadi bagian dari keluarga pengusaha itu. Dia juga belum tahu pasti akan berperan sebagai apa di dalam keluarga Saharja. Sampai di rumah Tirta, Ken Angrok langsung di bawa berkeliling rumah oleh Tirta dan Ibunya agar mengenal tiap bagian rumah mewah itu. Dia diberi kamar di lantai 2, tidak jauh dari kamar Tirta. Tirtaya juga mengenalkan Ken Angrok pada seluruh ART sebagai sodara sepupu Tirta yang akan menjadi bagian dari keluarga. Mereka semua, para ART itu,  harus memberikan perlakuan yang sama kepada Ken Angrok seperti kepada Tirta anaknya.

Selesai berkeliling, mereka bertiga berkumpul di ruang makan. Tirtaya tak henti-hentinya memberitahu Ken Angrok bagaimana kebiasaan-kebiasaan di rumah itu. Tirtaya juga memberitahu jika masing-masing ART memiliki tugas sendiri-sendiri. Ken Angrok harus tahu kepada siapa dia bisa menyuruh untuk urusan makan dan minum, mencuci pakaian, membersihkan kamar, membelikan sesuatu di luar rumah, dan lain-lain. Tirtaya melarang Ken Angrok merokok disembarang tempat, merokok hanya boleh ditempat tertentu yaitu, di teras dan di taman belakang. Merokok di kamar sendiri juga dibolehkan asal jendela dibuka lebar dan AC dimatikan.

Ken Angrok memperhatikan betul setiap kata dan ucapan Tirtaya. Dia juga baru menyadari jika ternyata Ibunya Tirta ini cantik, tidak kalah cantik dari Bulik Ken yang selama ini dia anggap wanita dewasa tercantik yang pernah dikenalnya. Perbedaan dari keduanya, Bulik Ken itu terlihat ayu dan anggun, sementara Ibunya Tirta itu cantik dan energik.

"Gimana Ken?" tanya Tirtaya tiba-tiba, "Kamu usahakan betah ya tinggal di sini, biar Tirta ngga kesepian. Ibu sama Bapak itu sering pergi soalnya, jadi Tirta ndak ada yang ngajak belajar. Sekolahnya jadi keteteran." lanjut Tirtaya.

"Iya Bu, saya akan berusaha bisa betah di sini," kata Ken Angrok.

Tiba-tiba dari luar terdengar suara klakson mobil dua kali lalu suara pagar dibuka. "Itu Bapak pasti. Tadi dia pesan, habis makan siang kamu harus ikut Bapak, Ken Suryo."

"Bapak mau ngajak Ken kemana buk?" sahut Tirta heran tidak tahu rencana ayahnya.

"Ya ibu nggak tahu, tanya Bapakmu sendiri aja. Tapi katanya hanya ngajak Ken Suryo, kamu ndak boleh ikut."

"Lha? kok bisa gitu?" Tirta semakin heran.

"Gimana Ken Suryo? Kamu sudah mantepkan tinggal di sini?," Suara Saharja terdengan keras begitu masuk ke ruang makan.

Ken Angrok langsung berdiri lalu berkata, "Nggih Pak, mudah-mudahan saya bisa betah di sini."

Saharja menarik kursi disebelah Tartiya lalu duduk. Ken Angrok pun lalu duduk kembali.

"Ken Suryo, kamu ndak usah formal-formal gitu," kata Saharja sambil melihat Ken Angrok, "Mulai sekarang kamu panggil aku 'Pakde' saja, dan panggil ibunya Tirta 'Bude' ya..." lanjut Saharja.

"Nggih..., baik Pakde." kata Ken Angrok mengangguk.

"Lho ini mana makanannya? kok belum siap..." kata Saharja sambil melihat meja makan yang masih hanya tertata piring dan alat makannya saja.

"Sebentar..., udah siap ko itu tinggal di bawa," kata Ibu Tirta.

"Pak, kata Ibu, Bapak mau ngajak Ken Suryo pergi abis makan ini tanpa aku?" tanya Tirta tiba-tiba.

"Iya, Bapak mau bicara-bicara dulu sendiri sama Ken Suryo sekalian nengok kebon. Ya intinya Bapak mau kenal lebih dalam lagi sama Ken Suryo, diakan akan menjadi bagian dari keluarga kita ini."

"Oooh...," kata Tirta bisa memahami maksud ayahnya.

Beberapa ART tampak datang membawa makanan-makanan, mereka mulai manaruh dan menata di meja makan yang cukup besar itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun