Dalam penerapan Demokrasi yang ada di Indonesia sudah sering kali terjadi perubahan, mulai dari Demokrasi Liberal (1945-1959), Demokrasi Terpimpin (1959-1965), Demokrasi Pancasila (1965-1998) dan sampai pada demokrasi pancasila di Era Reformasi (1998-sekarang). Pada penerapan demokrasi tersebut dijalankan secara berbeda-beda tapi tujuannya sama termasuk dalam upaya memberantas mafia atau yang sering kita kenal dengan sebutan koruptor.
Jaman orde lama penangangan kasus korupsi itu ditandai adanya aturan yang berkaitan dengan Pemberantasan korupsi. Secara yuridis pemberantasan korupsi dimulai sejak 1957 dengan dikeluarkannya Peraturan Penguasa Militer Nomor 6 Tahun 1957 atau PRT/PM/06/1957 tentang Langkah Pemberantasan Korupsi.
Fokus dari peraturan ini adalah menyelidiki politisi yang menghimpun aset mencurigakan dengan memeriksa rekening pribadi mereka. Tentara juga diberi kewenangan untuk menyita aset tersangka tapi terbatas pada pelaku korupsi sesudah 9 April 1957.
 Sedangkan pada jaman Suharto banyak aturan yang dibuat untuk menanggulangi kejahatan para koruptor, diantaranya yaitu :
- GBHN Tahun 1973 tentang Pembinaan Aparatur yang Berwibawa dan Bersih dalam Pengelolaan Negara
- GBHN Tahun 1978 tentang Kebijakan dan Langkah-Langkah dalam rangka Penertiban Aparatur Negara dari Masalah Korupsi, Penyalahgunaan Wewenang, Kebocoran dan Pemborosan Kekayaan dan Kuangan Negara, Pungutan-Pungutan Liar serta Berbagai Bentuk Penyelewengan Lainnya yang Menghambat Pelaksanaan Pembangunan
- UU Nomor 3 Tahun 1971 tentang Tindak Pidana Korupsi
- Keppres Nomor 52 Tahun 1971 tentang Pelaporan Pajak Para Pejabat dan PNS
- Inpres Nomor 9 Tahun 1977 tentang Operasi Penertiban UU Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap
Akan tetapi aturan tersebut seolah tidak berfungsi dihadapan rezim orde baru, karena pada masa orde baru inilah korupsi semaki merajalela dan hampir mengeluruh di semua lini kehidupan dan pemerintahan. akhirnya pada tahun 1998 presiden Suharto lengser dari jabatannya sebagai presiden dan di gantikan oleh B.J Habibi.
pada saat Suharto tumbang menjadi presiden, disinilah akhir dari masa orde baru dan diganti dengan Era Reformasi yang ditandai dengan diangkatnya B.J. Habibi menjadi presiden pengganti Suharto.
Era reformasi juga dinyatakan sebagai gerakan nasional penyelamatan Indonesia dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Di era Presiden BJ Habibie, pemberantasan korupsi dimulai dengan dikeluarkannya UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari KKN. Berlandaskan UU tersebut, dibentuklah lembaga anti korupsi, seperti Komisi Pengawas Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN). akan tetapi semua usaha yang dilakukan itu belum juga menunjukkan hasil yang memuaskan.
belum genap dua tahun (1 tahun 5 bulan) periode B.J Habibi memimpin Indonesia, beliau terpaksa terhenti pada sidang Istimewa yang diadakan oleh MPR 13 November 1999 setelah pidato pertanggung jwabannya di tolak. pada saat Gus Dur menjabat sebagai presidenpun ada juga upaya untuk menanggulangi korupsi hal itu dibuktikan dengan dibentuknya sebuah Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) pada tahun 2000
Di mulai pada era Presiden Megawati Soekarno Putri, berbagai kasus korupsi bermunculan dan berakhir pada menurunnya kepercayaan masyarakat pada kepemimpinanya. pada saat yang sama pemerintahan Megawati kemudian membentuk Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPTPK) melalui UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Jadi inilah Lembaga yang menjadi cikal bakal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Struktur dan kelembagaan KPK berdiri independen dan tidak dipengaruhi kekuasaan manapun. KPK langsung menunjukkan progresnya dalam upaya penanggulangan tindak pidana Korupsi dan menjadi lembaga yang ditakuti para pejabat. Meski berpindah rezim dari prseiden Megawati ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), KPK tetap dipertahankan karena di nilai mampu memberantas korupsi. Berbagai kasus korupsi besar dan kecil diungkap. Sederet nama pejabat ikut ditangkap akibat kasus korupsi. KPK pun mulai mendapatkan hati masyarakat. Hingga era Presiden Joko Widodo saat ini,
Kitapun juga sering mendengar dan melihat diberbagai media baik TV, RADIO, dan bahkan media cetak tentang korupsi, mulai dari tingkat Desa, wali kota, bupati, gubernur, kementerian serta anggota DPR pun sering kita dengar dan kita lihat. Bahkan di lingkungan sekolahpun mendapatkan sorotan karena mencoba melakukan pungutan liar terhadap hak-hak siswa.
