Mohon tunggu...
S A Hadi
S A Hadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Sholikhul A Hadi

Happy is the people whitout history

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perskaal

26 Oktober 2019   12:07 Diperbarui: 26 Oktober 2019   12:14 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://www.hawthorneatconcord.com/4610/23/ Diambil pada 12:04

Rimbun tetumbuhan menghambat sinar matahari siang sampai di hadapannya. Pohon Pinus berjajar tidak beraturan dengan semak setinggi dada orang dewasa menjadi satu-satunya pemandangan yang dapat disaksikannya.  Dari sudut pandangnya, semak rerumputan itu tampak lebih tinggi dari ukuran sebenarnya.

Kicauan burung dan Tonggoret terdengar sahut -- menyahut. Entah mana yang lebih bagus dari suara keduanya, Angga tidak dapat membedakannya. Suara napasnya terdengar lebih nyata dari gema keindahan alam yang selama ini memukaunya. Sesekali napasnya terdengar beriringan dengan nyeri yang dirasakannya.

Mungkin patah tulang rusuknya yang mengakibatkan napasnya terdengar lebih nyaring. Mungkin rusaknya rangkaian mekanik tubuhnya yang mengakibatkan elektrik sarafnya tidak berfungsi.  Kenyataannya, Angga tidak dapat menggerakkan hampir semua bagian tubuhnya.

Demikianlah mengapa nyeri yang dirasakannya itu dapat diabaikan dalam kasus ini. Sakit yang diakibatkan oleh nyeri tidak sebanding dengan rasa putus asa akibat ketidak berdayaannya. Maka untuk menekan rasa itu, Angga mencoba membayangkan istri dan anaknya di rumah. Dia berharap sebuah keajaiban telepati seperti mitos-mitos leluhur dapat terjadi.

Sementara itu di sebuah rumah sederhana yang terletak dipinggiran kota, Laura duduk di ruang tamu sambil menggendong bayinya. Sebagaimana tradisi yang dipegangnya, dia telah mengajukan cuti ke perusahaan sampai tujuh hari kematian suaminya. Laura seorang profesional yang terbiasa dengan tidak melibatkan perasaannya dalam pekerjaan, tetapi pengumuman kematian suaminya telah mengguncang batinnya. Meskipun dia punya penghasilan sendiri yang tidak bergantung pada penghasilan suaminya, kehilangan seorang suami terasa bagaikan akhir dari segalanya.

Pekerjaannya menjadi tidak menarik lagi dan baru setelah tiga hari kematian suaminya, Laura mencoba membuka-bukanya. Itupun berkat saran dari ibu mertua yang melihatnya semakin memburuk. " Cobalah kamu bekerja dari rumah! Barangkali itu dapat meringankan bebanmu."

Terdapat ratusan email dan pesan whatsapp di Ipadnya. Dia lewatkan semua yang diyakininya berisi tentang ungkapan bela sungkawa. Laura tidak ingin upaya untuk kembali mengumpulkan kehidupannya yang telah menguap sia-sia karena terhanyut oleh pesan-pesan itu. Perhatiannyapun tertuju pada sebuah email yang diterima tiga puluh jam sebelum kabar kematian suaminya diumumkan oleh dokter dan kepolisian. Sebuah email yang mungkin terlewatkan karena kepanikan mencari suaminya yang telah menghilang sehari sebelumnya.

Ketika bayangan Angga mulai sempurna dan terasa logis, dia tersadar bahwa itu berakhir pada kepedihan yang dirasakan oleh istri dan anaknya. Dia tidak lagi mampu membayangkan betapa kedua orang terkasihnya menanggung sakit akibat dirinya. "Mereka tentu sangat tersiksa." Gumamnya dalam hati.

Rasa lapar dan hausnya mulai muncul ketika bayangan itu dihapusnya. Dengan berbekal tingkatan rasa lapar dan haus yang diamatinya selama ini, Angga menyimpulkan bahwa lapar dan haus yang dirasakannya sama persis seperti saat tubuhnya tidak mengkonsumsi apapun selama sehari semalam. Jika saat itu matahari telah condong kearah barat dan jika ingatannya benar bahwa dirinya dimasukkan kedalam bagasi mobil saat usai makan siang, maka patut disimpulkan bahwa dia telah berada di tempat yang tidak dikenalinya itu selama kurang lebih lima belas jam.

Sebenarnya Angga sadar bahwa kesimpulannya mengenai waktu tidak memiliki parameter yang jelas. Tingkatan rasa sakit merupakan bagian paling abstrak yang dapat ditangkap oleh otak dengan tanpa acuan yang jelas. Tetapi Angga terus saja mempercayai kesimpulan itu dan bahkan dirinya memutuskan akan menghitung dengan baik hari-hari setelahnya. Dia ingin tahu berapa lama dirinya dapat bertahan tanpa makanan atau cairan yang masuk ke tubuh, meskipun dalam hati dia menertawakan keputusannya itu.

Laura tertarik dengan kalimat pembuka email yang diterimanya. "Dunia ini dipenuhi oleh tangan yang tidak terlihat. Tangan-tangan yang menarik benang kehidupan setiap orang layaknya seorang dalang memainkan lakon wayangnya. Mereka bukan tuhan dan bukan seorang tertuduh." Dalam hati Laura berdoa agar tulisan yang akan dibacanya itu tidak mengecewakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun