Mohon tunggu...
Sahala Tuah Saragih
Sahala Tuah Saragih Mohon Tunggu... Wiraswasta - Independen

"Tidak ada yang bisa lebih jauh dari kenyataan"

Selanjutnya

Tutup

Politik

Membuktikan Dugaan Kecurangan Pemilu

19 Mei 2019   12:01 Diperbarui: 20 Mei 2019   09:47 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Trend dugaan adanya kecurangan perhitungan suara pemilu 2019 (pilpres dan pileg) hingga kini tidak habis-habisnya diperbincangkan dan diperdebatkan di dunia maya (medsos). Berbagai opini pun bermunculan sebagian dengan dan atau tanpa argumen yang jelas. Bagaimana membuktikan adanya dugaan kecurangan pemilu tersebut?

Kita mengetahui bersama, bahwa Perselisihan hasil pemilu adalah perselisihan antara peserta pemilu dan KPU sebagai penyelenggara pemilu mengenai penetapan secara nasional perolehan suara hasil pemilu oleh KPU, termasuk juga Perselisihan antara peserta Pemilu Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota di Aceh dan Komisi Independen Pemilihan (KIP). Hal ini sebagaimana diatur Pasal 1 angka 17 Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Pedoman Beracara dalam Perselisihan Hasil Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Ini berarti, bahwa siapapun peserta pemilu dapat mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) dimana Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku tergugat, setelah KPU sebagai penyelenggara pemilu menetapkan perolehan suara secara nasional. 

Sulitkah menggugatnya? Tidak sulit, setelah mendaftarkan gugatan ke MK dengan persyaratan tertentu, di dalam persidangan kelak penggugat cukup memaparkan dengan membuktikan bahwa telah terjadi kecurangan pemilu (tentu dengan membawa/menunjukkan bukti-bukti bahwa telah terjadi kecurangan pemilu, dengan alat bukti yang sah). Selanjutnya hakim MK akan memprosesnya dalam sidang terbuka serta memutuskannya sesuai dengan fakta-fakta hukum yang timbul di dalam persidangan.

"Negara Indonesia adalah negara hukum." istilah negara tersebut dimuat dalam UUD 1945 pasal 1 ayat (3). Karenanya jika ada timbul sengketa, tindak pidana (baik pidana, perdata maupun tata usaha negara), termasuk perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) sejatinya diselesaikan melalui jalur hukum. Saluran untuk itu, yakni bagi pihak-pihak yang hendak berperkara (PHPU) telah diakomodasi dan diamanatkan oleh konstitusi kita, sebagaimana tercantum di dalam pasal 24C ayat (1) UUD 1945.

Bagi pihak yang berperkara PHPU, dengan adanya putusan Mahkamah (baca : MK) menjadikan para pihak yang berperkara mempunyai legitimasi. Sebab jika saling klaim yang terjadi di antara para pihak (sebagaimana berita-berita yang ada di medsos) tidak akan dapat menyelesaikan soal adanya dugaan kecurangan pemilu, dan bahkan bisa berdampak negatif (kebingungan) di tengah-tengah masyarakat, serta tidak akan mengubah apapun tentang hasil penetapan KPU.

 Jadi satu-satunya cara untuk membuktikan ada tidaknya dugaan kecurangan pemilu 2019 adalah dengan langkah menempuh jalur hukum ke MK (terlepas apapun putusan MK), demi kepastian hukum dan keadilan berdemokrasi.

Salam NKRI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun