Mohon tunggu...
Saifoel Hakim
Saifoel Hakim Mohon Tunggu... Penulis - Freelancer

Orang biasa yang hidup biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Ken Angrok - 8

25 Juli 2023   23:15 Diperbarui: 26 Juli 2023   21:49 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tiba-tiba bibir Ken Endok bergetar seperti menahan kata-kata. Matanya berkaca-kaca. Dia menatap bayi laki-laki tampan yang tertidur pulas dalam gendongannya. Kemudian dia berkata pada Tunggul Ametung sambil menahan amarah, "Pak Tunggul..., saya tidak bisa menerima semua ini. Sampaikan pada Ndoro Bramantyo, saya akan tinggal di Campara di rumah Gajah Para. Kembalikan saja rumah ini seperti semula saat sy tinggalkan waktu melahirkan...."

"Lhoh...?! Tapi...," Sahut Tunggul Ametung.

Ken Endok memotong, "Saya mengira... semua bantuan selama ini, dari Keluarga Pak Tunggul jadi saya menerima. Tapi ternyata semua ini dari Ndoro Bramantyo, saya tidak mau menerima..." Ken Endok bergegas berkemas kembali dan bersiap keluar rumah. Beberapa pembantunya yang biasa bekerja di warung pun mendadak sibuk mengemasi barang-barang Ken Endok lagi.

Tunggul Ametung dan istrinya nampak kebingungan. Mereka tak menyangka jika Ken Endok akan bereaksi seperti ini ketika mengetahui bahwa Bramantyolah yang telah membantu selama ini.

"Tolong Ken Endok..., saya akan jelaskan lagi..." Tunggul Ametung berusaha mencegah.

"Tidak perlu Pak Tunggul, saya hanya bisa mendengar dari Ndoro Bramantyo sendiri. Jika Ndoro Bram benar seorang laki-laki, silahkan dia datang ke Campara di rumah Gajah Para." sahut Ken Endok sambil menangis tertahan. Lalu tanpa berkata-kata lagi, dia pun bersama para pembantunya meninggalkan rumah itu.

Pak Tunggul dan istrinya hanya bisa terdiam tidak tahu harus berbuat apa. Kemarahan Ken Endok sungguh diluar dugaan mereka. Tunggul juga tidak tahu lagi harus melaporkan apa pada Bramantyo tentang kejadian ini. Istri Tunggul Ametung juga sangat heran, baru kali ini dia melihat seorang istri buruh yang berani menolak pemberian suaminya, bahkan jelas-jelas pemberian dari atasan suaminya. Lebih jauh dari itu, Ken Endok berani meminta Pak Bramantyo untuk datang memberikan sendiri tanpa lewat suaminya.

***

Tiga hari di rumah Gajah Para, Ken Endok meyuruh pembantunya untuk melihat kondisi rumah di Pangkur. Jika perabot-perabot baru itu masih ada, segera dikeluarkan, berikan pada orang yang mau. Rumah di Pangkur harus bersih dari barang-barang pemberian. Uang yanng dimilikinya lebih dari cukup untuk membeli sendiri perabot baru, pikir Ken Endok.

Ken Endok tidak bisa memeahami sikap Bramantyo. Bramantyo tahu bahwa dirinya mengandung anaknya dan hidup sebatang kara tak punya siapa-siapa lagi, namun Bramantyo tidak seditik pun muncul atau paling tidak memberi kabar. Inilah yang membuat Ken Endok marah, Bramantyo menganggap bahwa uang bisa menyelesaikan segala sesuatu. "Apa Bramantyo pikir jika uang dan barang-barang itu bisa aku ajak bicara? bisa menemaniku yang sedang hamil tua dan hidup kesepian?" gumam Ken Endok sendiri.

Ken Endok menatap bayi yang sedang disusuinya, ada rasa benci dan sekaligus juga kasih sayang. Dua perasaan bertentangan ini membuat Ken Endok selalu dalam kebimbangan, merawat sendiri atau menyerahkan pada orang lain. Betapa dia sangat merindukan Gajah Para, orang yang mampu mengisi hatinya tidak dengan harta tetapi dengan cinta yang tulus. Jika Ken Endok dalam suasana hati yang galau, Gajah Para selalu bisa menemaninya bicara dan berbagi rasa. Gajah Para tidak mengguyurnya dengan harta benda ketika hatinya sedang kacau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun