[caption caption="Poster film Toba Dreams"][/caption]
Kekayaan budaya dan adat memang menjadi salah satu keunggulan Indonesia yang jarang dimiliki oleh Negara lain di dunia. Dengan beranekaragam suku, maka Nusantara juga dihiasi oleh potensi budaya yang sangat besar dan patut untuk dilestarikan. Sebagai salah satu unsur dari seni, maka tak heran budaya atau adat istiadat leluhur kadang banyak diekspos ke dalam sebuah karya komersil seperti perfilman. Insan perfilman Indonesia memang belakangan kerap mengangkat suatu budaya daerah sebagai pembungkus scenario cerita yang ingin dikisahkan. Hal ini tentu saja positif mengingat perkembangan zaman yang semakin lama mengerus kebudayaan leluhur,sehingga generasi muda tidak banyak yang mengetahui budaya pendahulunya. Dengan mengangkatnya ke layar bioskop, maka sedikit banyak akan membuka cakrawala berpikir para generasi muda untuk sadar betapa kayanya Indonesia akan budaya dan tradisi. Karena tidak dapat dipungkiri, remaja sekarang akan lebih tertarik menonton di bioskop daripada mendengarkan nenek atau kakeknya menceritakan silsilah keluarga beserta adat-istiadatnya. Inilah alasan yang menguatkan bahwa pembelajaran budaya melalui film akan jauh lebih efektif bagi generasi muda sekarang.
Salah satu tema budaya yang belakangan banyak diangkat ke film bioskop adalah budaya Batak. Sineas perfilman Indonesia tampaknya semakin tertarik untuk memberikan sentuhan batak dalam film-filmnya. Menariknya budaya Batak mulai dari adat, Bahasa hingga Logat masyarakat aslinya menjadi ‘faktor X’ yang membuat sutradara-sutradara film untuk membuat lagi dan lagi tentang Batak. Kini tak hanya sebagai pelengkap dalam suatu film, beberapa filmpun mulai mengangkat budaya batak secara utuh dan tentu saja dicampurkan dengan romansa sebagai pemanis dari cerita. Film-film inipun bisa dikatakan cukup sukses secara komersil dan mampu menarik perhatian banyak orang. Lalu film apa saja yang mengenalkan Batak ke layar bioskop? Lets check this out!
- Toba Dreams (2015)
[caption caption="Scene Pernikahan Batak di Film Toba Dreams (Liputan6.com)"]
Film keluarga ini mengangkat cerita tentang sebuah keluarga pensiunan TNI yang akhirnya kembali ke kampung halaman (Toba) meninggalkan Jakarta. Konflik dimulai ketika seorang anaknya sangat tidak terima untuk tinggal di kampung ayahnya. Pemberontakan si anak yang diperankan oleh Vino G Bastian berakhir dengan minggatnya dia ke Jakarta dan memulai hidup yang cukup keras di sana. Terjebak, Vino akhirnya menjadi mafia pengedar narkoba di Jakarta dan menjadi konglomerat. Walau berakhir dengan kematian Vino (sad ending), film ini sukses menghadirkan keindahan adat batak disertai eksotisnya perkampungan Batak di pinggiran danau Toba. Tak hanya itu, falsafah Batak seperti ‘Pantang pulang merantau sebelum sukses’ juga ditunjukkan oleh Vino yang memerankan tokoh Ronggur. Adat pernikahan secara Batak juga sedikit dipertontonkan dalam film ini. Hasilnya, film yang dirilis April lalu ini sukses ditonton oleh lebih dari 255 ribu penonton dan mengukuhkannya sebagai salah satu film terlaris tahun ini di situs filmindonesia.or.id. Sinopsis lengkap baca di sini: Film Toba Dreams, Kurang Rasa Batak namun tetap menggigit
- Lamaran
[caption caption="Slah satu adegan di Film 'Lamaran' /liputan6.com"]
Menguntit film Toba Dreams, film garapan Monty Tiwa ini langsung dirilis di bulan Juli. Masih mengangkat benang merah yang sama, Batak. Kali ini giliran Aktris Acha Septriasa yang dipercaya membawakan peran utama sebagai, Tiar, seorang pengacara muda yang mendadak popular karena sukses membela seorang bos mafia yang terlibat kasus korupsi. Film drama Komedi ini mengangkat kebiasaan orang tua batak yang mengharapkan anaknya juga alangkah lebih baiknya mendapatkan jodoh yang satu suku (walau dalam kehidupan nyata sudah sedikit). Dalam Film lamaran, Acha harus bertentangan dengan pilihan orang tuanya yang menjodohkannya dengan pemuda batak yang tidak disukainya. Pasalnya Tiar, telah jatuh hati dengan seorang pemuda Sunda yang bekerja sebagai resepsionisnya di kantor. Berbagai hal lucu terjadi di film ini. Sayang logat Batak para pemerannya di film ini terasa terlalu dipaksakan sehingga agak berlebihan.
- Bulan Di Atas Kuburan
[caption caption="Film Bulan Di Atas Kuburan/Blogspot.com"]
Bulan di atas kuburan merupakan  remake dari film tahun 1973 berjudul sama ini mempertemukan tiga aktor besar Indonesia dalam satu layar. Tio Pakusadewo, Rio Dewanto dan Donny Almsyah diceritakan berteman baik dan ketiganya berjuang keras untuk mencari nafkah dengan merantau ke Ibukota. Meninggalkan kampung halaman di Samosir, ketiganya tiba di Jakarta dan harus menghadapi kenyataan betapa susahnya untuk bertahan hidup di Ibukota. Pa yang selama ini mereka anggap senangnya bila tinggal di Jakarta, buyar sudah. Berbagai konflik mulai terjadi di antara ketiganya hingga akhirnya menghancurkan persahabatan mereka. Film ini menekankan logat batak sebagai percakapan tokoh-tokohnya dan kentalnya budaya Batak dipertunjukkan dari penokohan serta merdunya lagu Batak yang digarap langsung oleh musisi Viky Sianipar sebagai soundtrack dari film ini.
- 3 Nafas Likas
[caption caption="Atiqah Hasiholan sebagai Likas di Film 3 Nafas Likas /Blogspot.com"]
Ini dia film yang mengangkat perempuan tangguh yang mendampingi pahlawan Batak Jamin Ginting dari tanah Karo, Sumatera Utara. Film yang dirilis tahun lalu ini merupakan film biopic dari Likas yang memang masih ada dan menjadi salah satu wanita tangguh yang berani menentang kekangan adat demi kesuksesannya. Saat wanita karir dianggap aib dalam lingkungan adat ketika itu, Likas berani menentang kekangan adat demi kemajuan dirinya, Ia bersekolah dan menjadi seorang guru. Namun semua ditinggalkannya usai menikah dengan seorang Tentara bernama Jamin Ginting. Selama itu, Likas mengabdikan dirinya menjadi istri tentara. Sayang, suaminya meninggal di usia 50 tahun. Terpuruk, Likas memulai hidupnya kembali dari awal dan berjuang untuk bisa bertahan hidup. Adat Batak Karo sangat kental dalam film ini, ketangguhan wanita ditengah-tengah gempuran adat menjadi salah satu faktor yang membuat film ini wajib masuk dalam daftar film Indonesia wajib tonton. Atiqah Hasiholan dan Vino Bastian didapuk menjadi pemeran utama dalam film ini.
- Demi Ucok
[caption caption="Drama Komedi Demi Ucok/Lensaindonesia.com"]
Dari judulnya saja kita pasti sudah langsung tahu bahwa film ini akan digarap dengan sentuhan budaya Batak. Panggilan Ucok yang sangat khas Batak langsung mampu mendeskripsikan isi dari film yang dirilis tahun 2013 ini. Film Demi Ucok merupakan film keluarga yang lebih menekankan pada keinginan orang tua terhadap anaknya dengan balutan kultur Batak yang cukup kental. Tak jauh dari adat Batak yang mana orang tua selalu khawatir bila anak gadisnya terlalu lama lajang, film ini juga menceritakan seorang gadis bernama Gloria Sinaga yang terlalu asyik dengan karirnya sampai tidak terpikirkan untuk berpacaran apalagi menikah. Melihat ini, ibu Gloria yang diperankan Mak Gondut berinisiatif untuk mencarikan jodoh buat putrinya. Jadi si ibu akan melakukan apapun demi anak gadisnya mendapatkan jodoh yang tepat. Film drama komedi yang kental logat bataknya ini menjadi semacam petualangan si ibu mencari jodoh atau ‘ucok’ buat putrinya.
Selain beberapa film yang disebut di atas masih ada judul lain yang juga mengangkat tema serupa seperti Mursala (2013), Rongkap (2010), atau Naga Bonar yang juga menyelipkan sedikit cita rasa Batak dalam filmnya. Tak hanya budaya Batak, ribuan tradisi antara suku-suku Indonesia memang akan selalu menarik untuk disimak karena akan memiliki ciri khas tersendiri yang hanya dimiliki di suatu daerah tertentu. Dengan kemasan cerita menarik dalam bentuk sebuah film, maka tradisi ini akan semakin mudah untuk dicerna penonton dari berbagai kalangan. dan Tentu saja suatu kelebihan tersendiri apabila kita memahami sedikit adat atau tradisi dari suatu daerah sehingga kita bisa sedikit lebih respek saat berada di daerah tersebut. Ragam budaya ini semoga saja mampu dimanfaatkan dengan baik oleh para sineas, sehingga dalam memproduksi film mereka tak hanya mendapat uang namun juga telah berjasa dalam melestarikan budaya. Jika hllywood pakar dalam teknologi dengan menghadirkan berbagai efek video, maka Sineas Indonesia mungkin bisa meramu tradisi daerah yang begitu banyak untuk memproduksi film yang berkualitas. Semoga perfilman Indonesia semakin jaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H