Kata profesionalisme yang sering disimbolkan sebagai 'berdasi-wangi' seharusnya diubah sebagai orang yang menghargai (ahli) pekerjaannya. Sikap menghargai ini akan menumbuhkan karya baik di masyarakat dan pada gilirannya nanti kita akan menikmati hasil terbaik.Â
Menjadi yang terbaik adalah serahkan pada ahlinya!. Anda lihat saja, abang 'baso' mengiris bawang: tanpa melihat, cepat, tidak terluka dan basonya enak!. Â Anda menikmati baso dari seorang tukang baso bukan dari seorang dokter!
Keempat memilih yang terbaik. Banyak hal yang harus dipilih, maka biasakan memilih yang terbaik atas dasar sikap profesionalisme. Yang dipilihpun seharusnya sebagai yang terbaik, mampu mengemban tanggung jawab itu. Karena itu harus selalu diberi 'celah' agar potensi terbaik itu dapat muncul.Â
Untuk memunculkan yang terbaik (selain cara pertama diatas), dengan cara semua nepotisme dihilangkan, dalam artian diukur dari 'start' yang sama. Yang berlari lebih cepat, biasanya yang terbaik. Calon inilah yang dibantu akselerasinya
Kelima, ukuran kinerja sebaiknya kuantitatif, karena kinerja kuantitatif tidak 'ambigu' tidak menimbulkan 'debatable' dan lebih 'presisi'. Kata berprestasi ganti dengan juara 1, juara 2, juara harapan 1, dsb. Juara harapan 1 bukanlah juara, namun juga jelas menunjukkan prestasi yang diraih.Â
Dari titik itu kita bisa lebih jelas melangkah. Dalam banyak hal, target-target  bisa dikuantifikasikan. Misal berapa rancangan UU yang dapat diselesaikan oleh anggota DPR?
Ketujuh, mengutip Mourinho: nomor dua itu pecundang terbaik. Jadi selalu bercita terbaik, mengusahakannya. Hasil tidak perlu risau. Jika diusahakan dengan baik, maka hasil akan baik, walau mungkin belum yang terbaik.
Kedelapan: mari mulai dari diri sendiri. Â Jika dilakukan, akan memberi hasil baik, setidaknya tidak memberi 'eksternalitas negatif' bagi lingkungan. Tidak mudah, namun bukan tidak mungkin. Â Lakukan saja hal-hal baik!.