Selamat siang pembaca Kompasiana .Menjelang rehat siang ini, saya akan memberikan sebuah cerita. Bagi yang hari ini berpuasa, semoga diberi kemudahan dan kelancaran dalam menjalankan ibadah puasanya. Mungkin ada yang pernah membacanya di berbagai media sosial, dan sebagainya. Silakan disimak.
Suami: "Dik, sudah saatnya kita bicara jujur. Sudah sebulan ini abang melihat perubahan di sikap adik. Seolah adik sedang mengagumi lelaki lain. Abang perhatikan, baik di percakapan kita mau di status-status fesbuk. Adik sering kali membela lelaki tersebut."
Istri: "Astaghfirullah bang. Kenapa abang berpikir seperti itu? Tidak pernah adik mengagumi lelaki lain selayak kagum adik pada abang."
Suami: "Tidak usah mengelak dik. Abang tahu dia memang lebih baik dari abang. Dia lebih kaya, lebih mapan. Dibandingkan abang yang sederhana ini tentulah seperti langit dan sumur bor."
Istri: "Masya Allah! Abang mengapa jadi begini. Demi Allah, adik tidak mengagumi lelaki manapun selain abang. Mau dia kaya maupun tampan, tidak ada yang lebih istimewa daripada abang."
Suami: "Tapi mengapa adik sering sekali menyebut nama dia. Menulis status tentang dia. Marah bila ada yang menjelekkan dia. Menghabiskan waktu khusus untuk mendengar perkataan dia. Sudah jujur saja dik. Kalau adik memang ingin berpisah akui sajalah."
Istri: "Jangan bang. Jangan su’udzhan dengan adik. Kalau adik salah maafkan istrimu ini. Ajari aku bang bila salah bersikap."
Suami terdiam lama. Membalikkan punggung dan tidur membelakangi.
Istri menangis sesengukan.
"Baiklah bang. Kalau begitu siapa lelaki yang abang sebutkan itu,agar sejak hari ini aku berjanji tidak akan menyebut namanya lagi dalam hidupku”, rayu sang istri.
"Kamu yakin bisa dik?"
"Insya Allah...."
"Yakin ?"