Mohon tunggu...
S A Hadi
S A Hadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Sholikhul A Hadi

Happy is the people whitout history

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perskaal

26 Oktober 2019   12:07 Diperbarui: 26 Oktober 2019   12:14 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://www.hawthorneatconcord.com/4610/23/ Diambil pada 12:04

Sebagai editor, Semua tulisan yang sampai padanya selalu di baca hingga tuntas. Tidak terkecuali tulisan yang menurut banyak orang tidak bermutu. Laura percaya bahwa setiap tulisan yang lahir dari pikiran manusia memiliki dunia tersendiri dan merupakan hasil terbaik dari pengetahuan yang telah ditimbun penulis sejak lahir.

Rekan kerja laura menganggapnya kurang cakap dalam menjalankan tugas. Mungkin itu disebabkan oleh dirinya yang selalu terlarut dalam bacaannya. Laura seolah melupakan segalanya ketika membaca, makan, minum, telpon, dan bahkan suaminya. Dia terjebak dalam dunia yang penulis ciptakan. Bagi rekan-rekannya, seorang editor harus bersikap obyektif dan mampu memberikan penilaian pada setiap tulisan yang dibacanya. Tetapi Laura tidak pernah bisa menilai tulisan yang baik atau buruk, berkualitas atau sampah, dan berisi atau kosong. Ketika ditanya oleh rekan kerjanya menganai tulisan yang dibacanya, laura hanya menjawab " Sepertinya tulisan ini dapat diterima oleh publik" atau "Aku merasa publik belum siap menerima tulisan ini."

 Pada email yang akan dibacanya, Laura memberikan harapan yang lebih dari "dapat diterima oleh publik". Dia menginginkan tulisan itu dapat menggemparkan publik. Hal itu sebenarnya cukup tragis bagi seorang editor yang telah mendapatkan banyak penghargaan sepertinya. Dan Laura tidak pernah merasa canggung atau malu atas harapannya.  Maka pada detik yang membingungkan itu, semua derita yang dirasakannya telah lenyap.

Kini Angga telah kehilangan dirinya. Dasar semedi yang pernah dipelajarinya sirna. Pikirannya tidak dapat mensugesti agar kekawatiran yang mengakibatkan rasa putus asa lenyap. Angga menutup matanya. Mencoba berkonsentrasi kembali, tetapi pikirannya justru menggiringnya pada sebuah peristiwa yang tidak bisa dikendalikannya. Sebuah momen perenungan atas apa yang pernah terjadi di desanya saat pabrik calcium carbonat memborong semua lahan pertanian di desanya. Entah mengapa Angga merasa tidak rela ketika melihat alat-alat berat perusahaan menghancurkan perbukitan.

Angga tidak menginginkan pikiran itu bersemayam di alam bawah sadarnya. Walaupun fakta yang terjadi selalu memaksanya untuk terus membenarkan pikiran itu. Ketika Angga kuliah, fakta-fakta yang lebih membuatnya geram semakin sering dia temukan. Akses informasi yang semakin mudah membuatnya dapat mengakses pengetahuan tentang seberapa banyak bukit yang telah beralih fungsi menjadi lembah akibat tambang. Tentu Angga tidak menyalahkan perusahaan tambangnya, perusahaan itu hanyalah alat. Sejatinya orang yang mengambil untung atas penambangan itu yang mengendalikan perusahaan.

Berbekal pelajaran kuliahnya, Angga memutuskan untuk meneliti semua prosesnya. Mulai dari proses pengadaan tanah, perijinan hingga perekrutan pegawai atau buruhnya. Semua tampak normal di permukaan. Tetapi ketika proses itu didalami lebih jauh, terdapat ratusan proses yang janggal. Terdapat kongkalikong antara perusahaan dengan para tokoh yang memborong tanah sebelum terbitnya perencanaan. Terdapat suap antara perusahaan dengan pemerintah yang menerbitkan ijin. Terdapat kongkalikong juga antara pemilik modal dengan sebagian manajemen perusahaan. Terdapat seorang sumber modal dan pengarah yang menjadi pemodal dari pemilik modal. Semua terhubung dengan kepentingan yang rumit. Untuk itu, Angga ingin menyederhanakannya. Dia ingin menelitik tentang pemodal dari pemilik modal.

Siang telah berganti sore dan azdan isya mulai terdengar saling sahut-menyahut. Laura baru saja menyelesaikan bacaannya dan tanpa dia sadari, bayinya telah berada di gendongan Ibu mertua yang duduk di sampingnya. " Kamu serius sekali Ra?" Tanya mertuanya sambil menyodorkan teh hangat.

"Iya bu, tulisannya sangat menarik. Pasti penulisnya menanggung banyak resiko saat melakukan penelitian."

"Siapa memang nama penulisnya?"

Laura baru teringat kalau dia belum menemukan nama penulisnya. Dicarinya kembali nama itu dan akhirnya dapat ditemukan dari emailnya, Angga Pahlevi. Sebuah nama yang terasa tidak asing lagi baginya. "Angga Pahlevi, bu."

"Owh, penulis baru rupanya. Bagaimana isinya?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun