Mohon tunggu...
Sahroha Lumbanraja
Sahroha Lumbanraja Mohon Tunggu... Teknisi - Masih percaya dengan Cinta Sejati, Penggemar Marga T..

When You Have nothing good to say, Then Say nothing!!! Email: Sahrohal.raja@ymail.com IG: @Sahroha

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Jangan Terlena dengan Lilyana Natsir/Tontowi dan Hendra Setiawan/Ahsan, Munculkan Bintang Baru!

13 November 2015   18:30 Diperbarui: 13 November 2015   21:59 864
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Kiri-Kanan, Mohammad Ahsan-Hendra Setiawan-Lilyana Natsir dan Tontowi Ahmad (image:http://badmintonindonesia.org/)"][/caption]

Saatnya Move On dari Hendra-Ahsan dan Liliana-Tontowi

Menjelang akhir tahun, Federasi Bulutangkis Dunia (Badminton World Federation) segera merampungkan tur dunia untuk perebutan gelar Superseries dalam menentukan atlet-atet badminton dunia terbaik yang akan tampil dalam gelaran BWF World Superseries Final di Dubai pada 9-13 Desember mendatang. Dari 12 turnamen Superseries dan Superseries Premier yang dijadwalkan untuk tahun 2015 dimulai dengan All England, India Open, Malaysia Open, Singapore Open, Australia Open, Indonesia Open, Japan Open, Korea Open, Denmark Open dan France Open 2015, tersisa dua turnamen lagi sekaligus menjadi dua kesempatan terakhir atlet badminton untuk mengumpulkan poin. Dua turnamen tersebut adalah Hongkong Open Superseries yang akan dihelat pada 17-23 November dan Thaihot China Open Superseries Premier yang kini tengah berlangsung sejak Selasa (10/11/2015) lalu. Sebagai turnamen bergengsi yang mana menawarkan poin yang besar ditambah hadiah fantastis, rangkaian Superseries ini akan menjadi buruan semua atlet terbaik dari semua Negara. Maka setiap Negara mengirimkan squad terbaiknya demi meraih gelar sebanyak-banyaknya.

Dari sepuluh turnamen Superseries yang telah berlangsung, Tiongkok memimpin dengan 22 gelar juara (medali emas) untuk semua nomor yang diperlombakan. Sumbangan emas untuk Tiongkok paling banyak dari Tunggal Putera (Chen Long) dan ganda campuran (Zhang Nan/Zhao Yunlei). Korea Selatan menjadi runner-up  dengan mengoleksi 10 emas, terbanyak oleh kemenangan ganda putera Lee Yong Dae/Yoo Yeon Seong yang begitu kuat tahun ini. Jepang dan Spanyol menyusul dengan meraih 4 medali emas sepanjang tahun. Hebatnya, hanya dengan memiliki seorang Carolina Marin, Spanyol mampu berkibar di empat turnamen dengan posisi puncak. Bagaimana dengan performa atlet kita?

Sayangnya, dari sepuluh turnamen Superseries 2015 dengan mengumpulkan hasil dari semua nomor yakni Tunggal Putera/i, Ganda Putera/i ditambah ganda campuran, Indonesia hanya mampu membawa pulang tiga gelar saja. Ketiganya adalah pertama berkat kemenangan ganda Putera Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan di Malaysia Open Superseries Premier, lalu pasangan putera lainnya Angga/Ricky di Singapore Open Superseries serta yang ketiga adalah kemenangan ganda putri Greysia Polii/Nitya Maheswari di Korea Open Superseries akhir September lalu. Bukankah kita memiliki salah satu ganda campuran  terkuat dunia? Ya, kita mempunyai Liliana Natsir/Tontowi Ahmad, sayangnya keduanya belum berhasil merebut satupun gelar superseries tahun ini. Pasangan yang menjadi tumpuan Indonesia di semua ajang bulutangkis Internasional ini seringkali kalah di babak final hingga harus puas sebagai runner-up.

Dengan hanya mampu membawa tiga gelar dari 50 gelar yang telah dipertandingkan sejauh ini memang cukup menyedihkan mengingat sejarah prestasi Indonesia di cabang olahraga ini begitu baik. Tetapi tampaknya kita memang terlalu terlarut dengan masa lalu tanpa berbenah untuk masa depan. Setelah era Susi Susanti berakhir, Indonesia memang seperti telah kehilangan sosok atlet juara yang akan mampu membawa nama harum bangsa di dunia. Lalu muncullah dua pemain hebat yang kembali memunculkan asa Indonesia untuk unjuk gigi di turnamen bulutangkis dunia. Era berganti dan menjadi milik Liliana Natsir dan Hendra Setiawan. Keduanya adalah Play maker yang sukses menjuarai berbagai turnamen tingkat dunia semenjak 2013 yang juga menjadikan mereka sebagai andalan meraih juara hingga sekarang ini. Kepiawaian Liliana Natsir teruji dengan selalu mampu menjadi juara walau pasangannya berbeda. Bersama Nova Widianto, Ia meraih medali perak Olimpiade dan juga menjadi juara dunia selama dua kali berturut-turut (2005 dan 2007), bermain di ganda puteri bersama Vita Marissa, gelar Indonesia Open dan Sea Games juga berhasil dipersembahkannya untuk negeri. Lalu kini atlet yang sering dipanggil Butet ini berpasangan dengan Tontowi Ahmad, puluhan gelar Superseries telah dikumpulkannya. Sayang di tahun ini, penampilan pasangan ini sedikit merosot. Masa kejayaan Liliana/Tontowi sepertinya terjadi di dua tahun belakangan.

Senada dengan Liliana Natsir, Hendra Setiawan juga menjadi kuda hitam Indonesia di berbagai turnamen dunia. Tak terhitung banyaknya prestasi yang diukirnya untuk mengharumkan bangsa. Dia mempersembahkan emas Olimpiade Beijing 2008 bersama pasangannya Markis Kido waktu itu dan juga menjadi Juara Dunia di tahun 2007. Berganti pasangan dengan Mohammad Ahsan, Hendra Setiawan juga menjadi juara dunia di tahun 2013 dan 2015 dihiasi puluhan gelar Sperseries selama karirnya. Hebatnya lagi, Hendra Setiawan pernah menjadi ganda Putera peringkat satu dunia bersama kedua pasangannya. Namun di tahun 2015 ini, dominasi Hendra/Ahsan tak seperti tahun 2013 lalu. Keduanya sering terhenti oleh ganda Korea, Lee Yong Dae/Yoo Yeon Seong.

Pasangan Liliana Natsir/Tontowi Ahmad dan Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan memang sudah menjadi ikon bulutangkis Indonesia selama beebrapa tahun ini, tanpa melupakan kemampuan ganda puteri, Greysia Polii/Nitya yang semakin membaik. Masa keemasannya selama dua tahun terakhir, membuat rasa optimisme untuk menang semakin besar terutama di Kompetisi besar. Kemenangan-kemenangan mereka pun secara tidak sadar telah membuat masyarakat pada umumnya dan PBSI pada khususnya terlena dan cepat puas dengan raihan gelar di ganda putera dan ganda campuran. Sehingga tidak heran, belum ada regenerasi yang akan mampu meneruskan masa kejayaan keduanya. Sebagai atlet yang selalu dituntut untuk menang, tanpa junior sebagai pelapis yang bisa ‘mengaum’ jelas beban Butet/Tontowi dan Hendra/Ahsan lebih berat daripada atlet lainnya yang diberangkatkan. Maka ketika mereka kalah, sementara ekspektasi masyarakat sudah di langit, kekecewaanpun tak terelakkan yang kemudian banyak komentar negative hingga bullyan terhadap atlet-atlet ini. Siapa yang salah? PBSI mungkin akan berkata Memangnya Regenerasi Itu Mudah?

Regenerasi memang tidak mudah atau instan terjadi. Kita tidak bisa menyamakan dengan negeri Tiongkok, yang junior-juniornya begitu cepat ‘dewasa’ dan langsung melenggang menjadi juara Superseries. Atau Jepang yang puteri-puterinya langsung tampil perkasa di usia muda dan mengalahkan puteri-puteri senior Tiongkok. Lalu apa yang bisa dilakukan? Saat regenerasi atlet terasa sulit, mengapa tidak mencoba atlet unggulan ini untuk bermain rangkap dengan memperdayakan pemain muda? Inilah satu solusi yang sepertinya tidak dipikirkan atau bahkan diacuhkan oleh PBSI. Berkacalah kepada Korea Selatan bahkan Tiongkok yang regenerasinya berlangsung cepatpun masih memaksa atletnya untuk bermain rangkap dengan menggandeng pemain muda. Hasilnya? Mempercepat regenerasi dan tidak menutup kemungkinan akan menjadi juara-juara dunia baru yang segera menggantikan para pemain top seperti sekarang ini.

Mari memulai dengan Tiongkok. Negeri ini memang menjadi raja bulutangkis di dunia. Memiliki ratusan atlet yang siap menantang pemain dari Negara manapun. Pasangan Zhang Nan/Zhao Yunlei yang kini menjadi ganda campuran terbaik dunia dan paling susah ditaklukkan sepanjang tahun ini adalah milik negeri Tirai bamboo. Apakah mereka puas dengan gelar superseries dan peringkat satu dunia yang kemudian menjadikan pasangan ini eksklusif? TIDAK! Nyatanya, Zhao Yunlei juga bermain di ganda puteri bersama Tian Qing (peringkat 5 dunia) dan juga menggandeng Zhong Qianxing (menjuarai Japan Open 2015). Sementara pasangannya, Zhang Nan juga menjadi peringkat tiga dunia di ganda putera bersama Fu Haifeng. Ini baru dua nama, masih ada puluhan nama pemain top Tiongkok yang bermain rangkap seperti Tian Qing, Yu Yang, Tang Yuanting, Ma Jin dan sebagainya.

Korea Selatan juga memiliki pemain ganda peringkat satu dunia yang juga paling susah ditaklukkan sepanjang tahun. Mereka adalah Lee Yong Dae/Yoo Yeon Seong. Walau menjadi pasangan terbaik sejagad dan koleksi juara di puluhan turnamen, keduanya tetap ‘dipaksa’ untuk bermain rangkap demi mendongkrak medali. Lee Yong Dae bermain di ganda campuran bersama Lee So Hee dan Yoo Yeon Seong juga bermain di ganda campuran berpasangan dengan Chang Ye Na, kedua pasangan ini tak jarang lolos hingga babak utama. Tak hanya mereka, Lee So Hee, Chang ye Na juga bermain di ganda puteri. Belum lagi atlet Jepang Misaki Matsutomo yang kini menjadi peringkat pertama dunia untuk ganda Puteri bersama Ayaka Takahashi, keduanya juga bermain rangkap di ganda campuran yang tak jarang menjadi lawan berat bagi atlet-atlet tangguh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun