Banyak pihak  merujukkan bahwa Indonesia 'kalah' dari tetangganya, misal dalam olahraga, pendidikan, dan kesejahteraan. Kondisi ini mensinyalkan Indonesia secara bertahap dan teratur makin kehilangan daya saing menjadi terbaik dan pemenang. Bukan kita  mengalami kemunduran, tetapi negara lain maju dengan kecepatan yang lebih cepat.Â
Akibatnya secara konsisten; hanya menunggu waktu, maka kita akan 'terlewati'. Mungkin, Â budaya pemenang belumlah kuat pada diri kita secara bangsa. Â Untuk itu budaya pemenang haruslah dipupuk dan ditumbuhkembangkan.
Pertama, haruslah dihargai semua prestasi. Biasakan memberi penghargaan pada hal baik; atau bahkan 'mengiming-imingi' hadiah untuk setiap perbuatan baik/hebat.Â
Hadiah sederhana adalah penghargaan (ucapan terima kasih) dan hadiah terbaik adalah moneter (uang). Bukan untuk diartikan 'mata duitan' tetapi uang adalah penghargaan yang dapat terukur.Â
Selain uang, dapat juga diberikan penghargaan  terukur lainnya. Budaya penghargaan ini sangat perlu, terutama untuk hal yang dapat 'mendiskriminankan' antara yang berprestasi dan tidak berprestasi. Jika orang yang berprestasi tidak dihargai, maka hal tersebut menjadi demotivasi sehingga mendorong untuk tidak berprestasi.Â
Para ahli menyebutkan, fenomena gunung es (di lautan); yang dimaknai potensi yang belum terlihat dari gunung tersebut adalah 80%. Bagaimana mengeluarkan potensi ini; jika tidak adanya penghargaan?. Adalah hal bagus, jika seorang datang mengajukan dirinya meminta 'ini-itu' sebagai prasyarat untuk berprestasi.Â
Penuhi saja syarat itu, ada kemungkinan dia berprestasi!. Bagaimana jika gagal? Pelajari, dan jika memang dia tidak mampu, 'potong saja lehernya'!. Itu solusi yang cukup fair.Â
Selama ini, kita ada pada posisi terbalik, orang diminta berprestasi terlebih dahulu, lalu dijanjikan dihargai (dan kadang dilupakan). Lebih buruk lagi, jika terbiasa memberikan hukuman (punishment) tetapi lupa memberikan penghargaan (reward)!.
Kedua, prosedur untuk pemenang. Â Pemenang dapat dihasilkan dengan 'quality control' yang tepat dan ketat. Â Definisi kreteria pemenang, perencanaan, prosedur pelaksanaan, dan evaluasi; dapat membawa produk pada level tertentu dan 'ajeg'. Â Kesalahan dalam hal ini, menyebabkan hasil yang 'cacat'.Â
Ketiga, menjadi yang terbaik. Karya fenomenal biasanya dihasilkan oleh maestro. Untuk menjadi maestro, tidak semua hal dapat dilakukan. Jadi, potensi yang ada harus dioptimalkan pada spesialisasi. Membiasakan memiliki keahlian dan menghargai semua keahlian adalah cara menjadi pemenang. Untuk itu semua profesi harusnya mendapat tempat dan penghargaan.Â