Keempat, pendanaan FMI (berupa dugaan) akan dapat mengandalkan (secara proporsional) pendanaan lokal; dalam hal ini dapat mendorong pertumbuhan bisnis keuangan yang pada akhirnya bermuara pada pertumbuhan ekonomi. Dampak selanjutnya, secara tidak langsung dapat memperbaiki kurs tukar melalui mekanisme 'penundaan' menukar valas; atau masuknya valas sebagai bagian kompensasi pendapatan.
Kelima, mendorong direct foreign invesment (DFI) atau kepercayaan asing untuk masuk Indonesia dan dapat menjadikan sebagai tonggak sejarah. Setidaknya dengan privatisasi maka akan mendorong hot-money datang, di mana walau ada sisi jeleknya (baca artikel Hasan Zein Mahmud, 30/11/16), hotmoney yang masuk akan membuat banyak investor bergembira karena pasar modal menjadi likuid dan nilai saham juga meningkat.
Keenam, 'pengalihan saham' kepada berbagai pihak yang 'terlibat' antara lain berkaitan dengan hak-hak adat, kompensasi CSR dll, akan lebih efisien bagi PT FMI agar penerimanya adalah lembaga resmi; hanya satu atau beberapa; dan mungkin dapat diwakili oleh pemerintah. Cara ini akan memberikan kebaikan bagi masyarakat sekitar untuk alasan-alasan berikut: (i) terjadinya economies of scale dari uang yang terkumpul (pembagian dividen) sehingga dapat lebih bermanfaat. Biarlah pihak-pihak yang terlibat untuk 'urun-rembuk' berkenaan dengan prioritas pemanfaatan; dan semoga saja cara ini menjadikan Papua lebih damai-sejahtera.
Ketujuh, adanya privatisasi ini dapat mengubah issue/tag miring/ negatif dari 'Papua untuk Freeport' menjadi isu positif yakni 'Freeport untuk Indonesia'. Selama ini tak dapat diabaikan, penentangan untuk PTFI ini berkenaan dengan isu-isu eksploitasi alam Papua; di mana bertahun-tahun Papua seolah-olah tidak menikmati keberadaan PTFI (yang tentu saja dibantah PTFI, salah satunya adalah kontribusi royalti/pajak yang dibayar).
Dengan menjadi perusahaan Tbk maka kepemilikan PTFI menjadi lebih luas; sehingga eksploitasi yang tidak pada tempatnya, yang sama artinya eksploitasi Indonesia, tentunya hal ini akan dihalangi banyak pihak. PTFI tak perlu lagi secara tangkas mempersiapkan tangkisan isu ini.
Kedelapan, dengan menjadi perusahaan Tbk, PTFI tidak lagi dapat menjadi 'sapi perah' atau 'ATM' bagi pengejar rente yang mengurusi negara RI ini. Ada berbagai isu gelap dari berbagai pihak yang 'minum kopi' sambil menikmati kue PTFI. PTFI memiliki puluhan ribu karyawan; di mana ada pemasok untuk makanannya; kebutuhan-kebutuhan penambangan dll. Jika menjadi perusahaan Tbk, maka hal-hal di atas dapat 'dicium' oleh investor; sehingga investor dapat menilai kewajaran 'seduhan kopi' tersebut.
Dengan demikian, akan terjadi peningkatan transparansi dan secara tidak langsung mendorong terciptanya masyarakat madani. Jika bisa disenergikan seluruh potensi, mengapa tidak? Menyongsong 2017, semoga kesejahteraan berlimpah ruah.
(Tulisan pernah ditayangkan di beritasatu.com)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H