Mohon tunggu...
Sahyoni
Sahyoni Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar dan Pemerhati Sosial

Rakyat Badarai

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Negeri 1001 Ketua: ketika profesi ketua semakin berjaya

8 Januari 2025   08:25 Diperbarui: 8 Januari 2025   08:25 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
poto ketua sedang memberikan pengarahan (dok. pribadi)

Negeri 1001 Ketua: ketika profesi ketua semakin berjaya

Jika kita mendengar kata "Negeri 1001 Malam" maka antena telinga kita mengarah kepada Irak. Dalam konsep lokal ketika ada istilah "Negeri 1001 Rumah Gadang" maka kognitif kita akan merujuk pada Solok, tepatnya Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat. Bagaimana dengan negeri 1001 ketua? Agak bingung mungkin referensi kita mengarah kemana. Sebanarnya kita akan bahkan sudah berada dalam Negeri 1001 ketua ini.  

Sulitnya mencari ketua zaman dahulu

Ketua pada mulanya merupakan gelar sosial yang disematkan kepada orang atau individu yang mempunyai kelebihan dari anggota lainnya baik itu dalam hal umur, pengalaman, wawasan, maupun pengaruh. Dahulu, "profesi" ketua tidak begitu diminati dan cenderung menolak jika diamanahi oleh masyarakat untuk menjadi ketua. Saya ingat betul waktu SD dulu semua tidak ada yang mengacungkan jari ketika ditawarkan jabatan ketua kelas; saling lempar dan saling sanggah. Cukup alot juga untuk menentukan siapa ketua kelas pada masa itu. Ya karena tugas yang diberikan sangat variative misalnya kalau tidak ada guru datang ketua yang pergi ke kantor untuk memastikan beliau sakit atau ada halangan lain, kalau papan tulis kotor maka ketua yang maju, termasuk kalau ada kawan yang tidak masuk ketua wajib tahu.

Paham betul kami pada saat itu "tupoksi" menjadi ketua bukan kaleng-kaleng,  bahkan untuk urusan gotong royong selevel SD pun ketua yang menjadi ujung tombak. Repot dan menjengkelkan bukan?  Tidak hanya sebatas ketua kelas, pemilihan ketua karang taruna juga hampir tidak ada yang mau menjadi ketua, apalagi mengajukan diri. Akhirnya Pak Kades dan para tetua yang  berbicara heart to heart kepada salah seorang tetangga saya baru beliau bersedia. Coba saja pada saat itu sudah ada fasilitas rumah dinas, mobil operasional lengkap dengan para asisten mungkin akan lain cerita.

Ketua, pada zaman itu masih menjadi tokoh yang disegani dan memang harus mempunyai kelebihan walaupun sedikit. Sehingga ketua mempunyai pertanggungjawaban tidak hanya kepada manusia, tetapi juga kepada sang pencipta. Sebagai konsekuensinya, sedikit ketua yang berani menilep uang kas kelas, absen saat upacara, apalagi mengkapling-kaplingkan halaman ruko orang untuk dijadikan parkir liar.  

Ketua zaman now dengan segala privileged-nya

Lain dulu lain sekarang. Profesi sosial yang dahulu tidak begitu diminati, kini berubah menjadi profesional yang terkadang membuat orang saling serang untuk mendapatkannya. Ada apa gerangan Ki Sanak? Ternyata banyak keuntungan yang didapat yang kadang-kadang bisa merubah nasib. Pertama, ketua mempunyai garis koordinasi model atasan bawahan, vertikal. Kalau dalam istilah struktur organisasi, garis komando ketua tidak putus-putus. Artinya ketua mempunyai hak penuh untuk mengatur anggota di bawahnya, katakanlah sekretaris, seksi, atau kepala bidang. Tentunya dengan adanya "power" ini akan membuat ketua layaknya raja-raja zaman dahulu yang tinggal perintah saja, yang kalau ada perang dia selalu berada di dalam istana yang dijaga ratusan prajurit. Fakta berikutnya, berapa banyak ketua suatu kegiatan yang hanya datang ketika acara pembukaan saja, itupun telat dan disambut oleh para ajudan. Ketika memberikan sambutan memakai kata "kita" yang sebenarnya membuat para panitia lain tiba-tiba mual. Tapi ya sudahlah, daripada honor tidak cair, menahan diri lebih baik. Kedua, ketua selalu menempati list tertinggi dalam urusan honor, apapun itu kegiatannya. Hampir tidak pernah saya temukan honor ketua lebih rendah dari pada seksi konsumsi, seksi akomodasi atau supir apalagi CS. Kalau ketemu berarti anda berada di bagian kutub lain dan layak diundang ke podcast close the door. Ya, ketua mempunyai tanggungjawab yang berat terhadap kegiatan wajar saja honornya lebih, dalih sebagian orang. Toh ketika ada masalah tidak terselesaikan sendiri oleh ketua, tetap akhirnya bawahan dilibatkan juga.  Ketiga, ketua mempunyai banyak link, bahkan bisa dikatakan sebagai hyperlink. Ini serius, saking banyaknya jejaring yang mereka tekuni. Loh, iya bener kalau kita cek istilah internet hyperlink adalah link yang menghubungkan bagian tertentu di dalam file, program, atau website ke file lain atau page lain lainnya. Hanya bermodalkan link dan ditambah sedikit lips service para ketua diburu oleh para timses pilkada atau pilpres atau pil pil yang lain termasuk pilkades, kecuali pil KB. Jasa para ketua sangat menjanjikan dalam melakukan mobilisasi masa bahkan dalam hal mendulang jumlah suara. Tak mengherankan jika para ketua mendapat atensi khusus sehingga diundang di hotel untuk pertemuan penting.   

Antara imun dan main aman

Profesi ketua secara kasat mata kini mulai mendapat tempat dan diakui dalam dunia perkarieran; cukup diperhitungkan setelah tukang parkir liar. Walaupun sama-sama jenis pekerjaan yang baru berkembang dan naik daun, tetapi ketua terlihat lebih elegan dan berkharisma. Kalau jukir liar  mengandalkan fisik dan otot untuk mendapat pengakuan, tetapi ketua mengandalkan otak dan pengaruh dalam SOP kerja sehari-hari. Kalau ada korupsi yang level UMR dalam suatu lembaga, biasanya ketua tidak terlibat. Cukup memberikan klarifikasi ke media dan bertemu dengan para ketua yang lain tentunya. Ini sebenarnya resep turun temurunnya. Case closed. Ujung-ujungnya nanti anak buah yang membereskan, entah sebagai tumbal atau sebagai kanibal kasus. Sederhananya, kalau ada kasus yang "mangkrak", tidak tersentuh hukum, vonis hukuman yang "disunat" kadang di luar nurul discount-nya atau bahkan sering dapat remisi gila-gilaan maka pakailah parameter "ketua" untuk mengalisa isu tersebut. Apakah dia ketua suatu organisasi, aliansi, forum, atau lembaga tertentu. Yang kedua apakah seseoang tersebut kenal dengan ketua-ketua yang lain. Kalau juga tidak ketemu juga, maka lihatlah silsilah keluarganya, apakah dia terlahir dari anak ketua juga, anak adopsi ketua bahkan keluarga jauh ketua.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun