Seseorang, tahukah Kompasianer/ Kompasiana siapakah yang disebutkan? Anggap saja seseorang itu saya. Mungkin anda belum mengetahui siapakah nama saya siapa. Boleh sejenis tanduk atau boleh saja Kompasianer sebut saya sebagai setengah kuda.
Kalau dalam bahasa teknologi boleh saya disebut dengan Start-Up. Kalau Kompasianer menebak saya sebagai  cula atau bisa juga disebutkan salah, namun juga jikalau saya disebut sebagai kuda juga salah.
Namun jika Kompasianer sudah menyebutkan saya sebagai unicorn, mungkin jawaban Kompasianer sudah betul. Namun tidak memungkinkan saya bukan merupakan hewan dan juga saya bukan merupakan perusahaan. Saya hanyalah seorang manusia biasa yang tidak dapat menyeimbangkan antara pekerjaan saya dengan kebiasaan gaya hidup saya.Â
Kompasianer/ Kompasiana boleh menamai saya dengan nama unicorn. Namun karena saya memiliki nama panggilan atau gelar untuk nama sehari hari sebut saja saya dengan nama nanda.
Saya sudah berusia 55 tahun, namun untuk dapat bekerja masih sangat berkobar bagaikan semangat '45. Namun tidak demikian saya masih memiliki keluarga yang harus saya bagi waktu sehingga kami bisa saling bertemu. Namun saya sudah bekerja lebih dari 15 tahun lamanya. Dikarenakan saya kerjanya di luar kota sebut saja saya kerja dinas diluar. Sehingga saya tidak ada waktu sempat pulang ke rumah, bahkan untuk pulang berlibur saya saya tidak ada waktu untuk membaginya.Â
Karena di perusahaan kami punya aturan jika tidak dapat menyelesaikan pekerjaan diatas jam 6 sore maka saya tidak akan diperbolehkan untuk pulang, sehingga saya fighting agar dapat mengerjakan deadline dengan mengejar target agar dapat menyelesaikannya bahkan juga agar saya tidak kena pinalty dengan aturan tidak ada hari libur kalau menyimpang dari aturan tersebut, karena perusahaan tempat saya bekerja libur adalah hari kerja sehingga tidak ada waktu bagi saya untuk pulang ke kampung halaman.
Tahu gak kalau kami pulang disaat hari libur maka siapapun karyawan di perusahaan ini yang pulang maka akan kena pinalty dengan denda sekitar gaji 3 bulan. Wah kaget kan bayangkan saja dendanya sekitar 3 kali lipat dari gaji sebulan kalau pulang disaat libur tanpa pamit ke atasan dan sebanyak itu masih belum tentu kita masih punya tabungan sebanyak itu apalagi masih mikirin keluarga di rumah bahkan saya terbiasa terlepas dan menjadi teladan di perusahaan sehingga saya memiliki kebiasaan kerja yang berlebihan yang tidak mengenal waktu bahkan apapun yang saya kerjakan sampai berlebihan. Tindakan kerja saya yang gila ini sehingga saya bisa disebut Nanda sebagai workaholic selain itu saya memiliki sifat yang sangat perfectionis dalam menyelesaikan beberapa pekerjaan secara online atau offline di rumah dan di Kantor. Tahukah Kompasianer/ Kompasiana.Â
Saya saking percaya diri saya sehingga saya sangat bangga dengan diri saya sebagai orang yang gila kerja. Sehingga apapun yang saya kerjakan baikpun itu menjadai multi tasking dan tidak terkontrol dalam menyeimbangkan kehidupan saya secara normal gituh. Saya salah satu seorang ayah yang mengubah cara pandang anda Kompasianer Kompasiana secara perfektif sangat berbeda. Cara pandang saya sangat berbeda dengan cara pandang Kompasianer dikarenakan mungkin saja Kompasianer mengetahui bagaimana menyebangkan antara kehiupan kerja secara normal dengan kehiupan pribadi namun tidak demikian dengan saya tidak dapat menyeimbangkan waktu saya dalam bekerja maupun dengan kehidupan pribadi saya.Â
Kerja yang saya lakukan secara terus menerus menyebabkan saya mengalami gangguan kesehatan sehingga tubuh saya tidak dapat saya porsir dengan baik seperti saya merasakan insomnia (sulit tidur) ini bisa disebatkan saya selalu mendapat tugas dari  atasan saya bahkan saat saya sudah berada diruamah namun tiba tiba ada panggilan dari si Boss katany Nanda punya tugas tambahan untuk dikerjakan pada malam ini nanti tugasnya dikumpulin lewat email yah, tutur nya. Yah malam ini saya akan bertarung untuk menyelesaikan tuganya. Mengingat dan melihat jam sudah pukul 23.00 wib. Namun saya tetap mengerjakannya berharap nanti atasan saya senang melihat hasil kerja saya, tutur saya. Ada juga penyakit diabetes yang saya alami dikarenakan saya terlalu lama duduk di kursi sembari kerja sambil negmil tahu tahu dan saya tidak sadar penyakit diabetes menghampiriku.Â
Karena saya sudah merupakan workaholic sehingga saya tidak dapat mengontrol emosi saya dengan baik, karena jika ada orang didekat saya bahkan saya tidak segan segan memarahinya. Tidak lain masalah tersebut bagian dari hal sepeleh saya akan memaki makinya. Kan tidak heran semua orang menyuruh saya agar pindah dari perusahaan saya, namun saya tidak memperdulikannya sehingga saya tidak mau mendekatinya dan mengatainya dengan ceplas ceplos. Tahu gak Kau memang tidak tau malu sudah tahu menganggur enaknya nyuruh saya agar pindah perusahaan emang seenak jidatmu saya akan pindah semudah itu. Emosi yang membuat saya tidak terkontrol tersebut membuat pertemanan kami retak.