Mohon tunggu...
Sahroha Lumbanraja
Sahroha Lumbanraja Mohon Tunggu... Teknisi - Masih percaya dengan Cinta Sejati, Penggemar Marga T..

When You Have nothing good to say, Then Say nothing!!! Email: Sahrohal.raja@ymail.com IG: @Sahroha

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Sebelum Anda menjadi Monster di Medsos

20 Februari 2015   05:59 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:51 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Social Network (shutterstock)/blog.ulaola.com

[caption id="" align="aligncenter" width="642" caption="Ilustrasi Social Network (shutterstock)/blog.ulaola.com"][/caption]

Modernisasi yang kini ditandai dengan perkembangan informasi sebagai yang utama memang telah banyak mempengaruhi pola hidup masyarakat. Di zaman yang serba ‘internet’ ini telah membuat media informasi itu sendiri di posisi puncak dan terkesan dinomor satukan dibanding hubungan manusia di kehidupan nyata. Era media sosial seperti Facebook, Twitter, Path, Instagram dan lain sebagainya sukses mengeser komunikasi nyata manusia menjadi dunia maya. Fenomena ini tentu saja disokong oleh manusia yang semakin lama kian terobsesi dan candu dalam penggunaan media sosial. Bangun tidur, sebelum makan, hingga sebelum tidur waktu yang dihabiskan untuk berselancar di dunia maya tak terkira. Walau tak sengaja, Bahkan kebanyakan manusia saat ini lebih memilih menjamah internet daripada harus bertemu atau berbicara langsung dengan seseorang. Singkatnya, interaksi di dunia nyata secara perlahan terganti oleh media sosial.

Memanfaatkan kemajuan teknologi demi memenuhi kebutuhan informasi yang saat ini serba mudah didapatkan tentu saja hal yang wajar. Semakin banyak informasi yang dapat dihimpun seseorang sudah pasti akan membuat wawasan dan ilmunya semakin banyak. hal ini akan berbanding lurus dengan kecerdasan orang tersebut. Memanfaatkannya ke hal-hal yang positif tentunya akan memberikan efek yang baik pula. Namun terkadang, tak semua orang menerapkan nilai-nilai positif tersebut. Tawaran fitur yang beragam dari internetpun banyak yang kemudian dibenturkan untuk melakukan hal-hal negative. Tak heran banyak kasus penipuan, pembunuhan bahkan pemerkosaan yang berawal dari media sosial. Twitter dan facebook yang saat ini merajai interaksi manusia di dunia maya pun sering diperalat untuk saling menghina, menghujat dan membunuh karakter seseorang. Zaman telah berubah, dulu manusia berkelahi di dunia nyata lalu berakhir di penjara. Maka kini, Orang berkomentar di facebook atau twitter bisa langsung dijebloskan ke bui. Jadi sebelum suatu saat kita berurusan dengan polisi, ada baiknya untuk menjaga etika dalam berekspresi di media sosial.

Membagi buah pikiran atau berkomentar positif di media sosial sebenarnya bukan hal yang terlalu rumit. Dengan dibatasi jumlah karakter/huruf, kita seharusnya bisa berpikir dua kali untuk memaki atau menghina. Dengan batasan sedemikian rupa, bukankah kita akan rugi hanya memanfaatkannya untuk hal yang buruk? Pun, ketika membaca ulang apa yang kita tuliskan sudah sepantasnya malu dan sebagai manusia pasti merasa bahwa itu tidak pantas. Karena apa yang kita tuliskan nyatanya telah menggambarkan kepribadian kita pula. Siapapun yang akan membaca akan langsung menganggap kejam, tak sopan, tak punya tata krama bahkan bisa dikatakan Monster apabila isinya terlalu berlebihan/sarkastik. Untuk gelar ‘monster medsos’ ini memang banyak dilakoni akun-akun anonymous yang biasanya tidak memiliki profil picture yang real. Biasanya akun seperti ini akan semena-mena mengeluarkan kalimat makian dan hinaan akan suatu peristiwa. Untuk yang satu ini memang biasanya diacuhkan dan bisa dianggap benar-benar monster yang tak jelas.

