Bullying adalah masalah universal yang Ada di sekolah. Dari dulu sampai sekarang, bahkan disekolah yang sangat menekankan nilai agama sekalipun tidak luput dengan masalah bullying pada siswa siswinya.
Sebagai Konselor Pendidikan, cukup banyak saya menerima anak dan remaja korban bullying di ruang konseling, mulai dari anak kelas 3 sampai kelas 12. Banyak di antara mereka menjadi enggan ke sekolah dan merosot akademisnya. Ada yang depresi, bahkan beberapa mengatakan, "I hate my life", dan "Kadang-kadang saya mau meninggal saja".
Memprihatinkan bukan? Namun sayangnya, banyak pihak belum cukup paham mengenai bullying. Menganggapnya sebagai kenakalan biasa, atau justru menyangkal adanya bullying disekolah. Lebih memprihatinkan lagi, korban bully tetap disalahkan, misal dengan mengatakan "Makanya kamu perlu mengembangkan diri kamu supaya tidak diledek lagi oleh teman-temanmu." Ya, ada benarnya bahwa setiap orang perlu mengembangkan diri.
Namun, apakah juga berarti: "Karena seseorang culun maka dia layak dibully?" Sebuah pertanyaan untuk kita refleksikan bersama.
Topik bullying pada anak laki-laki berbeda dengan topik bullying pada anak perempuan.
Seseorang yang terlihat "berbeda" menjadi sasaran empuk bullying milik anak laki-laki dan perempuan, juga senioritas. Sedangkan yang berbeda adalah:
Topik bullying khas anak laki-laki adalah mengenai prestasi, dan bullying di lingkungan anak laki-laki lebih terlihat.
ï‚·
Topik bullying khas anak perempuan adalah berhubungan dengan perasaan iri hati (envy) terhadap temannya, yaitu iri hati terhadap penampilan fisik, popularitas di sekolah, popularitas di tengah-tengah lawan jenis, dll. Bullying anak perempuan lebih tidak terlihat dan biasanya ke arah "Psychological bullying"
Bahkan, bullying pada anak perempuan dapat lebih buruk dibandingkan anak laki-laki.
Bullying pada umumnya tidak dilakukan di hadapan figur otoritas. Inilah salah satu faktor yang membuat bullying menjadi hal kompleks.
Faktor lainnya adalah, berkembangnya Informasi Teknologi. Di jaman Informasi Teknologi ini, ancaman bullying menjadi semakin meningkat dan tidak
terbatas ruang dan waktu. Kita mengenalnya dengan istila Cyber Bullying semakin mudah dilakukan
bahkan sulit untuk diketahui siapa pelakunya. Cyber bullying dapat dilakukan melalui email, sosial media, sms, dll. Apakah orang tua tahu anaknya menerima pesan-pesan di email, fb, atau sms dari seseorang bernama T3DD1 (sebagai contoh), dengan isi pesan, "Dasar loe cewek lebay! Muak liat muka loe di sekolah!"
Bayangkan, bagaimana perasaan anak kita apalagi kalau dia menyimpannya sendiri? Apakah T3DD1 adalah Teddi? Atau apakah dia ternyata adalah Melinda (sebagai contoh), teman baiknya sendiri Cyber bullying most happen now!
Bagaimana mengatasi bullying?
Sayangnya, yang datang menemui konselor adalah para korban bullying. Untuk mengatasi bullying, semua pihak harus berperan. Sistem sekolah yang membentuk budaya sekolah, para pendidik didalamnya, orang tua dan siswa siswinya.
Caranya? Ketahuilah, aturan sekolah sekeras apa pun tidaklah cukup. Saya beri contoh, ada pelaku bullying, diberikan skorsing karena melakukan bullying terhadap temannya. Pertama, pelaku ini mungkin berubah menjadi baik atau, menjadi lebih buruk namun dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Kedua, apabila pelaku dikeluarkan, pelaku
ini mungkin bertobat dan berubah menjadi baik di sekolah baru atau, tetap menjadi pelaku bullying di sekolah yang baru.
Cara efektif untuk mengatasi bullying adalah dengan "To EDUCATE Compassion dan To Change The Wrong Mindset, dari "red bubble thoughts" (istilah untuk pemikiran yang keliru) yaitu mengapa saya melakukan bullying, menjadi " "green bubble thoughts" (istilah untuk pemikiran baru yang benar) yaitu apa yang perlu saya sadari dari "red bubble thoughts" saya sehingga menjadi "green bubble thoughts" kepada semua siswa-siswi.
Meskipun biasanya pelaku bullying sekitar 5-10 orang dikelas, namun masih banyak anak lain yang kita sebut sebagai "Bystander" yaitu mereka yang netral atau takut mengatakan tidak pada perilaku bullying teman-temannya.
Melalui "Bullying Prevention Workshop" kepada semua murid, kita tidak hanya menyadarkan pelaku, menyembuhkan korban, namun juga meng-empower bystander.
Lalu, karena topik bullying pada anak laki-laki dan anak perempuan berbeda, maka "Bullying Prevention Workshop" harus diberikan secara terpisah. Sayangnya, saya tidak bisa menjelaskan di sini bagaimana proses "workshop" tersebut.
Semoga tulisan ini bermanfaat dan membuat kita lebih "aware" terhadap bullying disekitar kita dan anak-anak kita.
Tips buat orang tua, jalinlah komunikasi yang terbuka dan saling percaya
dengan anak. Sehingga anak mau bercerita pada Anda mengenai apa yang dialaminya
sehari-hari.
More info mengenai "Bullying Prevention Workshop" silahkan hubungi
info@sahabatorangtuaanak.com
Salam Pendidikan,
Hanlie Muliani, M. Psi, Psi
Clinical Psychologist
Parenting & Education Consultant
Bullying Prevention Consultant dari Sahabat Orang Tua & Anak
(Parenting & Education Consulting)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H