perselingkuhan setelah Thailand di kawasan Asia. Dari hasil responden, sebanyak 40% di Indonesia mengaku pernah melakukan perselingkuhan, sementara di Thailand sebanyak 50% responden yang mengakuinya. Dari aplikasi tersebut pula ditemukan bahwa kasus perselingkuhan di Indonesia lebih banyak diakui oleh perempuan daripada laki -- laki. (Tribun News)
Berdasarkan hasil survei aplikasi Just Dating, Indonesia mendapatkan peringkat kedua tertinggi dengan kasusSementara, berdasarkan laporan dari World Population Review, kasus perselingkuhan terbanyak di dunia ditempati oleh Indonesia pada peringkat keempat setelah India, Cina, dan Amerika. Di beberapa Negara Barat memang menganggap perselingkuhan tersebut menjadi hal yang biasa. Misalnya di AS, setengah dari mereka yang sudah menikah, mengaku pernah melakukan perselingkuhan setidaknya sekali selama pernikahannya. Di Eropa, seperti Denmark, Belgia, Norwegia, dan Prancis, terdapat lebih dari 40% responden yang mengaku pernah tidur dengan seseorang di luar pernikahannya. (Pikiran Rakyat).Â
Desakralisasi Sebuah Pernikahan
Masih menurut World Population Review, sebagian besar perselingkuhan tersebut dimulai dengan teman dekat ataupun rekan kerja, sedangkan durasinya berlangsung rata-rata bekisar dua tahun lamanya. Sebagian ada yang rujuk, sebagian berujung dengan perceraian, bahkan sebagian lainnya membiarkan perselingkuhan tersebut alias TST (tau sama tau) demi status sosial atau anak dan juga demi hubungan baik antar keluarga besar.
Alasan berselingkuh pun bermacam-macam, tetapi mengerucut pada dua alasan besar, yakni dikarenakan ketidakpuasan dalam menjalin hubungan atau sekadar ingin mencari kesenangan/sensasi baru. Seseorang yang merasa bosan dengan pasangan bisa dengan mudah mencari pasangan di luar pernikahanya.
Maraknya perselingkuhan tersebut sejatinya menunjukkan rapuhnya ikatan pernikahan dan bangunan keluarga saat ini, atau desakralisasi pernikahan. Mereka dengan mudah melanggar komitmen yang telah diucapkan baik kepada suami maupun istri, sehingga sebuah pernikahan tak lagi menjadi ikatan yang sakral yang mesti dijaga. Bahkan, perselingkuhan dianggap sebagai "solusi" mendapatkan kehidupan yang lebih bahagia. Inilah dampak dari kehidupan sekuler liberal terhadap mahligai rumah tangga.
Pangkal Rapuhnya Adalah Sekularisme Liberal
Fenomena perselingkuhan ini terjadi akibat sekulerisme liberal yang mengakibatkan rapuhnya ikatan rumah tangga mengapa? Setidaknya terdapat empat alasan.
Pertama, paham sekuler menjauhkan kehidupan umat manusia dari agama, termasuk kehidupan berkeluarga, sehingga ikatan pernikahan menjadi rapuh akibat tak dilandasi agama. Misalnya, fungsi kepemimpinan (qawwamah) yang hilang dari suami, sehingga memudarlah keinginan suami untuk melindungi dan memenuhi seluruh kebutuhan istrinya, padahal ini dapat membahagiakannya. Begitu pula fungsi ibu dan pengurus rumah tangga (ummun wa rabbatul baiti) yang hilang dari istri, maka ketaatan dan pelayanan pada suami akan menjadi minimalis. Padahal, kedua hal ini yang akan membawa ketenteraman dan keberkahan pada hubungan mereka. Apabila ini sudah terjadi, maka berpeluang besar suami dan istri mencari kebahagiaan di luar rumah?
Kedua, standar dalam mengartikan kebahagiaan adalah materi, dalam sistem kehidupan sekuler liberal. Suami maupun istri disibukan dengan bekerja demi mendatangkan kebahagiaan, yang tanpa disadari telah menelantarkan anak dan menggeser fungsi rumah. Rumah sekarang bagaikan "terminal" tempat transit suami maupun istri, tidak lagi sebagai tempat ternyaman bagi keluarga. Sistem sekuler pun telah merenggut kehangatan sebuah keluarga, dikarenakan kesenangan jasadi menjadi sumber kebahagiaan. Maka wajar jika ketertarikan secara fisik yang terlihat lebih cantik maupun menawan menjadi alasan terjadinya perselingkuhan, karena mencari sebuah kesenangan.
Ketiga, sistem pergaulan yang rusak. Terjadinya banyak perselingkuhan di tempat kerja menjadi bukti bahwa sistem pergaulan dalam masyarakat sekuler telah rusak. Interaksi antara perempuan dan laki-laki hari ini tidak ada batasan. Khalwat diantara laki-laki dan perempuan nonmahram menjadi hal yang biasa. Dengan mengobrol intens dan beraktivitas berdua, bukankah hal ini dapat menumbuhkan benih-benih jinsiah