TASAWUF AL-DAKHILAH
Tasawuf al-dakhilah adalah ajaran, tradisi, atau budaya spiritual yang berasal dari luar Islam yang masuk dan terserap ke dalam Islam sehingga seakan- akan merupakan ajaran Islam. Ajaran, tradisi, atau budaya spiritual yang masuk dan terserap ke dalam Islam itu sangat beragam. Ada yang berasal dari tradisi filsafat Yunani, terutama Neo Platonisme, ada yang berasal dari tradisi atau budaya spiritual para petapa Yahudi dan Nasrani, Ada juga yang berasal dari ajaran agama Majusi, Hindu, atau Buddha. Singkatnya, tradisi filsafat Yunani, tradisi petapa Yahudi dan Nasrani, serta ajaran agama Majusi, Hindu, dan Buddha terserap ke dalam tasawuf sehingga melahirkan tasawuf sinkretis yang bercampur antara ajaran Islam dan ajaran, tradisi, atau budaya spiritual yang berasal dari luar Islam. Kaum muslimin yang tidak tekun dan teliti mengira bahwa tasawuf al-dakhilah ini bagian dari ajaran Islam, padahal ia bukan ajaran Islam. Tasawuf al-dakhilah bagaikan berisi madu bercampur racun atau racun bercampur madu. Madu bermanfaat bagi kesehatan, sedangkan racun mematikan. Maksud dari mematikan di sini bukan mematikan hidup manusia, tetapi mematikan cahaya Islam dan menghilangkan kemurnian ajaran Islam. Oleh karena itu, tasawuf al- dakhilah jangan langsung "ditelan", tetapi harus disaring dengan "filter" Al- Qur'an dan sunah. Maka bagi kita, diharuskan untuk mengambil madunya dan membuang racunnya.
Tasawuf berkembang menjadi disiplin ilmu yang berdiri sendiri se hingga secara perlahan menjauh dan terpisah dari induknya, yaitu ihsan, bahkan terkesan tidak ada hubungan dengannya. Tasawuf bagian tersendiri, ihsan pun bagian tersendiri, Keduanya seakan-akan dua disiplin ilmu yang berbeda. Tasawuf tumbuh dalam dua corak, yaitu corak amali dan corak falsafi. Corak amali bersifat terapan, menekankan penghayatan ibadah dan muamalah, seperti yang dilakukan Rasulullah dan para sahabat yang me lahirkan kepribadian muslim kafah. Sementara itu, corak falsafi adalah corak tasawuf yang memadukan ketajaman berpikir dan kepekaan emosi dalam menghayati wujdullah (wujud Allah). Corak tasawuf ini bersifat terbuka kepada unsur di luar Islam, terutama filsafat Yunani, sehingga dalam pem hahasannya menggunakan beberapa isttilah yang tidak dikenal di dalam khazanah Al-Qur'an dan sunah.
Dengan demikian, tasawuf tidak otomatis menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari ajaran Islam sebelum memenuhi dua syarat yang telah dijelaskan sebelumnya, yaitu konsepnya tidak bertentangan dengan akidah dan pengamalannya sejalan dengan syariat. Jika dua syarat ini terpenuhi dengan baik, tasawuf bisa diterima dan diakui menjadi bagian tak terpi sahkan dari ajaran Islam. Sebaliknya, jika tasawuf, baik konsep maupun pengamalannya, menyimpang dari akidah Islam dan pengamalannya tidak dipadukan dengan syariat, tasawuf tersebut sudah keluar dari ajaran Islam. Tasawuf yang demikian bukan ajaran Islam, melainkan kebatinan atau tasawuf yang bercampur dengan kebatinan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H