Mohon tunggu...
Sahiruddin Khaliq
Sahiruddin Khaliq Mohon Tunggu... Buruh - Aku masih di dalam Goa

55521110044/Prof Apollo Daito/Magister Akuntansi Universitas Mercu Buana Jakarta PAJAK,..Bagai mencabut bulu PINGUIN sebanyak-banyaknya dengan teriakan PINGUIN sekecil-kecilnya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Self Assesment Paradoks?

14 April 2022   23:10 Diperbarui: 15 April 2022   03:29 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

K6_Paradoks self assessment_Prof. Apollo Daito Sahiruddin/55521110044/MAKSI/UMB/Jakarta/2021    

Paradoks Sistem Self Assesment Dengan Fenomena Sengketa Pajak

Pajak sangat sexy di mata pemerintah oleh karena itu  hampir semua asfek dalam kehidupan kita baik implisit maupun eksplisit ditemepeli "setoran" pajak dengan berbagai cara dan beragam tarif. Contoh pada saat mendapatkan gaji wajib pajak  dipotong pajak penghasilan.Selanjutnya dipajakin lagi  ketika membelanjakan penghasilan tersebut, membeli makanan, pakaian, kendaraan wajib membayar pajak, dan pemilik tanah dan bangunan wajib membayar pajak bumi dan bangunan.

Fungsi utama pajak adalah sebagai sumber keuangan Negara (Budgetair) dan alat pengatur Negara (Reguler). Terdapat perbedaan prinsip antara system perpajakan sebelum taxreform dengan sistem perpajakan saat ini, Penyebabnya adalah diubahnya Sistem Offisial Assessment menjadi Sistem Self Assessment. Melalui pelaksanaan sistem Self Assessment diharapkan administasi perpajakan dapat dilaksanakan dengan lebih rapi,terkendali,sederhana dan mudah dipahami oleh wajib pajak.

Pemerintah, khususnya Direktorat Jenderal Pajak (DJP), telah melakukan upaya penyempurnaan administrasi perpajakan. Undang-undang PPN telah beberapa kali mengalami perubahan dimulai sejak tahun 1983 dikeluarkannya Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Adapun perubahan peraturan perpajakan dapat dilihat mulai dari yang terakhir seperti berikut;

  1. UU N0. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan 
  2. UU No. 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang
  3. PERPU No. 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan
  4. UU No. 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
  5. UU No. 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang
  6. UU No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
  7. UU No. 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai
  8. UU No. 11 Tahun 1995 tentang Cukai
  9. UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
  10. UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
  11. UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Terdapat beberapa aspek yang dapat mempengaruhi penerimaan PPN, di antaranya yaitu: self assessment system, pemeriksaan pajak, dan penagihan pajak. Perubahan dari Official Assesment ditengarai sebagai penyebab timbulnya sengketa pajak karna pemerintah menyerahkan sepenuhnya tanggungjawab kepada wajib pajak  untuk menghitung sendiri jumlah pajaknya sehingga terbuka kemungkinan wajib pajak untuk memanfaatkan celah sistem ini untuk berbuat tidak jujur dalam memenuhi kewajibannya. Peraturan sebaiknya dibuat sederhana,tidak sering berubah,dan tidak berlapis seperti bawang, agar mudah difahami,lebih pasti,tidak menjadikan perih siapapun yang menyentuhnya, dan memiliki inti. Lapisan hukum yang terlalu banyak seringkali melelahkan dan membingungkan, hal ini dapat mempengaruhi kepercayaan masyarkat terhadap hukum sehingga tingkat kepatuhanpun menjadi rendah.

Di bidang perpajakn terdapat perbedaan tujuan antara wajib pajak dengan pemungut pajak. Wajib pajak berupaya agar dapat membayar pajak sekecil mungkin bahkan  menghindari pajak tapi pemungut pajak/pemerintah berupaya agar wajiib pajak membayar pajak sebesar mungkin. Tujuan yang berbeda ini berpotensi menimbulkan sengketa pajak sampai tingkat pengadilan pajak.
Berdasarkan data Sekretariat Pengadilan Pajak Kementerian Keuangan, putusan banding yang mengabulkan seluruhnya sepanjang tahun 2021 mencapai 5.338. Adapun, keputusan yang mengabulkan sebagian tercatat mencapai 2.590 pada tahun 2021, merupakan jumlah terbanyak sejak 2015. Hal ini mengindikasikan bahwa kinerja pemeriksaan berjalan kurang optimal sehingga Ditjen Pajak menelan kekalahan dalam setiap sengketa. Sengketa pajak biasanya muncul apabila terjadi ketidaksinkronan data dari wajib pajak sehingga mendorong adanya pemeriksaan oleh petugas pajak.

Menurut Neilmaldrin Noor (Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan) kasus yang mengabulkan seluruh permohonan banding wajib pajak mayoritas karena wajib pajak menunjukkan dokumen pendukung yang tidak lengkap atau kompeten pada tahap pemeriksaan awal(Associates, 2022).

Walaupun Peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan sudah mengatur tata cara perpajakn tetapi tetap saja peraturan tersebut masih jauh dari kata sempurna sehingga berpeluang menimbulkan interpretasi ganda dan multitafsir. Keadaan ini menjadi salah satu  pemicu sengketa pajak yang masih banyak  terjadi di lapangan. Wajib pajak maupun aparatur pajak (Fiscus) membutuhkan kepastian hukum  dalam praktik penarikan /pemungutan pajak.Untuk memberikan kepastian hukum dan keadilan baik kepada wajib pajak maupun pemerintah sebagai fiscus, pembuat UU menetapkan UU tentang pengadilan pajak  No.14 Tahun 2002 yang diundangkan tanggal 12 Aprill 2002 yang disebut  UU Pengadilan Pajak.(DJP, 2002)

UU Pengadilan Pajak mengatur hukum acara Pengadilan Pajak, gugatan, dan permohonan banding, namun dalam praktik di Pengadilan Pajak banyak hal-hal ysng belum diatur dalam UU Pengadilan pajak tersebut . Sebagai contoh matriks sengketa ,uji bukti dan sebagainya(Tampubolon, 2022)

Mengenai Kejahatan dan sistem keuangan global (yang berperan sebagai fasilitas tindak kejahatan), harus dipahami bahwa pelaku kejahatan (yang sudah terungkap atau pun belum) bersama-sama memanfaatkan fasilitas yang sama untuk melindungi kejahatan dan menikmati hasilnya secara sah (James S. Henry, Columbia University, Center for Sustainable Investment, 2016)

Joseph E. Stiglitz peraih Nobel dan sekaligus seorang ekonom dunia memberi gambaran tentang sistem perpajakan yang baik secara umum, yaitu cerminan sistem yang jujur. "Kejujuran (fairness), dimana sistem perpajakan harus mencerminkan keadilan terhadap masing-masing individu dalam masyarakat

Ketika kita dibenturkan dengan diskusi teknis perundang-undangan bukan pada tataran konstruksi dan alas kebijakannya terlebih dahulu oleh mereka yang mengaku ahli dan memahami betul masalah ini, mari kita ingat kembali pandangan Daniel Kahneman seorang Ahli Psikologi Pengambilan Keputusan sekaligus peraih Nobel di bidang ekonomi tentang kesalahan yang sangat mungkin terjadi akibat terlalu banyak menduga dan mengira dengan intuisi(Kahneman, 2011), bahwa intuisi untuk mengidentifikasi sebuah permasalahan dan mengambil keputusan menjadi kuat dan terasa bisa diandalkan karena kita memperoleh umpan balik yang relevan saja, namun manusia pada dasarnya dikuasai oleh intuisinya tersebut dan memiliki kecenderungan tetap mengambil keputusan meskipun mereka tahu hal tersebut salah. Kuncinya yaitu terus menemukan justifikasi meskipun tidak tepat. Silahkan menduga-duga dan berfilosofi, namun dalam penyelesaian masalah tidak bisa selalu menggunakan pendekatan tersebut apabila dominasi "duga" dan "kira" terasa dalam naskah yang seharusnya mencerahkan dan jujur.    

     

Dengan merefleksikan tujuan ketahanan yang berbeda dari pemerintah, bisnis, dan masyarakat akan membantu memastikan bahwa agenda diselaraskan dalam mencapai pendekatan seluruh masyarakat untuk mengatasi risiko kritis dalam bentuk apa pun. Bagi pemerintah, menyeimbangkan biaya, mengatur ketahanan, dan menyesuaikan pengaturan berbagi data untuk memastikan manajemen krisis yang lebih tajam adalah kunci untuk mendorong interaksi yang lebih kuat antara sektor publik dan swasta

Referensi:

Associates, S. S. &. (2022). Sengketa pajak. Bisnisindonesia. https://www.ssas.co.id/sengketa-pajak-kinerja-pengawasan-dipertanyakan/

DJP. (2002). UU RI No. 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak.

Kahneman, D. (2011). Thinking Fast and Slow. https://en.wikipedia.org/wiki/Thinking,_Fast_and_Slow

Kemenkeu. (2022). Statistik. http://www.setpp.kemenkeu.go.id/statistik

Tampubolon, A. (2022). Praktek banding di Pengadilan Pajak. In pengadilan pajak. Google Book. https://books.google.co.id/books?hl=id&lr=&id=53VgEAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PP1&dq=hubungan+sengketa+pajak+dengan+sistem+self+assessment&ots=TfrzfsD5H6&sig=uvegQi7CpEL02i_UH5-ZGH6zNDE&redir_esc=y#v=onepage&q&f=false

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun