PERAN ISLAM MELALUI PENDEKATAN ISLAM INTERDISIPLINER DI ERA MILENIAL
Perkembangan agama islam dilihat dari berbagai sudut pandang dalam sekumpulan ilmu yang  relevan atau ilmu yang  terpadu. Memahami islam harus dilihat dari berbagai dimensi, jika meninjau islam dari satu sudut pandang saja, maka yang terlihat hanya satu dimensi. Yang berarti islam tidak cukup hanya dengan satu pendekatan atau keilmuan tertentu saja, tetapi harus membutuhkan banyak pendekatan secara interdisipliner. Islam diperlukan adanya kajian yang diantaranya menggunakan pendekatan history, filsafat, sosiologi, antropologi, agama dan lain-lain.
Studi Islam semakin berkembang diberbagai negara, dengan begitu umat islam lebih banyak menyimpan masalah yang perlu dipelajari dan diteliti dari peristiwa masa lampau. Islam tidak dapat membendung derasnya arus informasi dan komunikasi serta modernisasi, tentunya diperlukan suatu bentuk upaya tabayyun dalam rangka meluruskan problem atau fenomena yang terjadi pada agama islam.
Perluasan luang lingkup dalam agama islam akan mengurangi kualitas kajiannya. Sehingga, dibutuhkan upaya-upaya guna memperluas kualitas kajian tersebut dengan mengkolaborasi pada kalangan spesies luar yang berkualitas tinggi. Pada kualitas kajian yang dibatasai akan menimbulkan risiko yang berkesan buruk terhadap seperangkat praktik dalam keagamaan islam dan harus menutupi realitas yang lebih kompeks, biasanya terdiri dari ilmu keagamaan klasik.
Sementara, Pada hakikatnya keagamaan klasik sendiri menjadi inti dari studi islam, disebabkan sebagian kebudayaan yang dipelajari dalam islam masih memandang sebagai persoalan penting yang perlu dipertahankan kualitas hasilnya. Dalam konteks islam, terdapat tradisi-tradisi pibumi yang dominan lebih menonjol dipraktekkan, dibentuk melalui pelembagaan nilai-nilai dalam masyarakat, dan diimplementasikan dalam berbagai kawasan baik dilokasi pedesaan atau perkotaan. Suatu agama yang tidak dianut oleh masyarakat dipedesaan atau perkotaan disebabkan karena kenyataan historis, sehingga harus mengedepankan peradaban melalui pemikiran kreatif yang didukung dengan penguasaan iptek agar menciptakan suatu perdaban besar dan mengatur kehidupan antar umat dari berbagai bangsa dan agama. Terciptanya peradaban islam di Indonesia memiliki makna ganda, yang berarti terciptanya kebangkitan beragama sekaligus terciptanya suatu bentuk agama sebagai alternatif bagi gejala peradaban diberbagai tempat.
Peradaban islam dapat maju jika niai-nilai normatif agama dipadukan dengan realita politik dan kebudayaan atau tradisi setempat. Sementara itu, kenyataan yang ada keagamaan diungkapkan sesuai nilai kebenaran pada kerangka paradigmanya. Nilai-nilai yang terkandung dalam islam baik ekplisit mapun implisit dapat menyatukan masyarakat muslim secara khusus dan masyarakat muslim secara umum. Dalam keberagaman umat islam, ajaran-ajaran tentang nilai keagamaan sedikit telah hilang nilai kearabannya.
Dengan demikian, menjadikan bentuk islam di Indonesia mengalami perubahan dengan bentuk islam didunia manapun, penyebabnya adanya faktor kelonggaran atau keterbukaan yang turut mendukung tersebarnya islam secara kompleks dikalangan masyarakat Indonesia. Perkembangan dan kemajuan umat muslim menuntut tehadap kualitas ulama' yang mampu mengubah cara berpikir dari pendekatan doktriner menjadi pendekatan multidisipliner atau interdisipliner sehingga menghasilkan wawasan islam yang makro.
Interdisipliner merupakan kajian dengan menggunakan sejumlah sudut pandang (perspektif), dengan landasan  bentuk paradigma yang bekerja untuk memahami persoalan suatu masalah yang terjadi diera millenial ini. Sebagaimana dasar-dasar  yang telah diterapkan oleh Imam Syafi'i bahwa landasan utama paradigma menciptakan kajian ushul fiqh yang klasik, tetapi diera saat ini kajian tersebut sulit berkembang. Maka, diperlukannya hubungan dan komunikasi dengan tradisi keilmuan sosial antar umat manusia.
Interdisipliner ini berperan penting dalam membangun kebangkitan islam dengan cara mewujudkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sifat interdisipliner dalam bentuk integreted dan komperhensif harus mampu mewujudkan sosok manusia yang mempunyai pendirian "The Conscious of God dengan spirit liberating and civilizing". Untuk mencipatkan hasil pemahaman dalam kajian keislaman dibutuhkan beberapa pendekatan, tidak hanya satu pendekatan disiplin ilmu (monodisiplin). Berdasarkan asumsi yang muncul bahwa pada prinsipnya interdisipliner berarti satu ilmu baru yang serumpun, meliputi ilmu agama sebagai pengaruh dari norma yang berlaku dan ilmu sosial-humaniora sebagai hasil pengembangan kerjasama antar satu ilmu dengan ilmu lain sehingga merupakan satu kesatuan dengan metode tersendiri.
Â
Pendekatan interdisipliner ini perlu dibiasakan dengan lebih efektif dalam memahami dan mengamalkan segala persoalan agar menumbuhkan bibit-bibit keahlian yang berkaitan dengan ilmu gama maupun ilmu yang mempelajari realita sosial dikehidupan saat ini. Dengan begitu, agama islam mampu mengurai terhadap persoalan yang lebih lengkap (komprensif) sesuai kebutuhan dan tuntutan yang semakin kompleks dengan adanya ilmu pengetahuan yang berkembang. Faktor kunci dalam pendekatan interdisiplin yang berhasil adalah latar belakang pendidikan peneliti sekaligus kemauan dan usahanya guna mencari pandangan terhadap para koleganya yang mempunyai pikiran perspektif dan inovatif. misalnya persoalan terhadap lumpur lapindo di Sidoarjo, jika dipertimbangkan dengan rumpun ilmu pengetahuan melalui ilmu geologi, vulkanologi, pertambangan, fisika, kima, arsitektur dan geodesi. Maka, persoalan tersebut dapat dipecahkan dengan tepat.
KesimpulanÂ
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa islam sebagai agama rahmatan lil 'alamin mempunyai berbagai makna, islam yang mengunggulkan hak dan martabat manusia, serta islam yang memberikan manfaat bagi seluruh manusia. Dengan begitu, islam menggariskan bahwa pengetahuan juga harus dibuat dalam bentuk norma sehingga diterima secara universal.
Islam interdisipliner bukanlah sebuah disiplin, tetapi lebih mengarahkan terhadap beberapa hubungan kedisiplinan. Dalam pendekatan interdisiplin perlu mengkombinasikan antara pendekatan diakronis sejarah dengan pendekatan sikronis ilmu-ilmu sosial. Pendekatan ini perlu dimanfaatkan secara optimal dan maksimal untuk mengimbangi keilmuan umum dan agama. Sehingga, diera kondisi milenial saat ini tidak menimbulkan konflik-konflik antar pendapat dari berbagai keilmuan.
DAFTAR PUSTAKA
Djunaedi, A. F. (2003).Tantangan dan Problematika Pendidikan Islam di Era Globalisasi.EL TARBAWI, (VI), 16-27.
Baidhawy, Z. (2011). Studi Islam Pendekatan dan Metode. Yogyakarta: PT Pustaka Insan Madani.
Thahir Lukman, S. (2004). Studi Islam Interdisipliner. Yogyakarta: CV. Qalam Yogyakarta.
Ghazali, D. A., Gunawan, H., & Kuswandi, E. (2015). STUDI ISLAM: suatu pengantar dengan pendekatan interdisipliner.
Kaelan, H. (2010). Metode Penelitian Agama Kualitatif Interdisipliner. Yogyakarta: Paradigma.hal.20.
Martin, R. C. (2002). Pendekatan Kajian Islam dalam Studi Agama, terj. Zakiyuddin Bhaidawy, Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Tabrani, Z. A. (2014). Islamic Studies dalam Pendekatan Multidisipliner (Suatu Kajian Gradual Menuju Paradigma Global). Jurnal Ilmiah Peuradeun, 2(2), 211-234.
Minhaji, A. (2010). Sejarah sosial dalam studi Islam: Teori, metodologi, dan implementasi. Suka Press.
Nata, A. (2016). Metodologi studi islam.152-154.
Abdullah, M. A., & Abdullah, M. A. (2007). Islamic studies dalam paradigma integrasi interkoneksi: sebuah antologi. Suka Press.
 (Tabrani, 2014: 214-215). Interdisipliner dalam Abdullah (2007: 56)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H