oleh Yoza Aminullah
Konflik satwa dan manusia sering kali kita dengar terjadi dimana-mana terutama pemukiman yang berada berdekatan dengan Kawasan hutan. Salah satunya mamalia besar yang sering dianggap hama bagi para petani yaitu gajah. Beberapa daerah yang sering terjadi  konflik antara gajah dan manusia sepeti Bun-bun Alas aceh tenggara, Seumanah Jaya aceh timur, Karang ampar Aceh Tengah, kapal Sesak Aceh Selatan, dan banyak lagi daerah lainnya.
Beberapa konflik terjadi disebabkan oleh beberapa hal seperti alih fungsi hutan mejadi perkebunan, pembangunan infrastruktur yang tidak melihat instrument pencegahanan kerusakan lingkungan dengan baik dan perburuan satwa gajah untuk diambil gadingnya. Hal-hal tesebut akan menyebabkan gajah kehilangan habitatnya, wilayah jelajah (homerange) terputus dan pakan yang bersumber dari hutan semakin hari semakin sedikit.
Kemudian pembuatan jerat dan perburuan gajah juga akan membuat konflik, sehingga gajah akan menyerang atau melukai manusia karena instingnya yang menganngap manusia sebagai ancaman hidupnya. Ada juga masalah dalam konflik gajah dan manusia yang dirasakan oleh para petani yaitu gajah sering merusak dan memakan tanaman yang mereka tanam sehingga menyebabkan gagal panen, hal ini tejadi dikarenakan petani tesebut menanam tanaman yang mejadi pakan yang disukai oleh gajah sepeti jagung, sawit, pisang, karet dan berbagai macam tumbuhan lainnya didaerah koridor gajah.
Sampai kapanpun konflik gajah dan manusia diLeuser ini tidak akan pernah selesai jika benang merah yang menjadi masalah dalam konflik ini tidak teputus. Aturan dan kebijakan tentang konflik satwa dan manusia di Indonesia sudah ada seperti Permenhut P.48/Menhut-II/2008, Qanun No 11 Thn 2019 di Aceh. Meskipun ada beberapa hal yang perlu ditingkatkan lagi dalam aturannya dan yang terpenting kontrol implementasi pada aturan-aturan tesebut yang dijalankan dengan sebaik-baiknya.
Penguatan dan immplementasi aturan yang baik, pembagian ruang hidup antara satwa dan manusia, pembangunan infrastruktur yang selalu mempertimbangkan ekologi, pelatihan dan peningkatan kapasitas masyarakat disekitar hutan untuk mendapatkan ekonomi tanpa merusak hutan, edukasi dini kepada pelajar tentang pentingnya menjga lingkungan, melestarikan kearifan lokal, dan melakukan penelitian yang masif untuk kepentingan masyarakat di sekitar hutan. Hal-hal tersebut seharusnya mejadi prioritas dalam penyelasaian konflik antara manusia dan satwa, bukan hanya gajah termasuk satwa-satwa liar lainnya.
Anak-muda juga harus menjadi garda terdepan dalam melakukan edukasi, kampanye dan kontrol sosial bagi masalah-masalah lingkungan salah satunya konflik antara manusia dan satwa liar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H