Mohon tunggu...
Sahiyatul Mahbubah
Sahiyatul Mahbubah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tips Menumbuhkan Rasa Percaya Diri pada Anak

25 Desember 2022   13:19 Diperbarui: 25 Desember 2022   13:32 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pembahasan mengenai anak usia dini memang tidak ada habisnya apalagi jika kita lihat dari zaman yang serba modern seperti sekarang ini. Apa saja sihh yang menjadi persoalan masa emas anak dalam perkembangannya? Bagaimana peran dari orang tua sebagai lingkungan pertama bagi anak?

Masa anak usia dini merupakan masa emas (golden age) dimana anak mulai peka dalam menerima stimulus dari lingkungannya baik di sengaja ataupun tidak. Penting bagi keluarga untuk membentuk anak yang baik tersebut, maka orang tua sangat berperan penting dalam membantu sang anak mengembangkan potensi dan mencapai tugas perkembangannya. Selain itu, sebagai penerus bangsa kepercayaan diri sangat penting untuk ditanamkan pada anak agar anak tumbuh menjadi sosok yang mampu mengembangkan potensi diri serta dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Disini kepercayaan diri sering disalahartikan sebagai bawaan dari lahir, padahal kepercayaan diri bisa ditanamkan sejak dini. Bagaimana cara orang tua mengasuh anak juga berperan penting? Salah satu aspek penting dalam perkembangan sosial emosional untuk anak setelah ia menjadi dewasa adalah percaya diri. Kepercayaan diri dapat muncul ketika keinginan  mewujudkan diri bertindak dan berhasil berkat adanya pengakuan di lingkungannya. Semakin besarnya dukungan orang tua maka kepercayaan diri anak akan semakin kuat. Akan tetapi jika kepercayaan diri anak rendah maka kemungkinan besar anak akan merasakan takut dan rendah diri.

Menurut Carl Pickhardt, seorang psikolog yang telah menulis 15 buku parenting mengatakan bahwa anak yang kurang percaya diri akan merasa enggan untuk mencoba hal-hal baru atau hal-hal yang berbau tantangan. Karena mereka takut akan gagal, salah arah atau tujun dan bahkan sampai mengecewakan orang lain. Hal itulah yang membuat anak takut untuk menentukan dan memiliki karir di masa depan.

Rasa percaya diri yang kurang pada anak biasanya ditimbulkan oleh pola komunikasi serta pola asuh yang buruk di dalam keluarga. Seperti contohnya orang tua berkata kasar pada anak, suka membentak, suka mengkritik serta banyak melarang. Seorang anak yang setiap harinya menerima makian ataupun hujatan dalam ruang lingkup keluarganya maka anak tersebut dapat menjadi lemah serta hal itu dapat mempengaruhi kepercayaan diri seorang anak sehingga anak memiliki perasaan minder atau rendah diri.

Orang tua berperan penting dalam membangun kepercayaaan diri anak. Dengan pribadi percaya diri maka akan mudah mendapatkan masa depannya dengan gemilang.

Untuk mampu membangun rasa percaya diri, maka tugas orang tua adalah sebagai berikut:

1. Jadilah pendengar yang baik

Sesibuk apapun, cobalah untuk mendengarkan baik-baik saat dia meminta perhatian kita sebagai orang tua. Letakkan pekerjaan kita, tatap matanya, dan biarkan dia berbicara. Mengabaikannya akan membuatnya merasa tidak berharga dan tidak layak diperhatikan, yang akan menghilangkan rasa percaya dirinya.

2. Tunjukkan rasa hormat

Meski keinginannya belum tentu terkabul. Memaksa anak untuk selalu menuruti keinginan kita merusak rasa percaya diri mereka.

3. Biarkan anak-anak membantu.

Meski masih kecil, dia sudah bisa membawa tas belanjaan kita yang tidak terlalu berat. Bangga karena bisa membantu kita meningkatkan kepercayaan diri.

4. Biarkan dia melakukan apa yang bisa dia lakukan.

Saat makan bersama, dia ingin mengambil lauknya sendiri di atas meja, mengapa dia harus dilarang? Sebaliknya, dukung dia meski dia masih terlihat canggung saat melakukannya. Intinya, di luar perhatian dan dukungan, tujuannya adalah memberinya kebebasan untuk melakukan apa yang dia bisa. Semua ini akan memberitahunya, kami yakin dia bisa, dan dia akan melakukannya.

5. Teratur dengan pujian

Tentunya anak kecil membutuhkan banyak motivasi, entah itu belajar merangkak, melempar bola, atau menggambar lingkaran. Tapi si anak sudah terbiasa mendengar kata-kata "kakak pintar!" Jadi, sulit baginya untuk benar-benar menghargai ketika pencapaiannya layak untuk dirayakan. Anak-anak juga dapat merasakan sikap melebih-lebihkan orang tua ("Wah, itu kastil blok bangunan tercantik yang pernah kita lihat!") dan mulai mengabaikan pujian kita. "Jangan memuji anak kita jika dia melakukan sesuatu yang seharusnya dia lakukan. Misalnya, 'terima kasih' sudah cukup saat dia menyikat gigi atau memasukkan cucian kotor ke dalam keranjang cucian. Orang tua mencoba memberikan umpan balik yang spesifik: sebagai gantinya memberitahunya Lukisan itu sangat indah, lebih baik dikatakan bahwa ungu yang dilukisnya sangat indah.

6. Jangan langsung "menyelamatkan" anak kita

Wajar jika kita selalu ingin menjaga agar si kecil tidak terluka, takut atau melakukan kesalahan. Tetapi ketika orang tua menyela situasi dengan mencoba mengundang anak mereka ke pesta ulang tahun yang tidak mereka undang atau dengan memaksa pelatih sepak bola untuk memberi anak mereka lebih banyak kesempatan untuk bermain sesuai plot. Orang tua tidak akan membantu. Anak-anak perlu tahu bahwa kehilangan atau jatuh adalah hal yang wajar. Anak-anak belajar untuk berhasil ketika mereka mengatasi rintangan, bukan melalui orang tua mereka untuk membantu mereka keluar. "Penting bagi anak-anak kecil memiliki kesempatan untuk bersenang-senang dan mengambil risiko tanpa merasa bahwa orang tua mereka akan mengkritik atau mengoreksi mereka jika mereka melakukan kesalahan. Bahkan mendorong orang tua untuk sengaja membuat kesalahan kecil di depan anak-anak mereka. "Melihat orang tua melakukan kesalahan dan tidak melakukan hal-hal hebat dengan mereka membuat anak-anak jauh lebih nyaman."

7. Fokus pada "setengah gelas air"

Jika anak kita cenderung memiliki harga diri yang rendah setelah mengalami kekecewaan, bantulah anak kita untuk merasa lebih optimis tentang hal itu. Alih-alih menawarkan inisiatif semu seperti, "Yah, setidaknya ada manfaatnya", anak didorong untuk memikirkan cara konkret untuk memperbaiki situasi dan membantu mencapai tujuan yang diinginkan. Jika anak kita tertinggal dari teman sekelasnya dalam membaca, ini menunjukkan bahwa setiap orang belajar dengan kecepatannya masing-masing dan mengajak anak kita untuk menghabiskan lebih banyak waktu belajar membaca bersama. Jika anak kita benar-benar sakit hati ketika dia tidak mendapat nilai atau bintang kelas, jangan katakan, "Tapi Ibu mengira kamu bintang." Sebaliknya, katakan, "Saya mengerti betapa kecewanya kamu. Ayo buat yang baru satu."Rencana belajar yang meningkatkan peluangmu menjadi juara kelas semester depan."

8. Kembangkan minat dan bakat anak

Perkenalkan anak kita ke berbagai aktivitas dan dorong dia untuk menemukan aktivitas yang sangat dia sukai. Anak-anak yang bersemangat tentang sesuatu, apakah itu kecintaan pada dinosaurus atau memasak, bangga dengan pencapaian mereka dan lebih mungkin berhasil di bidang lain dalam hidup mereka. Minat yang tidak biasa akan sangat membantu anak-anak yang kurang cocok di sekolah. Kita juga dapat membantu anak kita memamerkan minat dan bakatnya kepada anak lain sehingga lebih mudah bagi mereka untuk berteman. Misalnya, jika anak kita suka menggambar tetapi sebagian besar teman sekelasnya tertarik dengan olahraga, dorong dia untuk menggambar bertema olahraga. Atau dia bisa membuat koleksi buku berisi gambar-gambar kegiatan olahraga yang bisa dia perlihatkan kepada teman-teman sekelasnya. "Ada kalanya orang tua dan guru perlu bekerja sama untuk menemukan cara membantu seorang anak menonjol di kelas.

9. Permintaan pemecahan masalah

"Anak-anak akan mendapatkan kepercayaan diri ketika mereka berhasil bernegosiasi untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Orang tua dapat mengajar anak kecil untuk mencoba memecahkan masalah mereka sendiri. Kuncinya adalah: Tidak ada yang perlu dibicarakan. Jika seorang anak mendekati orang tua dan mengeluh bahwa temannya mencuri mobil mainan favoritnya saat bermain di taman, tanyakan langkah apa yang dapat mereka ambil untuk mendapatkan mainannya kembali. Bahkan jika ide pertama yang muncul di mulut batita Anda adalah merebut mainan dari tangan temannya, tanyakan kepada anak Anda apa yang akan terjadi selanjutnya jika mereka melakukannya. Kemudian tanyakan, "Bisakah kamu menemukan cara lain untuk mendapatkan kembali mainan itu tanpa berkelahi?" Dalam sebuah studi oleh Dr. Shure tentang situasi ini, seorang anak berusia 4 tahun memiliki ide yang brilian dan sangat dewasa, yaitu mengatakan kepada pengacau mainan: "Kamu akan lebih bersenang-senang bermain dengan mobil daripada bermain sendirian."

10. Temukan cara untuk membantu orang lain

Saat anak-anak merasa mereka telah membuat perbedaan apakah itu sekadar memberikan kue ke teman di meja sebelah, atau membawa keranjang buah ke panti jompo anak-anak merasa lebih percaya diri. Tidak apa-apa jika anak diberi tanggung jawab pengasuh (menyapu lantai atau membereskan tempat tidur), tetapi jika mereka membantu dalam suatu kegiatan ("Ibu sangat membutuhkan bantuan kakak laki-laki"), itu akan meningkatkan kepercayaan diri mereka pada anak. "Anak itu akan segera melihat bahwa pekerjaan orang dewasa membutuhkan banyak usaha, dan akan lebih mudah baginya jika nanti dia harus melakukan tugas yang biasa dia lakukan denganmu.

11. Beri anak kesempatan untuk bergaul dengan orang dewasa

Anak-anak suka bergaul dengan teman sebayanya, tetapi menghabiskan waktu bersama orang dewasa juga penting bagi anak-anak. Menghabiskan waktu dengan orang dewasa memperluas wawasan anak-anak, memungkinkan mereka berinteraksi dengan orang dewasa yang dekat, dan memberikan perspektif berpikir yang berbeda. Para peneliti juga menemukan bahwa memiliki hubungan dekat dengan orang dewasa, guru, paman, babysitter, atau orang tua dari teman dekat membuat anak lebih tahan terhadap kehidupan.

12. Membayangkan masa depan

Jika anak-anak dapat membayangkan melakukan sesuatu yang bermanfaat ketika mereka dewasa, mereka akan merasa lebih percaya diri di masa kanak-kanak. Ajaklah anak-anak untuk mendiskusikan bagaimana orang tua mereka dan orang dewasa lainnya (yang mereka kenal) memilih profesi yang mereka miliki saat ini. Sekalipun dia mengubah tujuannya, yang terpenting adalah dia memiliki tujuan di masa depan.

Orang tua berperan sangat penting dalam membangun kepercayaan diri anak, sehingga anak memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi. Peran orang tua dalam membangun rasa percaya diri anaknya seperti yang telah dijelaskan di atas. Hal ini perlu diterapkan pada anak sejak dini, agar anak memiliki rasa percaya diri, karena rasa percaya diri tidak tercipta begitu saja, melainkan dibangun melalui sebuah proses. Meskipun banyak faktor yang dapat mempengaruhi rasa percaya diri seseorang, namun faktor pola asuh dan interaksi pada anak usia dini merupakan faktor yang sangat mendasar dalam pembentukan rasa percaya diri anak. Di masa depan, anak-anak akan tumbuh menjadi individu yang dapat mengevaluasi dirinya secara positif dan memiliki harapan yang realistis terhadap dirinya sendiri.

Sebagai orang tua, agar baik bagi tumbuh kembang anak, sebaiknya orang tua mencari cara mendidik bagaimana cara mengembangkan rasa percaya diri sejak dini pada anak agar anak memiliki rasa percaya diri yang tinggi, karena hal ini akan sangat bermanfaat. bermanfaat bagi masa depan anak. anak-anak.

Sumber Referensi

Rahman, M. M. (2013). Peran Orang Tua Dalam Membangun Kepercayaan Diri Pada Anak Usia Dini. Edukasia: Jurnal Penelitian Pendidikan Islam, 8(2).

Fabiani, R. R. M., & Krisnani, H. (2020). Pentingnya Peran Orang Tua Dalam Membangun Kepercayaan Diri Seorang Anak Dari Usia Dini. Prosiding Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat, 7(1), 40.

Sulastri, S., & Tarmizi, A. T. A. (2017). Peran Orang Tua Dalam Pendidikan Anak Usia Dini. Raudhatul Athfal: Jurnal Pendidikan Islam Anak Usia Dini, 1(1), 61-80.

Umroh, I. L. (2019). Peran orang tua dalam mendidik anak sejak dini secara islami di era milenial 4.0. Ta'lim: Jurnal Studi Pendidikan Islam, 2(2), 208-225.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun