Mohon tunggu...
said edward
said edward Mohon Tunggu... -

terlalu rumit

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Koes Plus dan Koran Pagi di Senja Orde baru

7 Desember 2016   00:28 Diperbarui: 8 Desember 2016   00:18 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Ini tentang saya dan orde baru. Masih ingat kan group band yang sangat terkenal di era tahun 70- an, Koes Plus begitu banyak orang menyuakainya apalagi anak muda, seolah menjadi barometer gaya anak muda waktu itu. mereka datang dengan ciri khas pop dan rock and roll dengan lagu-lagu anak muda, lagu-lagunya yang bervariasi dari sedih, senang, dan menggebu-gebu.

saya mulai mendengarkan lagu-lagunya sewaktu masih berseragam merah putih berdasi Tutwuri Handayani sekitar tahun 98 an, selain Wr. Supratman pencipta lagu Indonesia Raya yang selalu dinyanyikan di ruang sekolah maupun di halaman saat upacara dan juga 5 butir pancasila dasar Negara Indonesia, Koes Plus juga memiliki ruang khusus dalam memoriku. lagu-lagunya yang selalu mengudara di radio waktu itu seperti bujangan, buat apa susah, kolam susu dan andaikan kau datang kembali selalu saya nyanyikan. Dahulu sepulang sekolah saya langsung memutar radio produk made in Japan itu, mencari-cari gelombang radio yang memutar lagunya Koes Plus, kalau sudah di putar saya tak ingin beranjak. senangnya minta ampun.

Hidup di desa Dengan keterbatasan teknologi saya selalu mencari informasi tentang legenda band itu. Pagi itu saya pergi ke pasar di suruh ibu untuk membeli obat sakit gigi, kebetulan di kampung saya saat itu yang menjual obat sakit gigi adalah orang cina tionghoa yang sudah lama menetap di Indonesia. orang kampung memanggilnya kok, sampai di toko Cina saya melihat koko duduk manis berkacamata tali potret tionghoa seperti dalam film kungfu hustle ditemani dengan segelas kopi sambil membaca koran.

Orang yang membaca koran di kampung saya termasuk golongan berkasta tinggi yang berpendidikan pada saat itu. sambil bertanya obat gigi saya mengintip isi berita korannya, betapa terkejut saya melihat ada nama Koes Plus yang saya baca dengan masih mengeja persuku kata Ko-es p-l-u-s dengan gambar mereka lagi pegang gitar, saya begitu gembira sama seperti dibelikan baju baru buat lebaran, tidak tahan untuk memegang korannya. lalu si koko memandang saya dengan sedikit wajah mengkerut dan bertanya dengan campuran logat Tionghoa “mau beli apa “? saya jawab “obat sakit gigi koh, dia langsung mengambilnya dan memberinya pada saya. Saya masih melirik gambar koes plus di Koran itu. Di perjalanan pulang Dalam hati saya berharap korannya sehabis dibaca tidak di jual ke tukang nasi ataupun jajanan pasar, dan akan saya beli korannya walau sudah kadaluarsa.

Hidup di desa dengan keterbatan informasi tak membuatku buta terhadap gaya hidup anak muda, Mobilisasi di desa semakin hari semakin tinggi. Tiap hari orang-orang keluar masuk dari desa ke kota, Namun mobilitas yang sering di anggap sebagai indikator modernitas, di tempat kami menjadi lambang kekurangan, kemiskinan dan kelaparan. Semakin banyak orang-orang desa keluar menuju kota maka semakin terlihat ketidak merataan pembangunan.

waku itu saya memang keranjingan lagu-lagu band legenda itu, tak berhenti disitu saya selalu bertanya kepada orang-orang yang baru datang dari Jakarta tentang perkembangannya. kebetulan abang saya pulang pergi jakarta-desa saat saya diceritain saya tak beranjak memindahkan pantat sedikitpun, apalagi saat

memahami kanak-kanak ketika dewasa seperti membaca literatur kuno yang dilupakan zaman, membaca terbata-bata tentang ingatan yang hampir punah, dan seketika menjelma  seorang Arkeolog dengan cara berpikir seperti memutar waktu, menempatkan dirinya pada setiap yang lampau.

Bagi saya orde baru adalah ingatan kebahagian yang memliki cita rasa tinggi.

Di akhir orde baru sepertinya saya lebih merasakan kesejahteraan sebagai anak-anak . sebelum akhirnya presiden Soeharto turun jabatan.

Lalu, pertengahan musim hujan waktu itu, saya duduk di beranda rumah memandang jendela dengan rintik hujan yang sepi, musik Koes Plus saya putar, suaranya mendayu-dayu, saya mengambil kertas dan saya mulai menulis, bunyinya seperti ini: "Musik seperti yang saya pahami merupakan mantra ampuh dari kesepian, teman mesra dari kegelisahan hidup, sebagai dinding dari kegoncangan perasaan akibat dari ketidakseimbangan gerak, serta tempat berteduh saat gerimis mulai hadir secara tiba-tiba".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun