"Akhirnya kau membukanya, cucuku," sebuah suara serak terdengar. Suara yang familiar... suara neneknya yang telah meninggal 4 tahun lalu lalu.
Dinda terhuyung mundur. Boneka itu bergerak, bangkit perlahan dari duduknya. "Nenek sudah lama menunggumu di sini..."
Jeritan Dinda memecah keheningan malam. Dia berlari keluar kamar, meninggalkan laptopnya yang masih menyala. Namun sebelum mencapai pintu depan, dia mendengar langkah-langkah kecil mengikutinya. Tap... tap... tap...
Suara tawa kecil menggema di belakangnya. "Mau ke mana, cucuku? Bukankah kau berjanji akan menemani nenek di sini?"
Dinda terbangun dengan napas tersengal. Dia mendapati dirinya tertidur di depan laptop. Jam menunjukkan pukul tiga pagi. "Syukurlah... hanya mimpi," gumamnya lega.
Namun ketika dia hendak melanjutkan mengerjakan skripsinya, matanya menangkap sesuatu yang membuat darahnya berdesir. Di layar laptopnya, ada sebuah file baru yang belum pernah dia buat sebelumnya.
Nama file itu: "Untuk cucuku tersayang.doc"
Dan di sudut ruangan, lemari kayu tua itu... pintunya sedikit terbuka menampilkan boneka porselen yang tersenyum ke arahnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H