Mohon tunggu...
SAHRIL
SAHRIL Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis lepas

Sebatang pena yang lahir di pulau terpencil pagerungan besar-Sumenep Madura. "Biarkan nama tercatat bukan hanya dibatu Nisan yang akan pudar oleh masa" @SahrilPGB

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Negeri Para Tentara Setia

31 Agustus 2015   10:46 Diperbarui: 31 Agustus 2015   11:08 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mendengar perkataan kepala pasukan itu, majulah sepuluh orang yang bersedia berjuang. Namun karena Dia hanya memilih dua orang saja maka diseleksilah para pemuda disana. Diantarannya orang yang terpilih adalah Marwan dan Wardi.

Keduanya diberikan 2 ekor kuda yang kedua-duanya berwarna putih. Dan tak lupa pula sebagai bekal mereka diberikan banyak koin emas untuk perjalanan dan tugas mereka. mengingat perjalanan yang jauh dan butuh waktu yang lama untuk tinggal di Negeri Arnol. “nanti aku akan kembali kesini untuk menjemput salah satu diantara kalian berdua yang akan tinggal di Negeri Tujuan itu.” Ujar kepala tentara sambil memberikan koin emas sebagi bekal mereka. “baik!” ujar Marwan dan Wardi serentak berbarengan.

Keesokan harinya Marwan dan Wardi sudah berangkat, pagi-pagi betul mereka keluar dari rumah. Belum ayam berkokok dan suara burung berkicau. Kuda tumpangan mereka sudah berbunyi dan keluar dari kandang.

Ketika ada dijalan Wardi bertemu dengan kakek-kakek tua yang umurnya sudah ratusan tahun. Lalu memanggil keduanya Wardi yang melihat kakek itu kemudian berhenti dan memanggil Marwan. “wan, wan. Berhentilah dulu, ada kakek tua yang memanggil kita.” Marwanpun berhenti, lalu menuju Wardi yang sudah ada didekat kakek tua itu.
“ada apa kek?” tanya Marwan.
“hendak pergi kemanakah kalian.?” Tanya kakek tua itu yang sudah lemas dan kulitnya sudah sangat kriput, rambutnya semuanya sudah memutih.
“kami hendak pergi ke Negeri Arnol, Kek!” jawab Wardi dan Marwan serentak.
“apakah kalian sudah tahu?”
“tahu apa Kek?” Tanya Marwan penasaran.
“bahwa di Negeri Arnol itu gadis-gadisnya sangat cantik-cantik, maka belilah pakain yang bagus. Didepan itu ada pakaian yang sangat bagus yang akan membuat para gadis itu terpesona dengan penampilan kalian.”
“terima kasih atas sarannya Kek?” jawab Marwan.
Usai mendengarkan saran kakek tua itu merekapun melanjutkan perjalananya. Tak lama kemudian didepan mereka terdapat sebuah toko kecil yang menjual pakaian bagus-bagus. Wardi melihat toko itu Diapun memanggil Marwan. “Wannnnn...” panggil Wardi. Mendengar panggilan Wardi, Marwan mendekat kearah Wardi.
“ada apa?” tanya Marwan bingung.
“coba lihat kekanan. Ternyata benar! Benar kalau memang ada toko yang mejual pakaian bagus.”
“lantas mengapa?” tanya Marwan sinis.
“apakah kamu tidak tertarik untuk membelinya.?”
“tidak! Lagipula tugas kita bukan untuk menarik perhatian para perempuan disana bukan?”
“benar! Apakah kamu benar-benar tidak mau?”
“iya!” jawab Marwan tegas.
“kalau begitu biarlah aku yang membelinya.”
“aku tak mau, lagi pula kita tidak tahu kapan waktu kita ditetapkan untuk kembali.?”
“ya sudah, duluanlah kamu pergi.”
Berkali-kali Marwan telah memperingati Wardi untuk tidak tertarik, untuk tidak berhenti, Wardi tetap saja pengen membeli baju yang berkilau itu. Merasa putus asa Marwanpun tak ingin ikut pada Wardi yang tergoda untuk memperbaiki penampilannya sebelum sampai pada Negeri Arnol.
Sementara itu Wardi berjalan menuju toko baju itu, Marwan melanjutkan perjalananya. Ditengah jalan Dia merasa aneh dengan kudanya, kudanya sudah mulai pelan berlarinya. Diapun bergegas berhenti mencari tempat dimana Dia bisa mendapatkan makanan kuda. Sementara itu rasa laparpun membuatnya harus terhenti. Apakah aku dan tumpanganku tidak butuh makan? Katanya. Kalau aku tidak memberikan makan terhadap tumpanganku apakah aku bisa sampai keNegeri Arnol? Kata Marwan dalam batinnya. Iyapun berencana untuk mencari persinggahan hingga merasa sudah siap melanjutkan perjalanan.
Tak lama kemudian Marwan melanjutkan perjalanannya. Sementara Wardi dengan pakaiannya yang baru yang gagah terhenti disebuah tempat makan dan sebelum Dia makan Dia merasa tidak lengkap juga kalau tidak menghiasi kudanya. Diapun mencari tempat dimana Dia bisa menghiasi kudanya. Lalu Dia pergi mencari tempat makan untuk mengisi perutnya yang kosong.

Wardi sudah selesai makan namun Dia belum juga melanjutkan perjalanannya karena berulang kali Dia menambahkan hiasan pada kudanya. Sementara itu Marwan sudah sampai di Negeri Arnol.

Sudah berbulan-bulan Wardi baru sampai keNegeri Arnol, sementara itu Marwan sudah banyak mengunjungi rumah-rumah warga di di Negeri Arnol dan mulai tinggal di istana. Wardi masuk pintu wilayah istana, Dia melihat gadis-gadis yang cantik dan barang mewah yang dapat menghiasi kudanya. Dia memandikan kudanya yang sudah kotor lalu berjalan-jalan ketempat-tempat dimana Dia bisa menikmati pemandangan di Negeri Arnol.
Banyak gadis-gadis yang menyambutnya dengan senyuman dan menggodanya. Nasibnya di Negeri Arnol tak sama dengan Marwan yang dimana semenjak Marwan pertama kali masuk tak ada satupun perempuan yang tersenyum kepadanya. Wardi seakan terbawa suasana, kenikmatan Negeri Arnol membuatnya betah, hingga lupa pada perintah yang ditugaskan oleh ketua pasukan yang datang empat bulan lalu kepemukiman Nirwana.
Wardi menyewa sebuah rumah yang mewah, dan menikahi gadis yang katanya paling cantik di Negeri Arnol itu sendiri. Didalam rumahnya terdapat buah yang nikmat dan pembantu rumah. Sementara Dia tak pernah keluar rumah dan selalu saja bersama istrinya menikmati dan menghabiskan koin emas yang dibekalinya dengan berfoya-foya didalam istrinya.

Tak terasa sudah sepuluh tahun berlalu. Datanglah rombongan dari Negeri Tujuan yang memaksa Wardi untuk pulang kembali kepemukiman Nirwana. Wardi kemudian meninggalkan istrinya dan rumah yang Dia sewa. Dengan terpaksa Dia pergi tapi sebelum Wardi pergi tak lupa barang-barang mewah ia bawa untuk dipersembahkan ke Raja Negeri Tujuan. Istrinya tidak bisa ikut dengannya karena Dia akan menyalahi aturan yang telah ditetapkan di Negeri Arnol. Jika ada warga dari negeri Arnol yang keluar batas tak peduli siapapun itu maka di perbatasan Dia akan dibunuh.
*****
Pagi-pagi betul ketika matahari sudah mulai tampak cerah. Pasukan dari Negeri Tujuan datang kepemukiman Nirwana. “wahai warga Nirwana, keluarlah kalian.”. mendengar teriakan itu dari lapangan yang dekat dengan Pasar. Warga Nirwanapun semuanya berlarian menuju lapangan. Tak terkecuali Wardi ikut keluar.

“mana Wardi?” ujar kepala pasukan Negeri Tujuan.
Mendengar perkataan itu, Wardi lalu berjalan kedepan. Berada ditengah-tengah dengan pasukan dari Negeri Tujuan. Wardi kaget melihat para pasukan membawa rantai yang akan diikatkan dilengannya. Salah satu pasukan menuju Wardi lalu merantai kedua tangannya.
“ada apa ini?” tanya Wardi heran. “mengapa aku diikat apa salahku?”
“bukankah sudah jelas, kau harus mengganti biaya perjalananmu dengan bekerja di ruang rahasia tanpa dibayar dan tanpa istirahat.”
“bukankah sudah kukembalikan kudaku dengan keindahannya,? Bukankah juga aku membawakan perhiasan dan barang-barang mewah dari Negeri Arnol kepada Negeri Tujuan.?”
“ketahuilah, bahwa kudamu itu sudah dibunuh. Karena begitu peraturannya. Raja tidak butuh itu semua. Perlu kau ketahui di dalam Negeri Tujuan, lebih indahlah kuda-kuda daripada hasil yang kau hiasi, karena hiasan yang engkau berikan hanya barang yang sudah tidak terpakai di Negeri Tujuan yang dikirimkan ke Negeri Arnol. Begitupun dengan barang-barangmu.”
“wahai penduduk Nirwana, ingatlah peristiwa ini, semoga menjadi pelajaran untuk kalian. Di Negeri kami sangatlah Makmur, bahkan takkan ada yang bisa mengalahkan keindahannya. Jika kau tak percaya tanyalah Marwan.”
Para masyarakat Nirwana terheran melihat Marwan yang menggunakan pakaian yang serba mengkilau dan wajahnya yang sangat bersih hampir tidak dikenali. Dia bersama dengan istrinya yang kecantikannya tak ada satupun yang mampu mengedipkan mata jika memandangnya. Tanpa bertanya Masyarakat Nirwanapun sudah tahu dengan keyakinan mereka bahwa demikianlah kenyataanya. Wardipun dibawa dan dipekerjakan dengan kejam tanpa harus mengenal lelah Dia bekerja siang malam tanpa melihat keindahan hanya bongkahan batu dan panas terik matahari yang menemaninya.
Wardi yang diberikan tugas melalaikannya dengan bersenang-senang tanpa peduli apa yang ditugaskannya. Marwan yang begitu setia meski waktu ditentukan Dia tanpa dijemput paksa bisa pulang sendiri dan mendapatkan tiket masuk ke Negeri Tujuan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun