Malam itu langit dipenuhi bintang. Bali seoalah begitu dekat. Lampu-lampu sudah begitu jelas kelihatan dari sini. Tak berapa lama, kapal ferri yang saya tumpangi siap mengantarkan saya menuju pelabuhan Gilimanuk Bali. Perlahan, kapal pun mulai berjalan meninggalkan pelabuhan Ketapang Banyuwangi menuju pelabuhan Gilimanuk Bali.
Di kapal, saya dan rombongan lainnya sengaja mencari tempat duduk di bagian paling atas kapal. Dari sini, kita bisa meikmati bintang dan kerlap-kerlip lampu yang begitu indah. Tak berapa lama, handphone saya berdering. “Kamu dimana sekarang?,” pertanyaan itu langsung terdengar begitu saya mengangkat telpon. Ternyata yang menelpon adalah sepupu saya, Ardi yang ada di Surabaya.
Saya memang sengaja memberi kabar kalau saya berada di Surabaya saat itu. Tak heran jika ia menelpone sekarang. “Saya lagi di kapal menuju Bali. Saya mau ke Lombok,” kataku. “Ngapain ke Lombok? Itu sama saja kayak di kampung,” ujarnya. “Liburan aja,” kataku. Tiba-tiba handphone yang saya pakai mati. Wajar, saya belum pernah mengisi baterei sejak perjalanan dari Surabaya menuju Banyuwangi.
Akhirnya saya kembali menikmati perjalanan yang begitu indah dari atas kapal. Dari kejauhan, terlihat orang-orang sedang melambaikan tangan dari kapal lain. Kemungkinan itu kapal dari Bali menuju Banyuwangi. Tak terasa kapal sudah sampai di pelabuhan Gilimanuk Bali. Ternyata penyebrangannya tidak jauh. Hanya sekitar 30-40 menit saja dari pelabuhan Ketapang Banyuwangi menuju pelabuhan Gilimanuk ini.
Akhirnya, saya dan rombongan lainnya pun bergegas turun dari kapal dan berjalan kaki keluar dari pelabuhan. Dari kejauhan, terlihat beberapa anggota TNI berdiri di depan pos penjagaan sebelum keluar dari pelabuhan. Beberapa orang yang melewati pos tersebut terlihat membuka dompet. Ternyata ada pemeriksaan kartu tanda penduduk (KTP) sebelum keluar dari pelabuhan ini.
Saya pun mulai membuka dompet dan menyiapkan KTP untuk diperlihatkan kepada petugas. Saat keluar, saya dan rombongan lainnya dari Jakarta langsung menuju terminal. Dari sini, saya masih harus melanjutkan perjalanan menuju pelabuhan Padangbai Bali. Perjalanan dari Gilimanuk menuju Padangbai sekitar empat sampai lima jam perjalanan menggunakan bus.
Hanya ada dua bus yang ada begitu saya sampai terminal dekat pelabuhan Gilimanuk ini. Satu masih kosong. Sementara bus yang satunya lagi sudah terisi. Akhirnya saya pun naik. Tas yang saya bawa cukup besar jika saya bawa naik. Seorang teman menyarankan agar tas yang saya bawa di simpan di atas bus. Saya pun mengiyakan. Setelah itu baru saya mencari tempat duduk.
Mungkin saya kurang beruntung malam itu. Semua kursi yang ada sudah full. Saya pun memilih untuk duduk di bagian tengah, diapit oleh kursi-kursi yang memiliki sandaran. “Tak apalah, yang penting bisa sampai ke pelabuhan Padangbai,” kataku.
Panas dan bau keringat sudah bercampur aduk disini. Sementara bus belum juga bergerak dari tempatnya. Meski kaca jendela di samping kiri kanan di buka tetap saja panas. Bagaimana tidak, penumpang yang ada sepertinya sudah melebihi kapasitas dari bus ini. saya masih cuku beruntung karena mendapatkan tempat duduk meski tanpa sandaran. Sementara yang lain, ada yang tidak mendapatkan tempat duduk. Sehingga terpaksa harus duduk melantai di dekat pintu bagian depan bus.
Perlahan, bus pun melau bergerak. Seketika, rasa penas dan pengap pun mulai berkurang karena adanya udara yang berhembus dari jendela yang sengaja dibuka. Perjalanan menuju pelabuhan Padangbai pun dimulai. Bus mulai melaju dengan kencang. Tiba-tiba, rasa gantuk pun datang menghapiri.
Di depan, penumpang lain pun sudah mulai tertidur. Saya pun memutuskan untuk tidur karena tidak bisa menahan rasa gantuk. Mata sudah tidak bisa lagi bersahabat. Sulit dikendalaikan lagi. Akhirnya saya pun tertidur dengan posisi membungkuk kedepan. Menyandarkan tangan ke bangku sebelah kiri yang berada di depan saya.
Di tengah perjalanan, tiba-tiba ada yang membangunkan saya. Saat membuka mata, ternyata kenek bus. Belum sempat saya bertanya pada kenek bus, teman yang berada di samping kanan saya langsung memberi tahu, “Bayarnya Rp 60.000 per orang,” bisiknya. Saya pun langsung menyodorkan uang enam puluh ribu kepada kenek bus tersebut.
Pukul 04.40 WITA bus berhenti. Saat membuka mata, papan bertuliskan pelabuhan Padabai pun langsung terlihat. Suasana masih sepi. Tak terlihat satu pun kendaraan yang lewat selain bus yang saya tumpangi. Saya pun turun dan sempat nongkrong di depan toko dekat pelabuhan bersama rombongan lain yang akan melanjutkan perjalanan ke lombok.
Untuk menyebrang ke Lombok, kita bisa menggunakan kapal ferry. Sebenarnya, rencana awal saya akan menyebrang menggunakan ferry ke pelabuhan Lembar lombok. tapi rencana itu pun saya batalkan. Ternyata, dari pelabuhan Padangbai Bali ada boat yang langsung menuju gili Trawangan.
Setelah melakukan proses tawar menawar, akhirnya tiket yang tadinya 250 ribu turun menjadi 190 ribu saja. Selain harganya yang tidak terlalu mahal, waktu tempuh menuju gili Trawangan juga hanya satu setengah jam saja.
Sementara kalau naik ferry ke pelabuhan Lembar memakan waktu sekitar 4-5 jam perjalanan. Dari sini, masih harus naik angkutan umum atau taxi menuju pelabuhan Bangsal. Setelah itu baru menyebrang lagi menuju gili Trawangan. Itulah kenapa saya lebih memilih naik boat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H