[caption caption="Self/Less (image:listal.com)"][/caption]
“God Created Man. Man Created Immortality!”
Sepenggal kalimat tersebut menghiasi cover dari film yang dirilis Juli 2015 lalu ini. Manusia memang diciptakan Tuhan dengan begitu sempurna dari antara makhluk lain yang menghuni bumi, namun tetap saja sebagai makhluk hidup, manusia tidak terlepas dari siklus kehidupan yang dikendalikan oleh waktu. Sudah kodratnya manusia akan menua dan pada akhirnya harus menghadapi maut yang tidak pernah diketahui kapan datangnya. Tidak perduli seberapa berpengaruh di bumi, seberapa banyak harta yang dimiliki dan seberapa kuat seseorang, maut tetap saja tak memandang bulu. Siapa yang bisa resisten dengan penuaan?
Menggunakan kosmetik anti aging tercanggih sekalipun tak akan pernah bisa menyelamatkan manusia dari kematian. Hal inilah yang dianggap menjadi suatu kelemahan manusia, maka banyak orang yang akhirnya melakukan apapun demi mendapatkan keabadian. Ketakutan manusia akan kematian dan ketidakrelaan meninggalkan kehidupan di bumi, menjadikan manusia ingin menciptakan keabadiannya sendiri. Satu di antara pendamba keabadian ini adalah Damian Hale.
Damian Hale (diperankan oleh Ben Kingsley) merupakan seorang billyuner yang memiliki kehidupan bagaikan seorang raja. Harta melimpah, bisnis yang luar biasa sukses dan sejumlah pengawal setia yang selalu siap untuk membantunya. Kehidupannya serba mudah dan Ben juga merupakan seorang dermawan yang biasa menghamburkan sejumlah cek berisi jutaan dollar untuk organisasi-organisasi nirlaba. Sayang di usianya yang muali senja, Damian mulai menyadari kesehatannya yang kian lama makin memudar. Hingga Ia akhirnya mengetahui kalau tubuhnya kini tengah di serang Kanker yang sewaktu-waktu akan merenggut nyawanya. Mengetahui hal itu, Damian berubah menjadi pemurung yang tiap hari mengeluhkan penyakitnya kepada sahabatnya, Martin (Victor Garber). Hingga suatu hari dia menemukan sebuah kertas yang diam-diam sengaja dikirimkan kepadanya berisi sebuah nomor telepon yang mengklaim akan menjadi solusi dari ketakutan Damian.
Setelah dihubungi, Damian akhirnya mendatangi tempat si pemilik nomor yang ternyata adalah sebuah lab rahasia tempatnya mempraktekkan prosedur ekstrem memindahkan kesadaran/ruh seseorang yang telah menua ke tubuh yang lebih sehat secara fisik. Mendapat penawaran seperti itu, Damian kembali bersemangat karena akhirnya dia akan terlepas dari kematian. Dia rela membayar dengan sangat mahal prosedur tersebut dan tentu saja berita kematiannya harus dipublikasikan. Singkatnya di tubuh yang baru, Damian akan memiliki hidup yang baru pula. Prosedur tersebutpun berhasil dilakukan oleh professor Albright (Matthew Goode). Ajaib, prosedur itu berhasil dan kini Damian telah dipindahkan ke tubuh pemuda tampan . Damian yang dulunya seorang pria tua telah berubah menjadi pemuda sehat yang mempesona, identitas barunya adalah Edward Kittner (Ryan Reynolds). Edward aka Damian kembali penuh prima dan kesehatan yang luar biasa, Ia begitu menikmati hidupnya dengan sejumlah wanita muda dan berbagai kesenangan duniawi lainnya.
Tetapi di balik fisiknya yang prima, Edward harus selalu mengkonsumsi pil-pil untuk menghilangkan efek samping dari prosedur tersebut. Jika lupa atau tidak meminumnya secara teratur, Edward akan berhalusinasi puluhan kenangan mencekam yang tidak satupun dimengertinya. Beberapa kali Edward mengalami hal ini yang selalu membuatnya kelelahan dan seklaigus penasaran ada apa dengan halusinasinya selama ini. Dimana Edward selalu melihat seoang wanita muda dan anak kecil yang menangis di sela-sela penembakan tragis di sebuah rumah yang bahkan tidak pernah dikunjunginya. Rasa penasaran itu menimbulkan pertanyaan sebenarnya tubuh siapakah yang ‘dipakai’ Edward saat ini? Namun professor Albright tidak pernah mau memberikan jawaban yang pasti. Takut kedoknya sebagai praktek illegal, Ia selalu berbohong kepada Edward.
Tak tahan lagi dengan pikirannya yang kacau balau, Edward pada akhirnya mencari tahu sendiri rumah yang selalu merasuki pikirannya. Hingga akhirnya berhasil ditemukan sebuah rumah sederhana di St. Louise dimana ternyata di sana pula Ia bertemu dengan wanita yang ada dalam halusinasinya. Lwbih mengejutkan lagi, Edward harus menghadapi kenyataan bahwa dirinya adalah suami dari wanita tersebut (Madeline) yang juga memiliki seorang puteri kecil yang begitu menyayanginya. Peristiwa penembakan yang selalu membayangi pikirannya terjadi cukup lama yang akhirnya menjadi penyebab kematiannya di waktu yang lalu. Mendapati sosok ‘suaminya’ hidup kembali tentu saja Madeline sangat bahagia terutama putri kecilnya. Ternyata suaminya ini merupakan mantan tentara dulunya sebelum meninggal dan bernama Mark. Kini Damian memiliki tiga identitas! Terjebak dalam kondisi tersebut semakin membuat Edward kebingungan, di satu sisi Ia ingin mengacuhkan Madeline dan putri kecil yang lucu tersebut. Di sisi lain, dia kasihan dan ingin menyelamatkan keduanya. Tentu saja Damian tidak pernah mengharapkan ini sebelumnya. Dan kini penyesalan mulai menghampirinya, di saat itu professor Albright mulai mengejarnya dan ingin membunuhnya karena dianggap mengancam kelangsungan bisnis illegalnya.
Di masa kritis tersebut, Damian mulai mengetahui bahwa sebelumnya Mark memang telah menjual tubuhnya kepada professor Albright demi memperoleh uang untuk menyembuhkan puteri kecilnya yang sekarat. Itulah yang berhasil menyentuh nurani seorang Damian hingga masih bertahan menjaga madeline dan puterinya. Di samping itu, kedua perempuan tersebut juga dijadikan buronan oleh anggota Albright yang ganas dan bisa berganti fisik setiap hari. Karena setiap anggotanya tewas di tangan Edward, maka Albright akan menghidupkannya kembali dengan fisik yang berbeda. Menyeramkan bukan? Kini Edward harus mulai mempelajari sikap seorang ayah yang memiliki puteri kecil dimana tidak mungkin mengerti dan paham dengan apa yang telah dialaminya. Di samping itu, Edward juga harus menerima banyak kejutan termasuk sahabatnya, Martin yang juga telah menggunakan jasa Albright untuk menghidupkan putera kecilnya yang telah lama meninggal. Kini Edward diselimuti situasi mengerikan dan mulai memahami bahwa kematian itu adalah kodrat yang tak bisa ditolak. Tetapi telah terlambat, kini Ia terjebak di dalamnya dan harus menyelesaikan semua yang telah dimulainya termasuk membinasakan professor Albright.
Film bergenre fiksi ilmiah dan thriller ini memang seakan mengingatkan bahwa yang namanya hidup tidak akan pernah terlepas dari kematian. Keabadian hanya milik Sang pencipta. Sayangnya banyak manusia yang tidak menerima dan dirajai oleh rasa penasaran yang berujung dengan melakukan berbagai percobaan/riset yang sebenarnya akan selalu cacat. Kisah Damian dalam film ini misalnya, secara basic prosedur tersebut bisa dikatakan berjalan lancar. Namun apakah kehidupan yang diharapkannya kembali? Saat menjadi Edward, kehidupan Damian sebenarnya telah memudar dan mati. Malah dengan melawan takdir, Damian justru terjebak dalam pusaran masalah yang tidak akan ada habisnya.
Secara keseluruhan, tema yang diangkat dalam film yang dirilis 10 Juli 2015 ini memang cukup kontroversial namun tetap mampu menarik perhatian para pecinta film. Selain kepiawaian akting Ryan Reynolds, film ini juga mampu menampilkan alur yang mudah dimengerti dan to the point alias tidak bertele-tele. Maka tak ada salahnya untuk kembali menyaksikan film besutan Tarsem Singh ini untuk menjadi semacam alarm bagi kita bahwa sewaktu-waktu ajal akan menjemput dan keabadian hanyalah milik sang Khalik. Maka di kehidupan yang singkat ini, mari mengumpulkan perbuatan baik kepada sesama sehingga tidak ada ketakutan saat kematian mulai membayangi kelak.
Salam Kebaikan!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI