Mohon tunggu...
Jeni SahmutHusein
Jeni SahmutHusein Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Membaca dan Berolahraga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kebiasaan Paling Aneh di Yaman pada Bulan Ramadhan

11 Juni 2024   08:42 Diperbarui: 11 Juni 2024   09:21 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Setiap bangsa memiliki caranya sendiri dalam merayakan bulan Ramadan, dan meskipun cara-cara tersebut berada di bawah satu payung yang sama, masing-masing memiliki detail yang mencerminkan karakteristik dan keunikan negaranya sendiri dengan adat, tradisi, dan sifat alamiahnya, serta mungkin karakter psikologis umum dari penduduknya. Meskipun beberapa dari kebiasaan tersebut terkesan aneh, semuanya berpusat pada makna cinta dan toleransi serta menciptakan suasana kegembiraan yang ditunggu-tunggu umat Islam setiap tahunnya.

Di Yaman, mereka menyambut bulan suci dengan sebaik-baiknya. Orang-orang Yaman mengecat rumah mereka sebagai bagian dari perayaan, sementara jalan-jalan semakin meriah dengan lampu dan dekorasi Ramadan, menyebarkan kegembiraan di seluruh Yaman yang menjadi lebih bahagia seperti sebelumnya. Namun, para pria juga melepaskan tembakan ke udara, sebuah kebiasaan yang penuh risiko. Selain itu, Yaman memiliki kebiasaan lama yang dianggap sebagai salah satu kebiasaan paling aneh di dunia dalam menyambut bulan suci, yaitu bercelak, namun kali ini bukan untuk wanita.

Pria, remaja, dan anak laki-laki dari segala usia berkumpul di halaman masjid dan berbaris untuk bercelak satu per satu, sebuah tradisi yang dilakukan untuk meniru Nabi Muhammad. Hal yang lucu adalah bahwa kebiasaan ini tidak mudah bagi anak-anak yang mencobanya untuk pertama kali, karena mereka akan berkumpul dan menangis karena pedihnya mata akibat bahan celak alami yang digunakan. Sementara itu, ayah mereka menunggu dengan sabar sampai rasa pedihnya mereda, seakan berkata, "Sabar, anakku, suatu hari nanti kamu akan berdiri di sini seperti yang dilakukan ayahku dulu."

Relatifnya, para gadis di sini lebih beruntung, bukan karena mereka tidak bercelak, tetapi karena mereka sudah terbiasa membayar 'biaya kecantikan' ini secara sukarela sejak usia dini.

Referenesi: https://youtu.be/Z3VeNDgJg3E

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun