Penulis merupakan salah satu mahasiswa yang sangat beruntung mendapatkan kesempatan mengikuti Pelatihan Jurnalistik Tingkat Lanjut Nasional (PJTLN) Bali Journalis Week 2013, yangdiselenggarakan oleh Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Akademika Universitas Udayana Bali, pada bulan September lalu. Akhirnya, dengan bermodalkan dana proposal dari Rektorat penulis dapat menginjakan kaki di pulau Dewata. Selama berada satu minggu di Bali, ada banyak hal yang penulis jumpai selain keindahan panorama dan objek wisata serta kearifan budaya setempat. Gembar-gembor mengenai Reklamasi (pemambah luasan pulau) Teluk Benoa menjadi isu yang sangat aktual pada saat itu.
Koran dan media online setempat sedang seru-serunya membahas tentang reklamasi Teluk Benoa. Penolakan datang dari berbagai kalangan mulai dari para pemuka agama, aktivis lingkungan, LSM, mahasiswa, masyarakat, hingga artis setempat juga mengecam keras reklamasi yang didalangi oleh PT Tirta Wahana Bali Internasional (PT.TWBI). Penolakan ini bukan tanpa alasan, dikhawatirkan reklamasi akan menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan bali khususnya ekosistem pantai.
Bencana
Berdasarkan kajian Akademis Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Udayana (Unud) atas permintaan PT. TWBI terkait reklamasi Teluk Benoa akan banyak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan. Hasil final feasibility study Unud menyatakan bahwa, reklamasi Teluk Benoa tidak layak. Ada empat aspek kajian dalam studi kelayakan tersebut yakni aspek teknis, lingkungan, sosial-budaya dan ekonomi-finansial. Adapun hasil kajian dari keempat aspek itu seluruhnya dinyatakan tidak layak. Ditinjau dari aspek lingkungan, Teluk Benoa merupakan jalur laut dan merupakan wilayah konservasi. Maka Reklamasi bertentangan dengan Peraturan Presiden (Perpres) Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan (Sarbagita) Nomor 45 Tahun 2011.
Kawasan Teluk Benoa sebagai satu-satunya benteng yang secara alamiah berfungsi melindungi wilayah Bali Selatan dari berbagai bencana seperti banjir, tsunami, dan lainnya. Teluk Benoa juga merupakan muara dari sejumlah sungai besar yang terbentang di pulau Bali, seperti Tukad Badung dan Tukad Mati. Di kawasan itu juga merupakan tempat pemijahan ikan yang akan berkembang biak. Jika Reklamasi tetap dilakukan maka ikan yang ada di hutan mangrove akan terjebak, tidak dapat kembali kelaut yang berujung pada kematian ikan. Jika ikan jumlah berkurang maka tangkapan nelayan sedikit. Selain itu, akan mengurangi ombak di pantai lainya karna terpecah di Teluk Benoa.
(Cuma) Kepentingan Swasta
Bali sebagai salah satu destinasi wisata kelas dunia yang tersohor akan keindahan pantainya dan budayanya. Berbagai event resmi internasional telah digelar di pulau Dewata ini sebut saja, KTT ASEAN, ajang Miss World 2013, KTT APEC, dan lain sebagainya. Hal ini lantas menjadikan Bali sebagai incaran para investor, terutama pihak asing. Dipastiakan Investor yang berbisnis di Bali pastinya tidak akan rungi. Mungkin inilah yang melatar belakangi PT. TWBI, sebuah perusahaan yang satu grup dengan beberapa perusahaan pengelola Discovery Kartika Plaza hotel dan Discovery Shopping Mall di Kuta Bali serta Hotel Borobudur di Jakarta serta pemilik sejumlah gedung, termasuk Gedung Bursa Efek Indonesia.
Anggota DPRD Bali menilai rencana reklamasi Teluk Benoa, setelah proyek pembangunan jalan tol di atas perairan akan memperparah lingkungan Pulau Dewata. "Bila reklamasi Teluk Benoa sampai terjadi, kondisi lingkungan Pulau Bali akan semakin rusak. Contoh dari ada reklamasi pantai memperparah kondisi lingkungan, coba lihat setelah reklamasi Pulau Serangan, dampaknya rusak di sekitarnya," kata Anggota Komisi I DPRD Bali, Ketut Tama Tenaya.
Menurut politikus asal Kelurahan Tanjung Benoa, Badung itu, proyek reklamasi merupakan pesanan investor. Ia lebih lanjut menyebutkan bahwa proyek reklamasi Pulau Serangan menjadi bukti kuat terjadinya kerusakan di lokasi lain. "Akibatnya kawasan Tanjung Benoa dihajar oleh ombak akibat reklamasi itu. Karena air laut selalu mencari keseimbangannya, ketika Serangan di reklamasi, maka ada ombak balik yang menerjang kawasan lain," katanya. (antaranews.com)
Nafsu Sang Gubenur
Yayasan Artha Graha Network melalui anak usahanya PT TWBI menyiapkan dana sebesar Rp30 triliun untuk proyek reklamasi Teluk Benoa. MenujrutDirektur Utama Artha Graha Network, Wisnu Tjandra mengatakan rencana reklamasi kawasan seluas 838 hektar tetap berjalan dan pihaknya akan mempersiapkan kajian analisis dampak lingkungan untuk memperoleh izin reklamasi dari gubernur setempat. “Harus ada sesuatu yang baru di Bali, seperti pengembangan Sentosa Island di Singapura. Dasarnya itu. Proyek ini dikembangkan di atas lahan tidak produktif. Besaran investasi reklamasi dan lain-lain sekitar Rp30 triliun,” ujarnya. (bisnis.com)
Rencananya mereka akan membangun sebuah kawasan wisata terpadu yang dilengkapi tempat ibadah untuk lima agama, taman budaya, taman rekreasi sekelas Disney Land, rumah sakit internasional, perguruan tinggi, perumahan marina yang masing-masing dilengkapi dermaga yacht pribadi, perumahan pinggir pantai, apartemen, hotel, areal komersial, hall multifungsi, dan lapangan golf. Luasan reklamasi diperkirakan mencapai total sekitar 400 sampai 600 hektar.
Pulau baru itu pun direncanakan dapat diakses langsung dari jalan toll di atas perairan yang baru saja rampung. Belakangan diketahui, jalan di atas perairan yang menghubungkan Pelabuhan Benoa-Bandara Ngurah Rai-Nusa Dua itu sudah dilengkapi taper (semacam lintasan untuk penambahan jalan) yang posisinya tepat mengarah ke Tanjung Benoa.
Mungkin hal inilah yang menjadikan Gubenur Bali, Made Mangku Pastika tergiur hingga meneteskan liur untuk mendukung penuh reklamasi Teluk Benoa. Ini terbukti dari dikeluarkanya SK Gubenur Bali Nomor 2138/02-C/HK/2012 Tentang Pemberian Izin dan Hak Pemanfaatan Pengembangan dan Pengelolaan Wilayah Perairan Teluk Benoa di Kabupaten Badung. Hal ini lantas mendapat kencaman dari berbagai kalangan bahkan anggota DPRD Bali juga menolak SK ini. dan pada akhirnya sang Gubenur kembali mancabut SK tersebut.
Mesti mendapat kencaman dari sejumlah kalangan yang mendesak agar Pastika tegas menolak rencana reklamasi tersebut, Pastika justru menilai reklamasi dapat menjadi solusi untuk menekan konversi lahan pertanian menjadi sarana pariwisata seperti terjadi selama ini. “Misalnya, daripada pakai sawah, kenapa nggak kita tambah luas pulau kita. Singapura bikin begitu kok. Hongkong bikin begitu. Singapura itu makin hari makin gede lho. Apa rusak? enggak,” kata dia. (mongabay.co.id)
Alangkah sangat disayangkan jika keindahan dan keasrian alam Bali harus dikorbankan demi segepok uang. Pertimbangkanlah dengan matang dampak keberlangsungan lingkungan. Alam akan menjadi sahabat terbaik jika kita perlakukan dengan baik sebaliknya, jika kita berprilaku buruk terhadap alam maka bencana besar pasti akan datang melanda. Apa kita menginginkan Tsunami yang terjadi di Aceh, dan Mentawai terjadi juga di Bali? ***
Penulis adalah mahasiswa Fakultas Hukum UMSU, terpilih sebagai peserta terbaik Bali Journalis Week 2013
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H