Mohon tunggu...
Saifoel Hakim
Saifoel Hakim Mohon Tunggu... Penulis - Freelancer

Orang biasa yang hidup biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Kent Angrok - 01

13 Juli 2023   09:07 Diperbarui: 22 Juli 2023   22:21 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Siap Pak," sahut Tunggul Ametung.

Tunggul Ametung pun memberi aba-aba pada para pelayan rumah singgah itu untuk segera menyiapkan permintaan Bramantyo. Kemudian agak tergesa dia menyusul Bramantyo ke Paviliun. Belum sampai Tunggul mengetok pintu, dari dalam terdengar suara Bramantyo, "Masuk Pak Tunggul!"

Tunggul membuka pintu dan melihat Bramantyo sedang sibuk dengan HP-nya. "Duduk Pak Tunggul, sebentar yah.. saya selesaikan dulu ini," kata Bramantyo tanpa melihat Tunggul Ametung. "Siap Pak...," jawab Tunggul.

Beberapa saat kemudian, Bramantyo menaruh HPnya di meja tamu lalu melihat Tunggul Ametung dan berkata, "Pak Tunggul, dari data yang kita kumpulkan tadi, sepertinya panen kedepan mengalami penurunan agak signifikan."

"Nggih Pak, penyebab utamanya memang seperti yang saya bilang tadi di kebun, banjir bandang 4 bulan lalu merusak seperempat dari lahan kita."

"Apa nggak ada kebun lain yang bisa kita beli di luar lahan milik kita?"

Belum sampai Tunggul menjawab, terdengar pintu di ketuk dari luar. Tunggul berdiri dan membukakan pintu. Rupanya 2 orang pelayan membawa dua butir kelapa muda yang sudah siap untuk dinikmati dan sepiring tahu tempe goreng. Dengan membukuk 2 pelayan itu menaruh di meja tamu, lalu berkata "Monggo, silahkan ndoro..."

"Oh iya, suwun (makasih) ya..., enak pasti ini." kata Bramantyo ramah.

Setelah dua orang pelayan tadi pergi, Tunggul kembali ke pokok pembicaraan, "Nggih Pak, saya sudah coba menghubungi beberapa pemilik lahan di sekitar sini yang tidak terkena banjir. Tapi rupanya mereka menaikan harga cukup tinggi, hampir 5 kali lipat. Nggak masuk akal Pak."

Bramantyo adalah seorang pria dengan umur sekitar 55 tahun. Uban di sebagian rambutnya dan wajah tampannya yang blasteran Belanda-Indonesia itu memperkuat kesan seseorang yang berwibawa, ramah, tegas dan cerdas. Tubuhnya tegap dan masih terlihat sehat segar bugar. Berbeda dengan Tunggul Ametung, walaupun dia usianya terpaut 10 tahun lebih muda, dia terlihat persis seperti tuan tanah dengan tubuh gedut yang galak, temperamental, dan sewenang-wenang. Namun di depan Bramantyo, Tunggul terlihat seperti kucing jinak yang nurut saja pada tuannya. Bagi Tunggul Ametung, melayani Bramantyo dengan baik adalah kunci agar Tumapel Inc. tetap dalam genggamannya.

Pembicaraan mereka terus berlanjut hingga cahaya diluar tampak semakin temeram. Lampu-lampu tampak mulai menyala. "Wah nggak kerasa sebentar lagi sudah malam Pak Tunggul, silahkan Pak kalau mau pulang dulu." kata Bramantyo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun