Ada permasalahan yang perlu disoroti di era digital, seperti permasalahan kebebasan berekspresi di media sosial. Contoh permasalahan kebebasan berekspresi di era digital adalah “ketika wanita mengupload foto seksi yang mempertontokan tubuh mereka di media sosial, baik itu di instagram atau di media sosial yang lain dan kemudian selang beberapa waktu muncul beberapa komentar negatif yang seringkali komentar negatif ini datang dari kalangan laki-laki yang menunjukkan hasrat atau birahi seorang laki-laki, dalam kasus seperti ini kira-kira yang salah siapa? Apakah salah orang yang mempertontonkan tubuhnya di media sosial dengan dalih kebebasan berekspresi atau netizen yang berkomentar negatif?”.
Menurut saya untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu studi yang mendalam dan data-data yang sangat banyak dan juga terbukti kebenarannya. Selain pertanyaannya yang sensitif karena menyangkutpautkan gender dan terkesan patriarkis juga karena pertanyaan tersebut perlu dijawab dari berbagai sudut pandang dan berbagai kajian ilmu pengetahuan. Namun, bukan berarti permasalahan tersebut tidak bisa dibahas menggunakan pendekatan yang lebih sederhana.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita seminimal mungkin harus melihatnya dari dua sudut pandang, yaitu sudut pandang orang yang menginginkan kebebasannya tidak terkekang dengan mengunggah foto-foto seksi di media sosial dan sudut pandang netizen yang berkomentar negatif di kolom komentar sebagai bentuk respons atas foto yang diunggah tersebut.
Yang pertama akan saya bahas terlebih dahulu adalah dari sudut pandang orang yang mengunggah foto seksinya di media sosial, Dari sudut pandang yang pertama ini sebenarnya akan muncul pertanyaan, seperti alasan mengapa orang tersebut mengunggah foto-foto seksinya di media sosial. Alasan mereka mengunggah foto-foto tersebut biasanya adalah hanya karena kebebasan berekspresi semata. Mereka berpandangan bahwa setiap orang berhak untuk mengekspresikan dirinya masing-masing, baik itu di kehidupan nyata maupun di media sosial. Pendapat yang menggunakan dalih kebebasan berekspresi sebenarnya mudah sekali untuk disangkal, karena kebebasannya tersebut pasti akan bertabrakan dengan kebebasan orang lain, yang dalam hal ini adalah netizen. Seseorang boleh bebas untuk mengunggah foto-foto seksinya, tetapi netizen juga bebas untuk berkomentar, apapun komentarnya. Mengingat sebenarnya kalaupun ada komentar-komentar negatif bertebaran di kolom komentar, seorang influencer tersebut bisa saja abai dengan komentar tersebut selagi tubuhnya fisiknya tidak diapa-apakan.
Selain menjadikan media sosial untuk kebebasan berekspresi, juga ada alasan lain yang melatarbelakangi mereka mengunggah foto-foto seksinya. Menurut Dr Blake, Psikolog sosial di Universitas NSW yang meneliti hubungan antara prevalensi selfie seksi, ketimpangan pendapatan dan ketidaksetaraan gender. Dia berpandangan bahwa foto-foto tersebut digunakan sebagai salah satu cara bagi wanita untuk mendaki hierarki sosial, terutama bagi mereka yang menemukan cara untuk mengeruk keuntungan dari foto-foto mereka sebagai influencer media sosial.
Dan alasan ini pun cukup masuk akal, karena memang kondisi ekonomi bisa saja menjadikan seseorang untuk berlaku apa saja asalkan kebutuhan hidup sehari-harinya terpenuhi dan karena ternyata ada cara yang mudah untuk mendapatkan uang, maka dia menggunakan cara ini untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup.
Dari berbagai alasan tersebut, menurut saya sebenarnya tidak masalah ketika ada orang terutama wanita, baik itu dengan dalih kebebasan berekspresi atau karena bisa mendapatkan keuntungan dengan mengunggah foto-foto seksinya, yang menjadi masalah adalah ketika orang tersebut tersinggung ketika mendapati komentar-komentar negatif. Seharusnya dari awal, dia tahu resiko apa yang akan dia dapat ketika mengunggah foto-fotonya yang tentu dalam banyak budaya, terutama budaya bangsa Indonesia sendiri menganggap hal tersebut sebagai sesuatu yang kurang baik. Karena ada norma-norma budaya yang dilanggar inilah tentu akan ada beberapa orang yang berkomentar negatif dalam menganggapi hal ini. Walaupun kita hidup di era demokrasi yang memang sangat menjunjung tinggi hak asasi manusia yang artinya hak masing-masing orang selagi itu tidak merampas kebebasan orang lain atau mengganggu pihak lain, maka kebebasan tersebut dilindungi. Tetapi masih juga ada beberapa orang yang memegang teguh budayanya sendiri yang tentu sangat menjunjung tinggi moralitas yang tentu moralitas ini sudah disepakati bersama-sama mana perbuatan yang bermoral dan mana yang amoral. Sebagai orang yang menganggap kebebasan berekspresi harus dijunjung tinggi, sebaiknya kita harus juga menghargai budaya-budaya yang berbeda ini.
Selain dari sudut pandang orang yang mengunggah foto, hal ini juga bisa dilihat dari sudut pandang seorang netizen yang suka menanggapi hal tersebut dengan komentar-komentar negatifnya. Menurut saya, komentar negatif sendiri itu tidak diperlukan. Kalaupun tujuannya untuk mengingatkan agar seorang pengunggah ini memperbaiki perilakunya, maka haruslah menggunakan cara-cara yang baik, tidak perlu menggunakan kata-kata yang kasar yang pada akhirnya membuat orang tersebut mentalnya jatuh.
Mungkin yang membuat beberapa orang berkomentar negatif, salah satunya adalah karena menganut budaya konservatif dan tidak diikuti dengan pendidikan yang memadai, sehingga ketika ada orang yang bertindak sesuka hatinya maka akan timbul rasa untuk segera menghakimi orang lain karena nilai-nilai yang berbeda ini.
Selain karena budaya, juga bisa karena sifat alami laki-laki yang tentu saja akan bernafsu ketika melihat tubuh seorang perempuan. Karena nafsu tersebut tidak terkontrol dengan baik, maka timbullah komentar-komentar negatif dengan harapan akan direspon oleh influencer yang bersangkutan.
Solusi untuk mengatasi komentar negatif ini adalah dengan memberikan pemahaman pada masyarakat, terutama masyarakat konservatif ini bahwa zaman sudah berubah dan kalaupun kita ingin melestarikan budaya-budaya yang ada dan sudah ada batasan tersendiri mengenai mana tindakan yang moral dan mana yang tidak bermoral ini. Setidaknya mereka paham akan ada budaya yang berbeda di luar sana yang sedang menjangkiti masyarakat di zaman sekarang ini, sehingga akan menjadikan masyarakat atau netizen ini bisa lebih bijak lagi dalam berkomentar.
Sebenarnya permasalahan ini tidak saja hanya dialami oleh perempuan, tapi bisa saja oleh laki-laki. Tetapi karena kebanyakan kasus ini terjadi pada perempuan, maka yang saya angkat ini adalah isu yang berkaitan dengan perempuan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H