Sejatinya tindakan korupsi adalah tindakan yang tidak di benarkan oleh hukum yang berlaku dalam suatu negara, Â hal itu juga termasuk Indonesia. Karena melanggar hak orang lain dalam upaya pemenuhan kebutuhannya sebagai warganegara. Saya melihat orang-orang yang melakukan korupsi seolah memiliki bekingan yang sangat kuat sehingga dengan leluasa melakukan tindakan tidak terpuji tersebut. selain itu, menurut saya ada alasan lain yang membuat para pelaku koruptor tersebut dengan leluasa melakukan keinginannya yaitu dengan memanfaatkan jabatan dan kekuasaan yang di milikinya sebagai tameng dalam meloloskan diri dari jeratan hukum yang berlaku.
Saya pun ketika berdiskusi dengan teman-teman berkaitan dengan kasus korupsi. Pasti tema yang diangkat adalah  "konspirasi di bawah kolom meja". jadi apa itu konspirasi?
konspirasi adalah kesepakatan antara dua orang atau lebih untuk melakukan kejahata pada suatu waktu di masa depan. saya melihat orang-orang yang melakukan tindak pidana korupsi ini adalah orang-orang yang saling mengenal antara yang satu dengan yang lain bahkan bisa saja orang yang baru bertemu tapi memiliki kesamaan visi yaitu melakukan perampokan terhadap uang negara (korupsi).
konspirasi yang dibahas disini juga bukan fokusnya pada kasus orang yang merampok kekayaan negara saja tapi juga orang yang menerima hasil dari uang rampok tersebut, misalnya lembaga penegak hukum yang mengambil sogokan dari pelaku korupsi. hal inilah yang menjadi masalah besar kenapa korupsi ti negara Indonesia sangat sudah di tanggulangi keberadaannya, bahkan mereka-mereka yang melakukan tindakkan tak beradab ini merasa diri sebagai orang yang hebat karena mampu mengendalikan aturan negara yang sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat Indonesia.
Selain dari hal-hal yang disebutkan diatas ada juga yang harus mereka lakukan untuk memperkuat dirinya ketika kekuasaan dan jabatan sudah tidak lagi mereka miliki. Para Perampok ini akan mencari sekutu baru yang sejalan dengan apa yang mereka inginkan sehingga tindakkan gelapnya (korupsi) tidak dicium atau tidak di ketahui oleh orang lain, dan pada akhirnya posisi mereka akan aman dan tidak akan pernah berurusan dengan hukum.
Hal-hal seperti yang disebutkan diatas adalah materi/topic pilihan yang menarik untuk dibicarakan dalam meja bundar di tempat tongrongannya. Orang-orang yang masuk dalam kelompok jahat ini tidak segan-segam melakukan perbuatan yang persuasif dan premanis terhadap siapa-siapa yang menantang serta mengancam posisi kekuasaannya.
Menurut saya, para perampok (korupsi) ini juga memiliki cara yang  halus untuk membuat orang yang menentangnya tidak berkutik, antara lain
1. Mengajak diskusi dan memanjakan penantangnya.
2. Menjelekkan orang yang dinilai merusak reputasinya
3. Mengucilkan orang yang menantangnya secara terang-terangan
4. Mengusir lawannya dengan cara-cara tidak etis
5. Suka membuat kelompok-kelompok. Dll
Jadi itulah alasan-alasan kenapa korupsi yang ada di Indonesia sangat sulit di tanggulangi, walau banyak aturan yang di buat tapi aturan itu seolah tidak ada rohnya. roh aturan itu adalah orang yang melaksanakan dari pada aturan yang sudah dibuat.
kalau saja pejabat dinegeri ini memiki rasa takut kepada penciptanya maka saya kira, tidak aka nada pejabat yang berani melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak terpuji itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H