Rasanya masih ada aja biang keladi yang memprovokasi unjuk rasa mantan pekerja PT Jakarta International Container Terminal (JICT). Soal upah, tambahan insentif penghasilan dan sejenis itu. Isu begitu jadi "dagangan" si provokator.
Dagangan? Iya jelas, "jualan" isu yang nggak  jelas bakal kepentingan siapa. Faktanya nih, pengunjuk rasa yang ngaku pekerja JICT telah memperoleh haknya sejak Mei 2017 dengan total Rp 47 Miliar (sumber: www.merdeka.com).
Kesepakatan awal dalam perjanjian kerja bersama jelas; besarnya bonus 7,8 persen dari profit before tax. Terus apa yang jadi masalah? Gaji, bonus penghasilan, sudah dituntaskan.
Masih ingin menuntut insentif, itu terlalu berlebihan. Toh kesejahteraan sudah diperoleh selama bekerja sesuai perjanjian. Dengan angka gaji terbesar di Asia (sumber: www.kompas.com).
Ini lho rincian gajinya: mulai level staf per bulan Rp 35,9 juta berjenjang sampai tingkatan Senior Manajer Rp 132 juta. Wow fantastis! (sumber: www.liputan6.com).
Tapi soal tuntutan mantan pekerjanya yang pernah sampai ngacem mogok itu nggak mempengaruhi kualitas layanan kinerja JICT kok. Terbukti, sewaktu rame-ramenya demonstrasi, JICT melakukan perjanjian dengan Terminal Peti Kemas (TPK) Koja agar dapat mengoperasikan seluruh dermaga utara JICT (sumber: www.merdeka.com).
Ditambah lagi JICT didukung pemegang kewenangan lain di Tanjung Priok, terutama PT Pelindo II, Kementerian Perhubungan otoritas pelabuhan, syahbandar, bea cukai, Polsek Tanjung Priok dan Hutchinson Port.
Nah, mulai tahun 2018, JICT semakin berbenah guna meningkatkan kualitas pelayanan. PT Multi Tally Indonesia (MTI) terpilih menjadi operator pelaksanan Rubber Tired Gantry Crane (RTGC) yang baru melalui tender transparan, obyektof dan sesuai kebutuhan perusahaan (sumber: www.kompas.com).
Faktanya, ada 114 mantan pekerja PT Empco (vendor pelaksana RTGC sebelumnya yang gagal dalam proses lelang) ikut bergabung bekerja di PT MTI (sumber: www.tribunnews).
Alhasil, dalam waktu 2 pekan PT MTI berhasil menaikkan kecepatan Gross Container Rate (CGR) yang sebelumnya hanya 17 meter/jam menjadi 25 meter/jam. Dampaknya membuat PT JICT mampu memindahkan box rata-rata 20 box/jam (sumber : http://www.beritatrans.com).
Kini, aktivitas bongkar muat peti kemas dibawah naungan JICT aman terkendali. Nggak ada lagi antrean layanan kapal di dermaga dan keterlambatan bongkar muat peti kemas di terminal.
Receiving dan delivery  juga sudah berjalan lancar. Bok/Creane/Hour (BCH) di JICT sudah diatas 22 BCH (sumber: www.bisnis.com).
Jadi, inilah fakta semuanya....*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H