Sakitnya negeri ini adalah sebuah siklus dari manusia-manusia "pementing diri sendiri" yang hidup di dalamnya.
Dalam memperjelas apa yang dimaksud siklus itu, izinkan saya mengemukakan imajinasi saya untuk menggambarkannya.
Ketika rakyat sebagai individu mementingkan dirinya masing-masing, mereka akan memilih calon pejabat yang menguntungkan bagi mereka (bahkan demi keuntungan jangka pendek, seperti menerima uang suap). Jika calon pejabat itu terpilih, maka ia akan berupaya mengembalikan modalnya dan memperoleh keuntungan. Tentu saja ketika tujuan itu muncul, segala hal yang terjadi akan merugikan rakyat. Sebab, jabatan negara pada dasarnya bukanlah profesi untuk memperkaya, melainkan profesi untuk mengabdikan diri pada nusa dan bangsa. Siapa yang akhirnya kembali menderita jika keadaan itu yang terjadi?
.
.
.
.
Masalah yang dialami negeri ini memang tidak hanya bertumpu pada hal-hal yang saya tuliskan di atas, selalu ada masalah yang bersumber dari alam dan kegilaan manusia yang tak mampu dinalar akal sehat. Saya sangat menyadari itu. Namun, menurut saya, sebagian besar masalah yang kita alami utamanya bersumber dari hal-hal-hal yang saya jabarkan di atas.
Hancurnya perekonomian, pengangguran, kemiskinan, rendahnya kualitas kesehatan, minimnya kualitas pendidikan, kriminalitas, bentrok antarumat beragama, dll. Merupakan masalah dipermukaan yang memiliki variabel kausal dengan segala akibat dari adanya sikap mementingkan diri sendiri yang dimiliki oleh manusia Indonesia.
Jika budaya mementingkan diri sendiri ini masih terus dipertahankan, maka masalah fundamental yang dialami rakyat tidak akan pernah selesai bahkan sampai pada zaman anak cucu kita nanti. Bangsa kita akan terus sakit.
Saya sebagai setitik bagian dari negeri dan bangsa ini selalu memimpikan Indonesia suatu saat akan menjadi negeri yang berbahagia di kemudian hari. Tidak ada lagi manusia di tanah ini yang tidur dalam keadaan lapar karena seharian atau lebih belum mendapatkan makan. Tidak ada lagi orang tua yang berpisah dengan anaknya selama bertahun-tahun karena harus mencari nafkah di negeri orang. Tidak ada lagi anak-anak yang terlantar dijalanan tanpa pendidikan, yang menyanyi, membawa sampah, lusuh, dan kotor, sambil tertawa dengan sesamanya bukan karena mereka sudah cukup bahagia, melainkan karena mereka tidak pernah tahu bahwa mereka pantas memperoleh yang lebih layak dalam kehidupannya. Tidak ada lagi orang-orang berusia lanjut sebatang kara yang bahkan untuk bergerakpun sudah sulit, harus duduk di kursi pengadilan karena berupaya mempertahankan hidupnya. Tidak ada lagi di setiap jengkal negeri ini orang takut untuk beribadah sesuai keyakinannya karena sikap toleransi yang mulai terkikis.
Saya yakin di negeri ini masih banyak orang-orang yang baik. Hanya saja saat ini menjadi baik saja tidak cukup, kita juga harus peduli. Sadarlah bahwa pada kondisi kita saat ini, bersikap tidak acuh dan hanya mementingkan diri sendiri adalah sebuah kejahatan. Kejahatan yang tak terlihat, kejahatan yang terbebas dari hukum.
Marilah kita bersama-sama memajukan negeri ini dengan ciri "kegotong-royongan" bangsa kita yang telah dikenal dunia. Jika pepatah mengatakan kebaikan tidak akan pernah menang melawan kejahatan yang terorganisir, mengapa kita tidak mau mencoba mengorganisirkan kebaikan?
"tempat tergelap di neraka disiapkan untuk mereka yang tetap bersikap netral di saat krisis moral terjadi" -Dante Alighieri, penyair Italia di abad pertengahan.
Sekian tulisan yang berisi harapan ini saya sampaikan.
Semoga bisa membuka mata dan hati kita semua mengenai apa yang harus kita mulai untuk perbaikan bangsa dan negeri ini. Sekali lagi, Happy Independence Day for our country, Indonesia. :)