Mohon tunggu...
Setiyo Agustiono
Setiyo Agustiono Mohon Tunggu... Konsultan - trainer

trainer, assesor

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kompetensi STM Membuat Bangga, Mengapa SMK Tidak?

1 Juni 2018   18:58 Diperbarui: 1 Juni 2018   19:14 1145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

Perbedaan waktu/era akan membuat perbedaan kebanggaan atas sekolah dan kompetensi, hal ini terjadi karena saat ini sangat didominasi dengan cara-cara yang instan.

Saat dahulu lulusan siswa STM akan selalu dicari oleh Industri karena kompetensinya, dan siswa STM bangga atas kompetensinya dan selalu menjaga kompetensi itu. STM meningkatkan kompetensi siswa SMK agar dapat disegani zaman dahulu kala dan lulusan STM bangga atas kompetensinya yang dicapai secara benar dengan waktu yang lama bukan secara instan.

Saat jaman itu kemampuan dan kompetensi lulusan STM yang tidak usah diragukan lagi dan lulusan STM terkenal dan banyak dicari oleh industri-industri nasional.

Saat ini yang terjadi SMK sebagai pengganti dari STM yang diharapkan akan jauh lebih baik dan meningkatkan kompetensi siswa SMK serta hadir sebagai solusi pemerintah mengentaskan pengangguran yang jumlahnya terus bertambah. SMK dianggap mampu menyiapkan peserta didik yang kreatif, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memiliki kompetensi yang sesuai dengan tuntutan dunia kerja. 

Yang terjadi adalah SMK menunjang meningkatnya penggangguran. Mengapa demikian ? salah satunya seperti yang dijelaskan Presiden Jokowi " Yang saya lihat di SMK itu hampir mirip-mirip dengan SMA. 70 atau 80 persen diisi guru normatif. 

Guru matematika, guru biologi, bahasa Indonesia, soal jurusan yang ada di SMK tidak mengikuti perkembangan zaman seharusnya, jurusan pada pendidikan kejuruan disesuaikan dengan perkembangan zaman dan kebutuhan dunia kerja. 

Misal ada jurusan jaringan informasi teknologi, platform aplikasi, animasi dan sebagainya" (kompas 2 Februari 2017). Kondisi ini ditunjang oleh kebijakan pola pendidikan SMK yang praktek kerja lapangan (PKL/Pakerin) hanya 3 bulan di Industri yang belum disinkronkan kurikulumnya, ini berarti mendidik siswa untuk mencapai kompetensi secara instan. 

Kompetensi didapat melalui pelatihan/praktek kerja yang cukup waktu(minimal 1 tahun) sesuai dengan kompetensinya di Industri yang sesuai.

 ini salah satu sebab mengapa siswa STM bangga kompetensinya, tidak dimiliki oleh siswa SMK.

Saya selalu menulis pengembangan SMK karena untuk periode Indonesia 2025-2030 bisa menjadi jaman keemasan Indonesia, kemajuan berbagai negara karena lebih mengedepankan kemampuan sumber daya manusia (SDM) daripada jumlah sekolahnya.

Fokus pemerintah dalam merevitalisasi pendidikan vokasi harus menyasar perbaikan mutu lulusan dan mutu guru sekolah menengah kejuruan (SMK) serta memfasilitasi kemitraan SMK dengan Dunia Usaha-Dunia Industri(DUDI) agar mencapai Kompetensi siswa SMK sesuai kebutuhan DUDI yang menciptakan pengurangan penggangguran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun