Mohon tunggu...
Saidah Fatimah Sari S
Saidah Fatimah Sari S Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi Peminatan Epidemiology FKM UIN Sumatera Utara.

Proud of your self. Cause you are the main character in your life.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

"New Normal". Tepatkah Dilakukan pada Saat Ini?

11 Agustus 2020   12:50 Diperbarui: 11 Agustus 2020   12:46 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: covid.sumutprov.go.id

Istilah “New Normal” ataupun “Normal Baru” bukan merupakan istilah yang baru ditelinga masyarakat. Banyak yang mengira dengan adanya istilah ini maka situasi COVID-19 di Indonesia sudah membaik dan mereka sudah dapat berkatifitas sebagai mana biasanya seperti sebelum adanya pandemi muncul di muka bumi ini. “New Normal” dilaksanakan harus tetap sesuai dengan protokol kesehatan meskipun keadaanya memang lebih “bebas” dibanding sebelumnya. Salah satu narasi yang mudah dipahami masyarakat terkait penerapan protokol kesehatan di masa pandemi COVID-19 yakni 'Tiga M'. 'Tiga M' adalah memakai makser, menjaga jarak dan mencuci tangan menggunakan sabun pada air yang mengalir.

Yang menjadi sorotan ialah, apakah sudah tepat istilah “New Normal” ini diterapkan di Indonesia khususnya Provinsi Sumatera Utara?

Dalam pelaksanaan pembekalan PBL DR dan KS FKM UIN Sumatera Utara pada tanggal 13 Juli 2020, Kepala Dinkes Prov Sumatera Utara, bapak dr. Alwi Mujahit Hasibuan, M. Kes menyatakan bahwa terdapat prasyarat penerapan New Normal, yaitu :

1. Penularan/transmisi telah dikendalikan

2. Sistem Kesehatan masyarakat dan kapasitas Sistem Kesehatan telah mampu ‘mengidentifikasi, mengisolasi, melacak kontak dan mengkarantina

3. Risiko wabah berkurang dengan pengaturan ketat terhadap tempat yang memiliki kerentanan tinggi, terutama di rumah orang lanjut usia, fasilitas kesehatan mental dan pemukiman padat

4. Sekolah, tempat kerja dan tempat-tempat penting lainnya telah menetapkan langkah-langkah pencegahan melalui pemakaian masker, social & physical distancing, fasilitas cuci tangan, hand sanitizer.

5. Risiko penyebaran ‘imported case’ dapat dikendalikan

6. Masyarakat ikut berperan dan terlibat  dalam transisi.

Sedangkan menurut WHO dan Bappenas, prasyarat penerapan New Normal yaitu :

1. Tingkat Penularan lebih kecil dari 1 selama 14 hari berturut-turut artinya Angka Reproduksi Virus (Rt) sifat edemis, namun (Rt saat ini Tingkat Penularan di Sumatera Utara = 1,4)

2. Sistem Kesehatan (Perbandingan jumlah kasus tak boleh melebihi 60% dari infrastruktur kesehatan yang digunakan)

3. Jumlah Tes (Rasio jumlah tes yang dilakukan dibandingkan dengan 1 juta populasi)

Angka kejadian kasus COVID-19 di Sumatera Utara, dari hari kehari terus mengalami peningkatan. Pertanggal 25 Juli 2020, berdasarkan website official COVID-19 Sumatera Utara (http://covid19.sumutprov.go.id/home), angka COVID-19 di Sumut mencapai 3.371 kasus confirmasi. 

Melihat angka kejadian serta prasyarat yang telah ditetapkan, Sumatera Utara masih belum tepat untuk menetapkan istilah new normal dalam situasi yang tidak normal ini. Mengingat kurva pergerakan temuan kasus yang masih menanjak dan mendekati puncak kasus dan bahkan belum melandai. Jika pemerintah langsung terburu-buru bahkan terlalu dini untuk melaksanakan New Normal padahal situasi masih belum membaik, dikhawatirkan kasus akan terus mengalami pelonjakan dan korban akan kian banyak berjatuhan.

Merujuk pada kondisi negara Jepang, diketahui bahwa Jepang melakukan pelonggaran setelah 6 (enam) pekan melandainya kurva kasus. Di Indonesia, kurva masih terus mengalami peningkatan dan bahkan belum terlihat tanda untuk melandai. Selain kasus yang tidak terkendali ini, persiapan new normal juga dilakukan terlalu mendadak. Banyak masyarakat yang bahkan tidak mengerti istilah “New Normal” ini. Tidak ada yang dapat memastikan bahwa seluruh masyarakat dari seluruh kalangan mengerti bagaimana protokol kesehatan yang benar untuk menjalani new normal ini seperti bagaimana cuci tangan yang benar, cara memakai dan merawat masker yang benar serta physical distancing.

Ketua Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Sulawesi Selatan mengungkapkan bahwa setidaknya ada 3 tahap pengendalian wabah penyakit di satu wilayah atau negara.

1. Fase pertama ialah menjamin keamanan publik dalam hal ini dari ancaman virus dan penyakit kesehatan.

2. Fase kedua, memperbaiki sektor ekonomi, dan

3. Fase ketiga memperbaiki reputasi negara di mata dunia dalam pengendalian wabah penyakit.

Jika melihat piramida tersebut, maka seharusnya yang pertama dilakukan yaitu menjamin keamanan publik dalam pandemi, kemudian ekonomi dan terakhir memulihkan reputasi. Namun pemerintah Indonesia langsung lompat pada fase kedua yaitu untuk memperbaiki keadaan ekonomi sehingga bergerak cepat untuk mencanangkan “New Normal” padahal belum menyelesaikan fase satu yaitu keamanan dan kesehatan publik dalam pandemi dapat dikendalikan.

Untuk itu, sebaiknya pemerintah Indonesia dapat mempertimbangkan kembali mengenai penerapan New Normal ini, agar kurva epidemiologi dapat melandai dan situasi pandemi COVID-19 di Indonesia dapat cepat berlalu. Sehingga, seluruh rakyat Indonesia khususnya Sumatera Utara dapat menjalani kehidupan normal pada situasi yang sudah benar-benar normal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun