Mohon tunggu...
Sahroha Lumbanraja
Sahroha Lumbanraja Mohon Tunggu... Teknisi - Masih percaya dengan Cinta Sejati, Penggemar Marga T..

When You Have nothing good to say, Then Say nothing!!! Email: Sahrohal.raja@ymail.com IG: @Sahroha

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[SRINTIL] LDR (Larut Dilanda Rindu)

25 Agustus 2014   05:45 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:39 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

LDR

[caption id="" align="alignnone" width="500" caption="ILUSTRASI/ciricara.com"][/caption]

Aku masih tersenyum memandangi layar ponselku sepanjang perjalanan. Hangatnya pelukan dan aroma tubuhnya masih terasa di ujung indera penciuman. Tak habis-habisnya aku berhenti menciumi jaket yang masih kental dengan aroma parfumnya. Ah, harus secepat ini berpisah dengan gadis itu. Sehari setelah cintaku diterimanya, hati ini harus jadi nelangsa untuk setahun ke depan. Walau wajahnya melukiskan senyuman di saat terakhir melepasku di stasiun, matanya tak bisa berbohong dan menyembunyikan rasa takutnya akan kesepian yang setiap saat akan mengancam kebahagiaannya. Saling percaya untuk menjaga hati,pesan terakhirnya untukku. Memilih untuk berhubungan jarak jauh tentunya sudah memahami rasa sakit menahan rindu sepanjang tahun. Komunikasi dengan memanfaatkan gadget tentu saja menjadi pilihan akhir untuk menjaganya. Aku dan Nala memahaminya. Setidaknya saat ini panah asmara telah mengaburkan semua tantangan yang akan kami hadapi di depan waktu. Walau hanya untuk sekejap saja sang Khalik mengijinkannya. Walau waktu takkan bersedia mengulangi angkanya, Tetapi cinta akan selalu berkenan untuk diulang. Lagi dan lagi. Bahkan ketika langkah kakiku sudah terlalu jauh meninggalkan cerita, di benakku masih terngiang untaian kata Gadis ini mengisi kisah LDR kami.

Nala: Bang, kangen! (kata pertama yang selalu kudengar dari gadis di seberang sana)

Aku paham betul apa maksud dari seringnya kata itu diucapkannya. Nala telah berkali-kali mengatakannya. Setiap telepon dan skype-an hanya mengarah kepada hal-hal itu saja. Kadang aku mengiba dan menguatkannya. Walau hanya itu yang kubisa.

Nala: Bang, tadi Mitha kencan dengan pacarnya di Bioskop. Mereka pakai baju couple! So romantic!

Cerita tentang temannya Mitha yang selalu menghabiskan waktu malam minggunya dengan Dean selalu mengisi cerita malam minggu kami. Aku mengerti betapa Nala sangat menginginkan apa yang didapatkan Mitha. Sementara aku hanya bisa bernyanyi dari telepon atau sekedar membaca puisi amatiran yang sangat sederhana untuknya.

Nala: Bang, Nala dapat libur tiga hari dari kantor. Teman-teman ngajak Liburan. Rea sama Edo, Vyta sama Rian dan Syntia sama Hendrik. Katanya Mitha juga ikut. Hmm.. pasti bareng Dean.

Rea,Vyta,Syntia dan Mitha adalah teman akrab Nala sejak masa Sekolah dulu. Aku mengenal semuanya dan bahkan pacar mereka adalah sahabatku juga. Nala banyak menghabiskan waktu bersama mereka. Tetapi di saat seperti ini, susah bagi Nala untuk bergabung bersama mereka. Aku paham, semenjak sahabat-sahabatnya memiliki pasangan. Nala menjadi satu-satunya yang menjalani hubungan seperti ini.

Nala: Kata Mama, kapan abang ke rumah? Adik-adik juga pengen lihat abang!

Aku mengerti. Nala mulai tak kuat menahan rasa rindunya untukku. Walau dia coba menutupinya dengan kalimat seperti itu. Aku jadi tidak tega membiarkannya lebih lama lagi untuk berjumpa.

Nala: Bang, Ifan kayaknya mulai suka sama Nala. Akhir-akhir ini dia suka perhatiin Nala. Mengantarkan nala Pulang kantor. Tapi Nala selalu menolaknya.

Benar saja! Aku mulai kehilangan sedikit demi sedikit cinta gadis ini. Hingga bingung kuyakinkan dia lagi agar tetap menjaga hatinya. Walau aku belum tahu kapan berjumpa dengannya lagi.

Nala: Kapan abang pulang?

Aku telah kehilangan kesabarannya. Aku hanya bisa menyesali ketidakberdayaan diri ini dan tak bisa terbayangkan sepinya Nala selama ini.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Aku: Dek, kita putus! Abang sayang samamu, tapi abang bukan pacar yang baik. Abang yakin, Nala pasti dapat yang sejuta kali lebih baik.

Aku mengambil keputusan yang sebenarnya akupun tak kuat menjalaninya. Kupandangi layar ponsel sepanjang hari tak ada balasan. Seminggu, tetap kosong. Kuhubungi Nala, tak aktif lagi nomornya. Kulihat facebook dan twitternya tak ada postingan yang baru. Aku kehilangannya. Kutenangkan diri, Nala mungkin sudah tak ingin mengenalku kembali.

Aku pulang! Aku di sini. Tentu saja bersama Nala. Nala gadisku yang baik dan setia. Ifan itu nyata, ibunya benar-benar ingin berjumpa denganku. Rindu Nala memang abadi untukku. Sakitnya aku, tak bisa lagi mendengar suaranya. Namun cintanya akan abadi. Kami benar-benar jauh saat ini. Tak sejauh Jakarta-Medan. Tapi sejauh Bumi dan Surga.

Kuseka air mata yang mengalir deras sejak tadi. Aku masih terhibur dan bisa merasakan kehadiran Nala disampingku. Walau aku sendirian memeluk nisan gadisku yang kucinta. Andai kutahu Ifan itu adalah saudaranyayang sudah lama meninggal. Dan andai kutahu betapa hebatnya Nala menyimpan rahasia ini dariku. Siapa sangka, Senyumanku sepanjang perjalanan setelah berpisah di stasiun itu menjadi malapetaka bagi Nala. Nala mengalami kecelakaan serius yang membuatnya hanya bertahan hidup selama enam bulan saja.

Selamat jalan sayang, walaupun dirimu takkan pernah menjadi istriku. Setidaknya aku belajar setia dan arti dari rindu melalui dirimu. Selamat jalan pacar abadiku. Hati ini selalu tersisa ruang buatmu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun