Mohon tunggu...
Erka Rahman
Erka Rahman Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Pemburu kata.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Nulis Skripsi VS Nulis Fiksi

27 Mei 2014   01:50 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:05 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jujur saja kubenci skripsi. Barangkali aku tak punya bakat jadi ilmuwan. Meskipun aku sering mampir ke perpustakaan di Institut tempat kubelajar ilmu Agronomi dan Hortikultura. Dan kau tahu, kebanyakan buku yang kupinjam adalah buku-buku yang tak berkaitan dengan akademik. Masalahnya, skripsi adalah salah satu syarat untuk mendapat gelar sarjana. Dan ibuku ingin aku jadi Sarjana Pertanian. Dan dosen pembimbingku baik banget. Dan aku nggak ingin bikin mereka kecewa. Jadi aku terpaksa belajar nulis skripsi.

Tulisan ini akan membicarakan tentang apa perbedaan menulis skripsi dan menulis fiksi. Yang dimaksud skripsi di sini dibatasi pada kelompok studi eksak, bukan sosial. Sedangkan fiksi disini merujuk pada novel, cerpen, dan prosa fiksi inkonvensional. Point-point dibawah ini bisa bertambah dan boleh juga kau bantah.
1. Audiens
Audiens disini berarti pembaca. Mengetahui audiens merupakan langkah awal dalam proses menulis. Katakanlah kau ingin menulis novel genre teenlit, maka kau sudah harus tahu tema apa yang menarik di kalangan remaja dan gaya bahasa yang seperti apa yang akan dipakai dan detail-detail apa saja yang ingin kau tuliskan.

Audiens utama skripsi biasanya sangat spesifik yaitu kalangan akademisi (dosen, peneliti dan mahasiswa). Berbeda dengan skripsi, fiksi mempunyai audiens yang beragam. Dari anak-anak, remaja hingga orang dewasa. Mulai ibu rumah tangga, pelajar dan mahasiswa, guru dan dosen, sampai pejabat dsb.

2. Gaya (style)
Gampangnya, yang dimaksud gaya di sini merujuk pada tingkatan bahasa yang kau gunakan. Skripsi menggunakan gaya formal. Ini adalah jenis bahasa yang dipakai kalangan akademisi. Perangkat kebahasaan yang digunakan harus berdasarkan Ejaan yang Disempurnakan (EYD). Kitab sakti yang menjadi acuan wajibnya adalah Buku Panduan Menulis Artikel Ilmiah yang direvisi tiap edisi. Penerbitnya biasanya universitas yang bersangkutan.

Sebaliknya, gaya dalam fiksi bersifat informal. Gaya dalam teks sastra meliputi penggunaan bunyi, symbol, diksi, dan bahasa kias. Ada yang bilang gaya adalah sekumpulan ciri pribadi. Gaya Ayu Utami tentu berbeda dengan Dee. Puisi-puisi Sapardi Djoko Damono pasti tak sama dengan Abdul Hadi WM. Kau akan temukan kalimat, “Apa peduliku asu!” dalam sebuah cerpen AS Laksana misalnya. Adalah gaya slang yang menunjukkan karakter tokoh dari daerah tertentu. Atau kata-kata dalam bahasa daerah lain atau bahasa Inggris.

3. Bentuk (format)
Ayu Utami dalam buku kecil berjudul “Notes Kreatif Ayu Utami” bilang bahwa tidak ada bentuk penulisan yang salah. Salah tidaknya bentuk penulisan bergantung pada cocok tidaknya dengan tujuan.

Begini, ada ilustrasi yang sederhana. Jaman sekarang sudah tidak ada lagi skripsi yang tebal. Halamannya dibatasi maksimal 5000 kata dan harus dicetak bolak-balik. Yep, kini para akademisi menganut pentingnya paradigma keringkasan dan tentunya menghemat kertas dan tinta (juga uang untuk ngeprint bagi mahasiswa :D). Tapi jika kau adalah tipe penulis fiksi napas panjang, kau bisa menulis novel seperti Musashi atau Taiko. Yang tebalnya sadis abis untuk melempar ke batok kepalamu.

Format dalam penulisan ilmiah adalah pendahuluan, isi dan penutup. Beberapa cirinya yang penting adalah naskah ditulis dengan cermat, ringkas, dan jelas. Tak seperti skripsi yang kaku, fiksi juga masih menggunakan awalan, tengahan dan akhiran tetapi lebih luwes dan longgar. Sedangkan fiksi inkonvensional biasanya anti plot: sulit membedakan plot awal, tengah dan akhir. Bersifat absurd dan tokohnya kabur. Yang terpenting adalah bagaimana menyampaikan ide. Fiksi inkonvensional misalnya cerpen berjudul Kecubung Pengasihan karya Danarto.

Bentuk penulisan juga mengacu pada pengorganisasian pesan dan pengembangan gagasan. Jika tujuanmu ingin menggambarkan setting suatu tempat atau karakter tokoh kau bisa menggunakan deskripsi. Dalam menulis fiksi barangkali yang paling sering digunakan adalah narasi, deskripsi dan dialog. Sedangkan dalam ranah skripsi barangkali yang digunakan adalah eksposisi dan argumentasi. Tapi hal inipun tak bisa dimonopoli oleh skripsi atau fiksi saja. Jadi yang penting, tentukan tujuanmu!

4. Pembimbing dan partner
Pembimbing dalam menulis skripsi adalah wajib. Kau harus menyerahkan dirimu seperti mayat kepada tukang pemandi jenazah. Karena pembimbing skripsilah salah satu jalan kau akan cepat dapat ijazah. Menulis fiksi juga perlu mentor. Tapi kau bebas memilih siapa mentormu. Awalnya kau barangkali bisa meniru gaya nulis penulis-penulis terkenal sebelum menemukan gaya tulisanmu sendiri. Setelah itu kau bisa belajar bersama selenting daun pecah atau rumput yang bergoyang.

Perlukah partner dalam menulis skripsi? Jawabannya adalah sunah yang sangat dianjurkan. Saat menulis skripsi kau membutuhkan bantuan teman, meskipun barangkali temanmu tak bisa membantu mengolah data statistik. Paling tidak ia ada di sampingmu dan mengingatkan dirimu saat kau lupa ngerjain skripsi. Misalnya kau malah nge-game atau nge-download film di Indowebster. Itulah sahabat yang baik hati. 

Lalu sewaktu menulis fiksi apakah perlu partner juga? Secuil novel, saya pernah menemukan ditulis oleh dua orang misalnya Agnes Davonar (penulis bersaudara). Tapi kebanyakan buku-buku fiksi ditulis oleh seseorang penulis. Barangkali, kupikir memang benar bahwa penulis hanya berkawan dengan dua hal: kesedihan dan kesunyian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun