Oleh ; Abdul Gafur
Ketua Umum HMI Korkom Universitas Bung Karno.
Beberapa hari ini kita ketahui bersama bahwa kita sedang dikejutkan oleh isu yang begitu krusial yang mana menuai banyak kontroversi di dalamnya bahkan menjadi polemik yang begitu serius bagi masyarakat secara keseluruhan apalagi ditengah wabah covid 19 yang tengah menghantam Republik Indonesia saat ini, yaitu terkait dengan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP).
Dari segi pembahasan mengenai RUU HIP ini sudah banyak sekali menuai kritikan keras dari berbagai elemen masyarakat baik itu dari Ormas,LSM, OKP-OKP, Partai Politik, Organisasi kemahasiswaan dan bahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah mengeluarkan maklumat pada tanggal 12 juni 2020 lalu dan akan menolak keras apabila RUU HIP ini disahkan oleh DPR oleh karena keberadaan RUU HIP ini dinilai mendegradasi Pancasila menjadi Ekasila.
RUU HIP ini menuai polemik publik lantaran draf RUU tersebut memuat klausul Trisila dan Ekasila di dalam salah satu pasalnya. Dalam draf RUU, konsep Trisila dan Ekasila tertuang dalam Pasal 7.
Pasal tersebut memuat tiga ayat, adapun ayat 1 menyebutkan ciri pokok Pancasila adalah keadilan dan kesejahteraan sosial dengan semangat kekeluargaan yang merupakan perpaduan prinsip ketuhanan, kemanusiaan, kesatuan, kerakyatan/demokrasi politik dan ekonomi dalam satu kesatuan.
Dalam ayat 2, ciri pokok Pancasila berupa Trisila, yaitu sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan. Sementara dalam ayat 3, Trisila sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) terkristailisasi dalam Ekasila, yaitu gotong-royong.
menurut saya ini merupakan pelecehan yang sangat keji terhadap agama dan nilai-nilai luhur ketuhanan yang maha esa yang selama ini dijunjung tinggi oleh rakyat Indonesia, sehingga ketuhanan yang maha esa dibuang sama sekali dan tidak lagi menjadi acuan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara walaupun didalam pasal-pasal lain itu masih menyebutkan adanya agama dan ketuhanan itu sendiri akan tetapi sudah tidak lagi menjadi fundamental melainkan hanya sebagai formalitas ini yang sangat kita khawatirkan.
Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI), dalam hal ini juga menurut saya harus melihat secara jelas dan jangan sampai perpecahan demi perpecahan antaraMasyarakat atau sesama anak bangsa itu terjadi, itu yang perlu saya ingatkan terlebih dahulu.
Tegas Abdul gafur selaku Ketum HMI Korkom UBK.
Karena kenapa, dari segi yang pertama sudah jelas bahwa Pemerintah dan DPR didalam pembahasan RUUHIP tidak mencantumkan TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Larangan Ajaran Komunisme atau Marxisme-Leninisme.
Jadi saya merasa ada aroma baru dari lahirnya RUU HIP itu sendiri dan saya melihat ada bau-bau Komunisme dan atau sosio-marxisme yang akan muncul dan dari itu saya menduga PKI secara tidak langsung akan mungkin untuk mereka bangkit kembali setelah dibubarkan pasca pemberontakan keji yang pernah dilakukan oleh PKI terutama dalam tragedi G30S/PKI dan itu sudah menjadi catatan yang sangat begitu suram bagi bangsa jika kita ingat kembali.
Saya akan memberikan sedikit penjelasan mengenai pemahaman saya tentang PKI dan mengapa PKI itu tidak boleh lagi bangkit di Indonesia