Mohon tunggu...
Saibansah Dardani
Saibansah Dardani Mohon Tunggu... Wartawan -

Warga Batam, Pengamat Perbatasan, Pecinta Jurnalistik. "Aku Menulis, Maka Aku Ada." saibansahdardani@yahoo.com 0816-1379708 atau 082171208791 WA : 0851-01221734

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Undangan Kematian

11 Februari 2016   18:00 Diperbarui: 11 Februari 2016   18:26 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Kamukah istriku…?” tanya Sukirman kepada wanita tadi.
Wanita berparas cantik itu tidak menjawab dengan kata-kata, hanya mengangguk lembut.

Tak ada komunikasi lain antara Sukirman dengan wanita itu, selain saling menatap, melempar senyum dan menebar pesona. Bahkan, Sukirman pun tak tahu siapa nama perempuan itu. Bagi Surkiman, itu saja sudah lebih dari cukup.

Minggu pagi, rumah Sukirman yang mewah tampak semakin mewah. Semua kain serba putih menghias di sebagian dinding rumah. Pelaminan Sukirman pun didesain dengan dominasi warna putih. Satu-satunya benda mencolok yang tak berwarna putih adalah dua buah daun janur kuning yang ditempel di pinggir pintu masuk rumah. Itu saja, selebihnya semua berwarna putih, termasuk gaun yang dikenakan para pagar ayu yang disewa Sukirman dari sebuah perusahaan event organizer terkenal.

Rombongan anak-anak yatim lebih dulu datang. Diikuti dengan rombongan penabuh hadrah yang berjejer rapi di depan pintu masuk rumah Sukirman. Satu-persatu undangan sudah mulai datang. Senyum para tamu dan canda mereka membuat suasana pernikahan Sukirman begitu indah dan ramah. Apalagi, suara alunan pujian shalawat nabi yang dinyanyikan oleh para penabuh hadrah sambung menyambung tiada henti.

Tak ada penghulu yang hadir dalam pernikahan Sukirman. Ia mempercayakan tugas berat menikahkan itu kepada Pak De, pembantunya. Dan mempercayakan Mbok Minah sebagai saksinya. Sudah, itu saja.

Sampai menjelang matahari bergerak mencapai titik angka jarum jam dua belas, para undangan masih menunggu pengantin wanita. Sementara Sukirman sudah duduk manis di pelaminan. Kursi pengantin wanita masih juga kosong. Sementara para tamu sudah semakin banyak, membuat luas tanah 5.000 meter persegi di rumah Sukirman terasa sempit.

Tak sedikit tamu yang berbisik menanyakan pengantin wanitanya. Tapi tak sedikit pula yang buru-buru ingin memberi ucapan selamat untuk bisa langsung pulang. Tapi bagaimana mungkin, pengantin wanitanya saja belum ada.

Meski begitu, suasana pesta pernikahan Sukirman tetap meriah. Tak sedikit diantara kolega Sukirman yang menganggap pesta pernikahan ini tak lebih dari sekadar pesta kebun dan acara makan-makan biasa. Jadi, mereka tidak begitu peduli dengan pengantin wanitanya yang belum juga datang.

Sampai akhirnya, tamu undangan benar-benar bersih. Tak ada satu pun undangan yang memberi ucapan selamat.

***

“Ya Mas Kir, mau bikin undangan apa lagi,” tanya Darto.
“Begini To, aku mau kamu bikinkan undangan seperti desain ini.”
“Ah, desain apa ini Mas Kir ?”
“Aku tidak pernah bikin undangan seperti ini,” tambah Darto sebelum Sukirman sempat menjawab pertanyaannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun