Mohon tunggu...
Saibansah Dardani
Saibansah Dardani Mohon Tunggu... Wartawan -

Warga Batam, Pengamat Perbatasan, Pecinta Jurnalistik. "Aku Menulis, Maka Aku Ada." saibansahdardani@yahoo.com 0816-1379708 atau 082171208791 WA : 0851-01221734

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pak Sani, Penjaga Beranda Terdepan Republik

27 Januari 2016   22:10 Diperbarui: 27 Januari 2016   22:41 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dampak lainnya adalah kerap kali nelayan asal Kepri yang ditangkap oleh polisi negara tetangga. Padahal, sesungguhnya mereka masih berada di wilayah perairan Republik Indonesia. Tapi karen tidak jelas batas wilayahnya, jusrtu nelayan yang jadi korban. Ditambah lagi, ketika itu, tidak ada kapal patroli milik TNI Angkatan Laut atau Polisi Air (Polair) Indonesia. Sebab, jika ada aparat kita di laut, polisi negara tetangga akan segan menangkap nelayan kita di perairan yang masih diperdebatkan batasnya itu.

Penangkapan nelayan Kepri oleh polisi negara tetangga adalah pukulan. Bukan hanya pukulan bagi nelayan, tapi juga pukulan bagi harga diri bangsa, kedaulatan dan martabat pemerintah. Termasuk, pemerintah Provinsi Kepri. Dan persoalan ini tidak boleh dibiarkan terus menerus berlalut-larut.

Sebab, secara teroritis, jika kekuatan militer dan ekonomi negara tetangga semakin kuat, jauh meninggalkan kekuatan militer dan ekonomi kita, bukan tidak mungkin, akan lebih banyak daerah-daerah yang batas wilayanya tidak jelas, akan mereka caplok. Apalagi, daerah yang memiliki kandungan sumber daya alam melimpah. Inilah yang merisaukan Pak Sani. Visinya melesat jauh ke depan melampaui kegalauan pemerintah pusat yang terkesan adem ayem saja soal batas wilayah itu. Sebab, Pak Sani lah yang sehari-hari menjaga ”berada terdepan” republik ini.

Bukti lain sikap Pak Sani yang concern dengan pembangunan ekonomi perbatasan adalah desakannya pada Jakarta agar segera membangun instrastruktur kelautan. Kongkritnya, menambah jumlah kapal-kapal besar antar pulau. Permintaan Pak Sani itu sangatlah wajar. Sebab, 96% wilayah Provinsi Kepri adalah laut. Bahkan, sebagian wilayah lautnya berhadapan langsung dengan laut Cina Selatan yang ombak dan gelombangnya, pada bulan-bulan tertentu, bagai monster bagi para nelayan.

Saat ini, kapal yang melayani masyarakat ke Natuna cuma 2 kapal perintis. Itu pun campur, manusia satu kapal dengan kambing, kerbau, sapi dan kebutuhan bahan pokok lainnya. Kondisi ini tidak bisa dibiarkan terus menerus. Kondisi ini tidak boleh dipandang sebagai keadaan normal. Jakarta harus melihat ini sebagai kondisi darurat. Karena itul, janganlah darurat ini menjadi darurat menahun. Tak selesai selesai! Makanya, Pak Sani terus mendesak Jakarta agar memikirkan hal ini. Bukalah infrastruktur jalur laut Provinsi Kepri.

Selain itu. Pak Sani juga mengusulkan kepada pemerintah pusat agar mengalokasikan dana lebih besar lagi untuk membangun 4 bandara baru di Provinsi Kepri. Yaitu di Ranai, Palmatak, Tambelan dan Jemaja. Semuanya berada di wilayah Kabupaten Natuna dan Kabupaten Anambas Provinsi Kepri. Sebab, medan laut dan pulau yang tersebar berjauhan di Kabupaten Natuna itu, tak bisa diatasi kecuali dengan membangun bandara baru. Jika tidak, pembangunan infrastruktur di pulau-pulau di Kabupaten Natuna dan Kabupaten Anambas akan berjalan lamban.

Target lain dari pembangunan 4 bandara itu adalah merangsang pertumbuhan ekonomi masyarakat di perbatasan. Juga, untuk menarik minat investor untuk mengembangkan peluang-peluang bisnis yang belum tergarap di Kabupaten Natuna dan Kabupaten Anambas. Padahal, di dalam perut bumi dan lautnya mengandung sumber daya alam yang sangat sangat melimpah.

Itulah sedikit catatan saya yang menegaskan Pak Sani memang concern pada pembangunan ekonomi perbatasan di Provinsi Kepri. Bukan hanya itu, Pak Sani juga masih kuat menembus ombak dan melawan gelombang, untuk melihat langsung kehidupan masyarakat di pulau-pulau.

Sedadar sedikit bernostalgia, saya pernah masuk dalam satu rombongan Pak Sani ke Pulau Berhala. Ketika itu, Pulau Berhala masih belum secara sah menjadi milik Provinsi Kepri. Sebab, Provinsi Jambi masih mengklaim Pulau Berhala adalah miliknya. Kami berangkat dari Tanjungpinang terus memecah ombak sampai di pelantar Pulau Dabo Singkep, berhenti sebentar.

Sebelum akhirnya, kapal speed boat kami meneruskan perjalanan menuju Pulau Berhala. Begitu tambat di Pulau Berhala, Pak Sani turun dan melihat langsung kehidupan masyarakat di sana. Berbicara, menyerap aspirasi mereka, menyelami harapan dan impian mereka....

Itulah Pak Sani, Gubernur Provinsi Kepri, sang penjaga beranda terdepan republik!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun