Pagi itu suara ceramah di masjid  terdengar jelas dari kamarnya. " Jodoh itu tidak perlu kalian kawatirkan! Karena jodoh itu ada di tangan Tuhan." sebuah pernyataan yang kemudian dilanjutkan dengan beberapa dalil yang tidak mampu diingatnya.
Mungkin karena kegalauannya sehingga dirinya mampu mendengarkan dengan jelas suara ceramah itu. Mungkin juga karena mendadak dirinya terbangun oleh suara tinggi dari penceramah saat mengatakannya. Dia tentu tidak mau ambil pusing dengan apa yang didengarnya atau penyebab bagaimana dirinya pagi itu dapat mendengarnya dengan jelas. Meskipun biasanya, dia tidak pernah terbangun oleh suara Toa masjid di pagi hari. Dia kembali menarik selimutnya hingga menutupi kepalanya.
Usianya sekarang 40 tahun, rambutnya telah tumbuh uban. Tubuh kurusnya tampak dilapisi otot-otot hasil dari latihan rutinnya . Dia memiliki nama asli Feri tetapi sering dipanggil Ceking. Panggilan yang disematkan padanya karena postur tubuhnya.
"Hei Ceking, kau harus segera menikah! Biar kerjamu ada gunanya. " Ujar temannya. "Untuk apa kamu bekerja keras kalau tidak ada orang yang kamu perjuangkan."
Terkadang yang lain menambahkan, " Jangan-jangan nanti saat kamu ngajak anakmu jalan dikira orang-orang jalan sama cucumu, kalau kamu terlambat menikah."
Ejekan-ejekan semacam itu memang sering kali didengarnya. Ketika dirinya berkumpul dengan teman-temannya. Mereka mengatakan itu seolah pernikahan menjadi tolak ukur kesuksesan seseorang. Terkadang Ceking berpikir juga jika mereka ingin menjebaknya. Mungkin pernikahan yang mereka jalani kurang membahagiakan sehingga ingin mengajaknya bergabung dalam kesengsaraan itu.
Setidaknya, tampilan yang ingin diperlihatkan teman-temannya adalah betapa menyedihkan dirinya yang sampai usia empat puluh tahun masih belum menikah dan hal itu berhasil. Ceking selalu memasang wajah menderita saat semua itu berlangsung, tetapi sebenarnya dirinya menikmati semua itu. " Mereka akan sedih jika aku tampak santai dan tidak menghiraukan perkataannya. Aku pikir  berpura-pura sedih untuk membahagiakan mereka sebagai sesuatu yang mulia." Ujarnya pada terapisnya. Seorang terapis perempuan yang usianya sepuluh tahun di bawahnya dan juga masih belum menikah.
" Ya. Aku juga sering melakukannya."
Sayangnya, Terapisnya itu tidak mau disebutkan namanya. Kita sebut saja terapis B, karena sifatnya yang baik, huruf  B dirasa dapat mewakili kebaikannya.
" Kalau boleh tahu, bagaimana pertemananmu dengan badrul?" Tanya Terapisnya.
Badrul teman sekolahnya, seorang dengan berbagai hobi rahasia. Konon dalam ceritanya, saat masih kecil, Badrul menyukai lidi. Sebuah lidi yang dipotong-potong itu menurutnya indah dan menarik. Lidi itulah yang kemudian menghiasi meja belajarnya, yang tiap pagi dan sore dia bersihkan dengan tisu basah yang dibelinya dengan uang jajannya. Dia pula orang pertama yang memanggil Feri dengan nama Ceking.