Dan Kami sungguh mengetahui, bahwa dadamu menjadi sempit disebabkan apa yang mereka ucapkan. (Surat al-Hijr: 97).
Contoh-contoh yang terdapat pada ayat di atas merupakan Sunnah dan Akhlaq Rasulullah SAW yang seharusnya ditauladani oleh setiap pengikutnya secara holistik dan bukan dikesampingkan atau diambil sunnah-sunnah Rasul yang praktis dan enaknya saja (Jangan Cuma poligami saja yang mau diikuti dong!). Ayat-ayat ini sengaja dinukil dari akhlak Rasul menghadapi penistaan yang terdapat dalam al-quran yang menutup kemungkinan adanya perdebatan pada hadis-hadis dalam masalah ini. Dengan kata lain, menjadikan al-quran sebagai sumber utama bagi orang yang menjunjung tinggi dan membela Al-Quran.
Mungkin faktor utama yang menggebukan hati untuk berjuang menjunjung tinggi Al-Quran adalah kehormatan dan kesucian kitab tersebut. Namun perlu diwaspadai faktor lain yang menungganginya dari belakang. Sehingga Allah SWT senantiasa mewanti-wanti:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ الله بِمَا تَعْمَلُون بصير
“Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah، (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan (Surah Al-Maidah: 8).
Janganlah kebencian terhadap suatu kaum akan menyebabkan bersikap dan berbuat yang tidak adil. Janganlah karna maksud dan kepentingan tertentu sehingga orang lain tidak mendapatkan keadilan. Melainkan berikanlah kesempatan bagi mereka dan bagi pihak terkait dalam memproses keadilan. Jika saja nilai dan ajaran qurani ini dijadikan pijakan, maka apa yang saya katakan sebagai prematur action tidak akan terjadi. Karena masing-masing kita akan berfikir, menganalisa, mencermati, dan mentaati aturan dengan penuh kesabaran sebagai seorang muslim maupun ustadz yang berkompeten (personal, social, scientist, inter-religional, emotional, dan professional).
Meskipun demikian, demonstrasi itu juga perlu diapresiasi. Karenanya dan dengannya, Alhamdulillah, telah membuka mata setiap orang akan pentingnya pemahaman tentang agama, toleransi antar-ummat beragama dan juga kebenaran hukum yang harus ditegakkan. Semoga di kemudian hari semakin ada kesabaran sesuai dengan nilai qurani. Dan saya sangat berharap bagi pemerintah agar dapat menyusun sebuah Undang-undang baru yang tegas mengatur antara kebebasan berbicara, kritik agama, dan penistaan. Begitu pula undang-undang yang mengatur tentang Ustadz/Ulama/Kiyai dan Pendeta serta kompetensi yang harus dimiliki oleh mereka. Bukan cuma undang-undang guru dan dosen (baik negeri dan swasta) saja yang diatur kompetensinya oleh undang-undang. Semoga kebaikan dan kedamaian itu menjadi milik kita semua, Amiien.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H