[caption id="" align="aligncenter" width="600" caption="Ilustrasi (shutterstock/patheos.com)"]

Ilustrasi (shutterstock/patheos.com)
Ilustrasi (shutterstock/patheos.com)
[/caption]

Ironisnya, sadar atau tidak masih banyak netizen yang turut mempermalukan orang lain dengan tanggapannya yang terlalu sarkastik dan terkesan tak berpendidikan menyebar dimana-mana. Berikut ini beberapa ciri diantaranya:

1.Akun Menggunakan Foto Anak atau Keluarga

Rasanya bukan hanya saya yang menjumpai komentator seperti ini yang sangat disayangkan terlalu kasar dalam menanggapi sesuatu. Baik di media sosial sendiri atau menggunakan akunnya menanggapi berita-berita online, orang seperti ini rasanya kurang tahu malu atau bahkan tidak malu menyebarkan hinaan atau makian di internet dengan membawa-bawa keluarganya. Walau tak sadar, orang seperti ini jelas sudah sangat mempermalukan diri sendiri dan keluarganya. Belum lagi ketika mengomentari topik-topik berbau dewasa menggunakan foto ankanya yang lucu dan polos. Sungguh sangat miris!

2.Foto Profil Wisuda atau Nama Bergelar Dr, Prof, SH dsb

Dengan memasang foto asli di Media Sosial tentu saja suatu itikad baik dari pengguna yang ingin menunjukkan keasliannya sendiri. Apapun yang dituliskan atau dibagikan diharapkan mewakili diri sendiri. Maka wajar saja ketika seseorang memasang pose-pose kebangaan seperti moment wisuda atau menyertakan gelar pendidikannnya di media sosial untuk alasan profesionalitas. Sayangnya, tak sedikit netizen yang seperti ini terlarut dalam diskusi dadakan yang berakhir saling memaki dan menghina di kolom komentar media berita online. Kata-kata yang dikeluarkanpun tak ubahnya bahasa preman yang membawa semua nama hewan penghuni kebun binatang. Secara tak langsung, orang yang tidak bersekolah sekalipun bisa menjengkal orang-orang sejenis ini. Mereka ini jenis monster bertopeng.

3.Nama dan Tampilan sangat Religius

Tidak ada manusia yang sempurna. Bahkan pemimpin agama sekalipun tetap memiliki emosi yang sewaktu-waktu bisa meledak. Apalagi dengan manusia biasa bukan? Namun emosi itu tentu saja tak perlu diumbar. Sekali lagi, ketika hendak mem-publish sebuah komentar atau ekspresi sudah barang tentu kita membaca ulang. Jadi seharusnya kita menyaring dan menyunting agar apa yang hendak kita tuliskan sesuai dengan diri kita. Ketika kita memilih untuk membuat akun se-religius mungkin, bahkan foto profil dan bio sudah sangat damai rasanya dengan kata-kata yang dikutip dari kitab suci. Menjadi miris saat orang menemukan jejak komentar kita berisi kalimat-kalimat kasar. Maka jangan salahkan ketika di benak orang langsung terrangkai kata Munafik saat melihat akun kita.

Mungkin masih banyak jenis ‘Monster’ di media sosial yang kita temui. Di atas mungkin hanya sedikit contoh yang tentu saja menjadi gambaran perilaku menyimpang masyarakat di zaman media sosial ini. Pesannya tentu saja, jika ingin mencitrakan diri sebagai monster yang serba sarkastik, ada baiknya kita hanya memperuntukkan tanggapan negative orang lain bagi diri sendiri. Jangan sampai kita mempermalukan orang lain yang bahkan tidak mengerti apa-apa. Tidak lucu kan saat orang bertemu di jalanan dan langsung mencap negative kita. Dunia ini sempit, jadi semua hal bisa saja terjadi. Jangan sampai orang membalas komentar kita dengan “Percuma gelarnya Sarjana” atau “Kasihan anaknya dijadikan Foto untuk memaki” dan lain-lain. Karena bila itu terjadi betapa malunya kita yang telah menjadi monster di mata orang lain. Jadi, Bijaklah menggunakan media sosial dan Selektiflah menggunakan Internet sebelum dicap monster!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun