Mohon tunggu...
Saifoel Hakim
Saifoel Hakim Mohon Tunggu... Penulis - Freelancer

Orang biasa yang hidup biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

17 Agustus Tahun Ini, Kita Lawan Demokrasi Ala RG

7 Agustus 2023   13:33 Diperbarui: 7 Agustus 2023   13:33 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pemilihan Presiden atau Pilpres merupakan salah satu momen penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Tidak hanya sebagai proses demokrasi, tetapi juga sebagai perwujudan semangat kemerdekaan yang diraih pada tanggal 17 Agustus 1945. Dalam konteks Pilpres 2024, semangat 17 Agustus memiliki makna yang lebih mendalam. Kita tidak hanya merayakan kemerdekaan, tetapi juga menentukan arah masa depan bangsa melalui pemilihan pemimpin yang tepat.

Dalam menentukan pilihan dalam Pilpres 2024, kita tidak bisa lepas dari semangat kemerdekaan yang dirayakan setiap tahun pada tanggal 17 Agustus. Semangat ini mengajarkan kita untuk tidak hanya merayakan masa lalu, tetapi juga merencanakan masa depan dengan bijak. Setiap suara yang diberikan dalam pemilihan adalah langkah konkret dalam menghubungkan semangat perjuangan para pahlawan dengan upaya membangun Indonesia yang lebih baik.

Jika pada masa mempertahankan kemerdekaan setelah 17 Agustus 1945 musuh bersama kita adalah imperialisme dalam wujud militer dari Eropa terutama Belanda, maka seharusnya saat ini musuh bersama kita adalah Black Campaign, Hoax, Fitnah, Umpatan, dan Politik Identitas dalam wujud orang Indonesia sendiri. Jangan kita biarkan mereka berkuasa dan memporak-porandakan nilai persatuan dan kesatuan Bangsa.

Kita adalah orang Indonesia maka demokrasi yang kita anut adalah Demokrasi Pancasila. Apakah ada yang salah jika sebuah kritik dilakukan tanpa harus mengumpat? Namun, jika kritikan disertai dengan umpatan, dapat dipastikan ada yang salah! Tidak ada satu pun analisis ilmiah dari seorang akademisi yang mengkritisi sesuatu dengan umpatan di negeri ini.

Coba kita bayangkan, ada seorang profesor dalam ilmu ekonomi mengkritisi teori profesor lainnya dengan mengatakan, "Teorimu itu tidak rasional dan salah. Kamu itu memang Baji**** Tol**!" Bisa saja hal itu wajar jika itu berada di kultur barat, tapi di negeri ini, di Indonesia? Pasti bukan tempat yang tepat untuk itu.

Jadi, betapa mirisnya jika seseorang yang mengaku akademisi mengatakan bahwa umpatan dalam sebuah kritikan adalah hal biasa dalam demokrasi. Dia menggunakan 'Demokrasi' sebagai alat untuk menghindari 'Hukum Adat' yang berlaku di negeri ini walaupun tidak legal. Lalu pantaskah orang itu dimasukan dalam golongan akademisi? Sementara dia tidak tahu menahu berdiri di tanah mana dan di bawah langit mana?

Dari zaman dulu di negeri ini, orang sering mengumpat atau berlaku tidak sopan memang lebih banyak akan berhadapan dengan 'hukum adat' dibanding hukum legal-formal. Bisa jadi, dia memang tidak bisa dihukum dengan ketetapan pengadilan, namun masyarakat menghukumnya dengan mengucilkan dari pergaulan. Inilah negeri indah kita, Indonesia! Bukan Amerika!

Jangankan hanya soal demokrasi, dalam perkara religius pun seorang Waliyullah, Sunan Kalijaga, perlu merenung untuk tidak begitu saja menyuruh orang Indonesia ini mengikuti keyakinan religinya. Bukan berarti Sunan Kalijaga menyesuaikan agama dengan budaya lokal, tidak! Tapi disitulah kecerdasan beliau menjelaskan bahwa budaya bangsa ini banyak yang sesuai dengan agama yang dianut Sang Sunan. Contoh ini adalah agar kita memahami betapa pentingnya memperhatikan budaya orang Indonesia untuk bisa hidup dan membangun Indoneisa.

Tanggal 17 Agustus sebentar lagi akan tiba, kurang dari setahun kemudian, kita semua akan memasuki era Pesta Demokrasi. Semangat bersatu melawan musuh bangsa haruslah tetap dipelihara menyala di dada kita. Pilpres 2024 tentu memiliki potensi untuk memecah belah anak bangsa. Kita harus sangat waspada, musuh kita secara fisik tidak mudah dibedakan dengan diri kita.

Bung Karno pernah berkata, "Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri" Namun, kita harus bersyukur karena saat ini kita masih bisa membedakan antara 'bangsa sendiri' dan 'bukan bangsa sendiri"

Ciri-ciri yang 'bukan bangsa sendiri' adalah orang-orang yang memaksakan pendapat, baik dengan hanya mengumpat atau bahkan dengan anarkis. Orang-orang yang dengan mudah menuduh kafir pada orang yang sama keyakinannya. Orang-orang yang menjauhkan kita dari simbol-simbol kebangsaan dengan alasan dilarang agama. Orang-orang yang menyerbu rumah tetangganya karena digunakan ibadah oleh orang yang tidak sama keyakinan agamanya. Orang-orang yang menuduh teroris pada orang lain hanya karena mengenakan gamis dan berjenggot. Orang-orang yang berdebat dimedsos untuk perkara kebenaran agamanya masing-masing. Orang-orang yang mendukung Capres dengan cara menghina, memfitnah, mengumpat pada Capres lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun