Pada saat ini angka pengangguran tamatan pendidikan SMK masih relatif tinggi karena jumlah lulusan SMK belum sebanding dengan penyerapan tenaga kerja pada Dunia Usaha dan Dunia Isaha (DUDI), Ironisnya sebagian besar DUDI masih ada yang kekurangan tenaga kerja yang kompeten.Â
Mengapa demikian ? karena tidak adanya keterpaduan antara pelajaran SMK dan kebutuhan tenaga kompetensi pada DUDI. Â Ini gambaran kondisi saat ini, belum bicara dalam rangka persaingan SDM era globalisasi dan revolusi industri 4.0. Jika bicara soal daya saing SDM di level SMK dengan situasi ini semakin runyam jika dunia pendidikan kejuruan (SMK) tidak segera mengambil langka terobosan yang merupakan langkah efisien dan efektif.Â
Secara regulasi Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dalam rangka Peningkatan Kualitas dan Daya Saing Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia terutama lulusan SMK yang ditujukan kepada 12 Menteri Kabinet Kerja (termasuk Menteri Pendidikan dan Kebudayaan), 34 Gubernur, dan Kepala Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).
Enam Intruksi Presiden adalah :
1. membuat peta jalan SMK;
2. menyempurnakan dan menyelaraskan kurikulum SMK dengan kompetensi sesuai kebutuhan pengguna lulusan (link and match);
3. meningkatkan jumlah dan kompetensi bagi pendidik dan tenaga kependidikan SMK;
4. meningkatkan kerja sama dengan kementerian/lembaga, pemerintah daerah, dan dunia usaha/industri;
5. meningkatkan akses sertifikasi lulusan SMK dan akreditasi SMK; dan
6. membentuk Kelompok Kerja Pengembangan SMK.
Situasi yang terpenting saat ini adalah tindak lanjut sebagai langkah nyata yang effektif dan effisien pada pendidikan SMK masih belum nampak. Pola Pendidikan di SMK sudah menggunakan Pendidikan sistem ganda (dual system), tetapi pelaksanaannya belum sepenuhnya mengacuh pada peningkatan kompetensi siswa. Â
Seharusnya SMK dengan  pola dual system dimana waktu siswa belajar disekolah 30% dan waktu siswa berlatih(magang) di perusahaan didalam mencapai kompetensinya 70%, sehingga lulusannya mencapai kompetensi karena waktu magang di perusahaan (DUDI) lebih lama dari pada belajar disekolah. Pola ini sampai saat ini belum dilaksanakan dengan benar, baik waktu sekolah dan magang maupun kurikulum belajar-pelatihannya.Â
Seperti biasa di Indonesia, banyak regulasi yang berjalan tidak terintegrasi karena tidak ada koordinasi yang baik antar pemangku kepentingan, termasuk pula Inpres tersebut.
Mari fokus pada langkah nyata yang effektif pada pendidikan SMK dengan melaksanakan pola dual system secara benar dan  terintegrasi serta menyeluruh sesuai iklim industri yang ada di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H