"Jangan melulu mengedepankan hati, logika juga mempunyai peran"
Kalimat di atas sudah tidak asing lagi, sering kita jumpai di quotes sosial media, terutama dikalangan remaja yang sedang dilanda asmara. Eits tapi dalam tulisan saya kali ini tidak membahas asmara loh ya, tapi membahas apa itu yang di maksud dengan logika. Apa itu logika?
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, logika merupakan pengetahuan tentang berpikir; ilmu mantik; jalan pikiran yang masuk akal. Sedangkan menurut Copi (1982: 3) logika merupakan studi mengenai cara-cara dan prinsip-prinsip yang digunakan untuk membedakan penalaran yang benar dari penalaran yang salah.
Kesimpulan yang saya ambil dari dua pengertian tersebut, logika merupakan pemikiran yang masuk akal yang dimana pemerannya adalah menggunakan nalar. Ihromi (1987: 3) menyatakan penalaran merupakan aktivitas berpikir yang khas sifatnya. Penalaran menyangkut poses penyimpulan yang di mulai dari hal-hal yang diketahui dan munculah hal baru yang belum pernah diketahui, yaitu dari premis ke kongklusi. Jadi, penalaran itu menyangkut aktivitas manusia untuk mencapai pengetahuan yang baru berlandaskan pengetahuan yang telah dimiliki.
Logika dibedakan menjadi dua jenis, yaitu logika deduktif dan logika induktif.
Logika deduktif adalah suatu metode berpikir yang yang menerapkan hal-hal dari yang umum ke khusus guna mencapai kesimpulan yang logis. Berpikir deduktif merupakan berpikir secara rasional, yang juga merupakan sebagian dari berpikir ilmiah.
Aristoteles (dalam Mundiri, 2000: 85-86) menyebut penalaran deduktif istilah silogisme. Aristoteles juga membatasi silogisme sebagai argument yang konklusinya diambil secara pasti dari premis-premis yang menyatakan permasalahan yang berlainan.
Soekadijo (1985: 40) menyatakan silogisme dalam logika tradisional digunakan sebagai bentuk standar dari penalaran deduktif. Contoh, Dunia anak usia dini adalah bermain; Dinda adalah seorang anak usia dini, maka dunia Dinda adalah bermain. Kesimpulan apakah dunia Dinda bermain atau tidak masih tergantung dengan kebenaran premis-premis sebelumnya.
Peran logika adalah untuk menetapkan pernyataan yang dijelaskan konsekuensi hukum logika (atau teori) yang bertindak menjelaskan hubungan dengan informasi yang lainnya.Â
Meskipun sebuah pengetahuan diperoleh dari penlaran yang memenuhi hukum logika masih belum terjamin kebenarannya, namun logika tetap merupakan dasar untuk memperoleh pengetahuan yang benar.
"Tanpa logika, penalaran tidak mungkin dilakukan; dan tanpa penalaran tidak akan ada pengetahuan yang benar" (Sudarminta, 2002: 40)
Menurut Sudjana (1988: 9) hasil dari berpikir deduktif dapat digunakan untuk menyusun hipotesis, yakni jawaban sementara yang keberadaannya masih perlu di uji atau dibuktikan melalui proses keilmuan selanjutnya.Â
Hipotesis merupakan dugaan atau jawaban sementara terhadap permasalahan yang di bahas. Hipotesis berfungsi sebagai penunjuk jalan yang memungkinkan kita untuk mendapatkan jawaban, karena alam itu sendiri membisu dan tidak responsive terhadap pertanyaan-pertanyaan.
Logika induktif adalah metode yang digunakan dalam berfikir dengan bertolak dari hal-hal khusus untuk menentukan kesimpulan yang bersifat umum. Penalaran induktif ini kesimpulannya ditarik dari kumpulan fakta atau pertanyaan yang bersifat umum.
Menurut Soekadijo (1985: 7), penalaran induktif yaitu proses penarikan simpulan umum dari fakta-fakta yang bersifat khusus. Logika induktif adalah suatu generalisasi untuk menghasilkan simpulan. Misalnya, guru hendak mengetahui kemampuan siswa dalam menulis laporan hasil observasi di kelas 7.Â
Setiap siswa kelas 8 kemudian dites untuk mendapatkan data tersebut. Apabila sesudah dites, kemampuan siswa tergolong baik, dapat disimpulkan bahwa kelas 8 memiliki kemampuan yang baik dalam menulis laporan hasil observasi. Generalisasi dapat pula dilakukan hanya dengan beberapa orang yang dites.Â
Dalam kasus tertentu, untuk mengetahui kemampuan siswa terkait dengan kompetensi dasar tertentu, cukup dilakukan tes terhadap beberapa siswa sebagai sampel. Jadi, dapat diinferesikan berdasarkan kajian sebelumnya bahwa verifikasi data yang digunakan sebagai pembuktian langsung terhadap kebenaran suatu formulasi hipotesis sebelumnya merupakan kegiatan yang menjamin penalaran induktif.
Pembelajaran yang dipenuhi dengan dogma dan otoritas akan menghambat cara berfikir kreatif sebagai siswa. Berfikir literal berkontribusi dalam transformasi eksitensi ide yang sudah ada ke ide berbeda namun memiliki hubungan dengan ide awal. Guru adalah model pemecah masalah sehingga kemampuan guru dalam reasoning perlu di asah.Â
Pembelajaran dipadamkan dengan proses ilmiah, karena itu kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan scientific dalam pembelajaran.Â
Dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuan lebih mengedepankan pelararan induktif dibandingkan dengan pelararan deduktif. Logika berpengaruh pada pembelajaran. Model dan strategi pembelajaran bertendensi pada alur logika tertentu.Â
Dengan demikian, membantu berfikir secara rasional, kritis, dan sitematis dapat meningkatkan kemampuan berfikir secara objektif dan cermat, dan menghindari kesalahan-kesalahan berfikir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H